Bisnis, JAKARTA — Aturan baru mengenai pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap yang menghapus ketentuan ekspor tenaga listrik ke PT PLN (Persero) dan mengatur kompensasi peningkatan biaya pokok penyediaan listrik, sejatinya menjadi pemantik bagi percepatan pemanfaatan energi terbarukan itu di Tanah Air.
Terlebih, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) bersama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) diketahui juga telah sepakat untuk mematok kuota PLTS atap sebesar 3,375 gigawatt (GW) pada periode 2024 sampai dengan 2025. Rencananya, besaran kuota itu bakal ditambah sampai dengan 2028 selepas kuota yang dialokasikan sebesar 3,375 GW itu habis diutilisasi pada 2025 mendatang.
Adapun, aturan anyar untuk mengakselerasi pengembangan PLTS atap tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap Yang Terhubung Pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum.
Adanya Permen ESDM No. 2/2024 yang menghapus ketentuan mengenai batasan kapasitas, ekspor-impor energi listrik, dan biaya kapasitas (capacity charge), serta penambahan ketentuan kuota pengembangan PLTS atap, diharapkan bisa menjadi jalan tengah antara kepentingan PLN, industri, dan masyarakat yang berinisiatif untuk meningkatkan pemasangan panel surya.