Memajaki Ladang Untung NFT

Pemilik NFT dan aset kripto kerap menikmati keuntungan ekonomis, baik melalui kenaikan nilai maupun cuan dalam perdagangannya, sehingga patut dipajaki.

Nindya Aldila, Mutiara Nabila & Wibi Pangestu Pratama

8 Jan 2022 - 01.43
A-
A+
Memajaki Ladang Untung NFT

Syahrini's Metaverse Tour, NFT pertama artis Syahrini yang dijual melalui Binance, salah satu bursa kripto/Istimewa

Bisnis, JAKARTA – Di akun Instagram @princessyahrini, penyanyi Syahrini pertengahan bulan lalu mengumumkan NFT pertamanya sebanyak 17.800 habis terjual hanya dalam 8 jam setelah peluncurannya.

Dia merilis token perdananya di Metaverse dan menjualnya di salah satu bursa kripto, Binance, dengan harga per satuan 20 Binance USD atau US$20. Nilai itu sama dengan Rp286.000 per satuan.

Syahrini adalah salah satu dari daftar segelintir selebritas Tanah Air yang berinvestasi pada NFT. Di daftar itu, juga ada Luna Maya yang pada Juni 2021 mengumumkan penjualan 10 item karya digitalnya di Bakery Swab. Dia bekerja sama dengan Tokau, perusahaan asal Jepang dalam peluncuran karyanya.

NFT mulai membetot perhatian khalayak Indonesia tahun lalu. Keberadaannya terus diperbincangkan hingga ia naik daun. Bahkan, beberapa kalangan memprediksi ketenaran aset digital berbasis teknologi blockchain itu akan kian membubung tahun ini.

Kendati sejauh ini belum ada data tentang tren pertumbuhan di Indonesia, Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) dan COO Tokocrypto Teguh Kurniawan Harmanda melihat minat masyarakat pada NFT akan meningkat secara eksponensial pada  2022.

Pasar di Indonesia mulai terlihat matang dengan kemunculan banyak lokapasar NFT, seperti TokoMall by Tokocrypto, Artsky, Baliola, Enevti, Kolektibel, dan Paras.id.

 “Minat masyarakat untuk memperjualbelikan aset dan karya seni digital melalui NFT makin tinggi, seiring dengan pengetahuan mereka soal manfaatnya dan peluang pada pertumbuhan ekonomi kreatif dan digital," kata Teguh, Jumat (31/12/2021).

NFT disebut sebagai barang digital yang tak tergantikan. Ini bisa berupa gambar, karya seni, koleksi, cuplikan video, album musik, atau item dalam gim. Mirip dengan aset kripto, NFT dicetak di blockchain.

Investor digital umumnya memanfaatkan aset digital NFT demi menghasilkan uang dalam jumlah besar dengan jangka waktu singkat. Sebuah NFT tunggal dapat dibeli dan dijual beberapa kali. Namun, pembeli harus membayar biaya royalti kepada pemilik atau pencipta asli dalam setiap penjualan. Biaya royalti biasanya sekitar 10 persen. Aset NFT dibeli dengan mata uang kripto, salah satunya koin Ethereum (ETH) yang sejauh ini paling banyak digunakan.

Popularitas NFT yang baru seumur jagung di Indonesia ini rupanya dibaca oleh otoritas pajak. Ditjen Pajak Kementerian Keuangan baru-baru ini menyatakan NFT harus dilaporkan dalam surat pemberitahuan tahunan (SPT) pemiliknya.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor kepada Bisnis mengatakan wajib pajak harus mencantumkan seluruh asetnya dalam SPT sebagai bentuk kepatuhan perpajakan, tak terkecuali aset digital NFT. Aset digital itu dilaporkan pada nilai pasar 31 Desember.

Mengingat belum ada aturan spesifik tentang aset digital, maka NFT diperlakukan sesuai dengan ketentuan umum, yakni UU No. 36/2008 tentang Pajak Penghasilan.

“Untuk transaksi yang menambah kemampuan ekonomis, maka dikenakan PPh, termasuk NFT," jelas Neil.

Sri Asih, salah satu karakter aset NFT Bumilangit Universe/Istimewa

Dia melanjutkan, tidak tertutup kemungkinan Kemenkeu membentuk regulasi yang mengakomodasi perkembangan NFT dan kripto.

