2022, Singapura Akan Mulai Bahas Kenaikan Pajak

Perdana Menteri Lee Hsien Loong mengatakan pendapatan tambahan diperlukan untuk mendanai perluasan sistem perawatan kesehatan dan skema dukungan untuk warga lanjut usia Singapura. Oleh karena itu, tarif pajak barang dan jasa harus dinaikkan.

Sri Mas Sari

1 Jan 2022 - 16.00
A-
A+
2022, Singapura Akan Mulai Bahas Kenaikan Pajak

Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong mengikuti pertemuan Asean Leaders Gathering di Hotel Sofitel, Nusa Dua, Bali, Kamis (11/10/2018)./Antara

Bisnis, SINGAPURA – Singapura akan mulai membahas rencana kenaikan pajak barang dan jasa (good and service tax) dalam anggaran 2022 karena ekonomi mulai bangkit dari Covid-19.

Dalam pesan Tahun Barunya, Jumat (31/12/2021), Perdana Menteri Lee Hsien Loong mengatakan pemerintah harus memiliki pendapatan yang dapat diandalkan dan memadai untuk melaksanakan berbagai program sosial. Oleh karena itu, pendapatan tambahan diperlukan untuk mendanai perluasan sistem perawatan kesehatan dan skema dukungan untuk warga lanjut usia Singapura.

"Mereka yang lebih mampu harus memberikan kontribusi yang lebih besar, tetapi setiap orang harus memikul setidaknya sebagian kecil dari beban," katanya, dilansir Channel News Asia, Sabtu (1/1/2022).

Lee menjamin sistem pajak akan tetap progresif dan adil. Dia menambahkan kenaikan tarif GST akan dibarengi dengan kompensasi yang komprehensif untuk meredam dampak pada rumah tangga berpenghasilan rendah.

Rencana untuk menaikkan GST sebesar 2 poin persentase dari 7 persen menjadi 9 persen pertama kali diumumkan pada 2018 dalam pidato Anggaran Menteri Keuangan Heng Swee Keat. Dia mengatakan kenaikan tarif diperlukan untuk memperkuat penerimaan negara, menyusul peningkatan perawatan kesehatan, keamanan, dan belanja sosial lainnya.

Menurutnya, kenaikan GST sebesar dua poin persentase akan mendatangkan pendapatan hampir 0,7 persen produk domestik bruto per tahun.

Heng mengatakan kenaikan akan berlangsung sekitar 2021 hingga 2025 dengan waktu persisnya akan akan diputuskan berdasarkan sejumlah faktor, seperti keadaan ekonomi.

Mengingat dampak Covid-19 terhadap perekonomian, Heng tahun lalu mengatakan peningkatan tidak akan terjadi pada 2021. Dia menegaskan, bagaimanapun, kenaikan itu akan dilaksanakan ‘lebih cepat daripada nanti’, antara 2022 dan 2025.

Heng yang juga Wakil Perdana Menteri sempat mengumumkan GST untuk pendidikan dan perawatan kesehatan bersubsidi akan tetap ditanggung pemerintah sepenuhnya. Rumah tangga berpenghasilan rendah dan menengah juga bisa mendapatkan dukungan dari skema voucer GST permanen, yang akan ditambah ketika tarif GST baru mulai berlaku.

GST terakhir dinaikkan lebih dari satu dekade lalu, yakni pada 2007, dari 5 persen menjadi 7 persen. GST pertama kali diperkenalkan pada 1994 dengan tarif 3 persen, kemudian dinaikkan menjadi 4 persen pada 2003 dan 5 persen pada 2004.

WAKTU PALING IDEAL

Kepada CNA, Asisten Profesor Universitas Teknologi Nanyang Walid Jumblatt Abdullah mengatakan, jika GST dinaikkan, maka ini adalah ‘waktu yang paling tidak buruk’ untuk melakukannya.

"Tidak ada waktu yang baik tentu saja, apalagi mengingat pandemi dan betapa banyak orang yang tidak terlalu baik secara finansial," ujarnya.

Pengamat politik Associate Professor Eugene Tan mengatakan Perdana Menteri telah mengindikasikan ekonomi membaik dan perlu ‘menggigit peluru’. Di satu sisi, pandemi meningkatkan tuntutan mengisi kas pemerintah dan pemulihan pascapandemi, tetapi di sisi lain kenaikan pajak akan makin membebani kantong masyarakat.

“Saya pikir 'TINA' [tidak ada alternatif] selain kenaikan GST pada tahun anggaran baru," ujar profesor hukum dari Singapore Management University ini.

Dia mengatakan 2022 akan menjadi tahun kedua masa pemerintahan Lee. Dengan pemilihan umum pada November 2025 dan pemilihan presiden pada September atau Oktober 2024, pilihan politik yang lebih baik adalah menaikkan pajak ‘lebih cepat daripada nanti’.

Menurutnya, penerapan lebih awal akan memungkinkan orang melihat bagaimana 'skema kompensasi yang komprehensif' membuat kenaikan GST dapat dikelola, terutama untuk rumah tangga berpenghasilan rendah.

"Ini juga dapat membantu mengurangi sensitivitas politik kenaikan GST ketika kompetisi terjadi dalam dua hingga tiga tahun mendatang."

Tan mengatakan, dengan tekanan inflasi pada perekonomian, pemerintah harus menerapkan langkah-langkah kontrainflasi yang kuat untuk memastikan kenaikan GST tidak menambah inflasi atau, lebih buruk lagi, menyebabkan inflasi yang tidak terkendali. Saat itulah, kemampuan pemerintah akan diuji.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Sri Mas Sari

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.