Secara teori, NFT dikenai PPh Pasal 21 dengan asumsi pendapatan dari transaksi aset tersebut tergolong sebagai penghasilan atau menambah kemampuan ekonomi. Selain PPh, NFT juga bisa dikenai pajak pertambahan nilai (PPN) apabila instrumen investasi itu dikategorikan sebagai barang kena pajak (BKP) tidak berwujud. Artinya, dengan batasan omzet tertentu penjual NFT bisa ditetapkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP).

RI TAK SENDIRI

Indonesia bukan satu-satunya negara yang memperlakukan NFT sama seperti aset lainnya. Di Australia, perlakuan pajak atas NFT mengikuti prinsip yang sama dengan kripto. Perlakuan pajaknya akan bergantung pada penggunaan dan alasan pemilik memegang atau bertransaksi dengan NFT.

Pemilik dapat membayar pajak atas NFT di bawah rezim pajak capital gain (CGT), pada akun pendapatan sebagai saham yang diperdagangkan, sebagai bagian skema bisnis atau profit-making, atau bergantung pada ketentuan kontrak NFT dan hak yang diberikannya.

Data DappRadar menunjukkan penjualan NFT di seluruh dunia mencapai US$10,7 miliar atau berkisar Rp152 triliun pada kuartal III/2021,. Angka ini naik tajam dari sebelumnya, masing-masing US$1,3 miliar (Rp18,5 triliun) pada kuartal II/2021 dan US$1,2 miliar (Rp 17 triliun) pada kuartal I/2021.

Merespons langkah beberapa negara yang memajaki NFT, Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) sedang memeriksa implikasi kebijakan pajak atas aset itu.

Penasihat Direktur dan Wakil Direktur Pusat Kebijakan dan Administrasi Pajak OECD, Julien Jarrige, mengatakan analisis awal menunjukkan pemerintah harus mempertimbangkan apakah peraturan NFT, termasuk perlakuan pajaknya, harus serupa atau berbeda dengan mata uang virtual.

Dikutip dari Tax Notes, Jarrige mengingatkan perlakuan pajak NFT mungkin berbeda bergantung pada kasus penggunaan dan sifat kepemilikannya. OECD akan mengklarifikasi soal itu pada negara-negara, termasuk ke kementerian keuangan dan administrasi pajak mereka.

“Kami berharap ini akan mengarah pada pemahaman bersama sebelum beralih ke kemungkinan koordinasi tentang perlakuan pajak [NFT],” kata Jarrige.

Berdasarkan analisis awal OECD, tutur Jarriage, sepertinya tidak tepat bagi pemerintah mengenakan pajak pada semua NFT dengan cara yang sama. Dia menambahkan satu perbedaan mendasar antara NFT dan token pembayaran adalah bahwa NFT mungkin bukan sarana untuk bertukar atau menyimpan nilai. Karena NFT dapat mewakili hak atas ekuitas, seperti investasi, maka NFT mungkin lebih dekat dengan token keamanan atau utilitas. Namun, pertanyaan juga akan muncul jika NFT dikenakan pajak sebagai properti yang dikenakan pajak capital gain atau pajak properti.

Kendati begitu, pengamat pajak di Indonesia menilai pelaporan NFT dalam SPT merupakan bentuk iktikad baik wajib pajak sekaligus upaya membuka potensi penerimaan negara dari aset digital yang sedang berkembang.

Direktur Eksekutif MUC Tax Research Wahyu Nuryanto mengatakan nilai aset digital yang dimiliki dan diperdagangkan kerap bernilai besar sehingga menjadi cermin kemampuan ekonomi seseorang. Di sisi lain, DJP selama ini sangat sulit menjangkau transaksi yang dilakukan secara digital seperti cryptocurrency dan NFT, padahal pemiliknya menikmati keuntungan ekonomis, baik melalui kenaikan nilai maupun cuan dalam perdagangannya.

“Oleh karena itu, memang sebaiknya kepemilikan NFT atau aset digital lainnya dilaporkan dalam SPT karena setiap aset yang dimiliki wajib pajak merupakan representasi dari penghasilan yang dia terima," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Sri Mas Sari

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.