28 November Ada Badai Matahari, Bersiap Hadapi Pukulan Sekilas

Badai Matahari telah dimulai pada 24 November lalu dan diprediksi tiba di Bumi pada 28 November. Tidak muncul prediksi berlebihan, tetapi tetap harus bersiap menghadapi "pukulan sekilas".

Mia Chitra Dinisari

27 Nov 2021 - 11.38
A-
A+
28 November Ada Badai Matahari, Bersiap Hadapi Pukulan Sekilas

Ilustrasi badai Matahari./ShutterStock

Bisnis, JAKARTA – Ilmuwan ruang angkasa bersiap menghadapi awan plasma panas dan medan magnet dari Matahari, yang biasa disebut badai Matahari, yang diprediksi menyerang Bumi pada Minggu (28/11/2021).

Fenomena yang disebut Coronal Mass Ejection (CME) itu terlihat keluar dari Matahari pada Rabu (24/11/2021) dan dapat memberikan "pukulan sekilas" ke planet ini.

CME merupakan awan besar partikel bermuatan dan medan magnet yang mengalir dari korona Matahari, yaitu lapisan terluar atmosfer bintang. Menurut Pusat Prediksi Cuaca Luar Angkasa Amerika Serikat (SWPC), CME dapat mencapai planet ini dengan kecepatan 250 km per detik hingga 3.000 km per detik.

Para astronom di SpaceWeather.com memperingatkan CME Rabu lalu bisa mencapai Bumi pada Minggu (28/11/2021). Peringatan itu muncul setelah filamen besar meletus dari belahan bumi selatan Matahari. Filamen membelah atmosfer Matahari terbuka lebar dan melepaskan awan puing ke luar angkasa.

"Bayangkan ngarai sepanjang 50.000 mil dengan dinding plasma merah panas menjulang tinggi.  Kemarin, ada satu di Matahari. Itu terbentuk ketika filamen magnet terangkat dari belahan Bumi bagian selatan. Dinding bercahaya utuh selama lebih dari 5 jam setelah ledakan." tulis astronom seperti dilansir Express.

Puing-puing yang tertinggal dari ledakan itu difoto oleh pesawat ruang angkasa Stereo-A NASA dan Solar and Heliospheric Observatory (SOHO). "Data tampilan pertama menunjukkan itu mungkin memberikan pukulan sekilas ke medan magnet Bumi pada 28 November," tulis SpaceWeather.

Ketika CME berinteraksi dengan magnetosfer Bumi wilayah ruang yang didominasi oleh medan magnet Bumi, mereka dapat menyebabkan badai geomagnetik (badai Matahari).

"Badai geomagnetik adalah gangguan utama magnetosfer Bumi yang terjadi ketika ada pertukaran energi yang sangat efisien dari angin matahari ke lingkungan luar angkasa di sekitar Bumi. Badai ini dihasilkan dari variasi angin matahari yang menghasilkan perubahan besar pada arus, plasma, dan medan magnetosfer Bumi." jelas SWPC.

Badai matahari terkuat biasanya dikaitkan dengan kedatangan CME. Tergantung pada kekuatan CME, ilmuwan akan memberi peringkat badai yang dihasilkan pada skala "G1 Minor" hingga "G5 Extreme".

Pada skala rendah, badai kecil dapat menyebabkan beberapa gangguan pada operasi satelit dan fluktuasi jaringan listrik yang lemah dapat terjadi. Badai yang lemah juga dapat menciptakan aurora yang indah di garis lintang utara.

Di puncak skala, badai ekstrem dapat menyebabkan "masalah kontrol tegangan yang meluas" dan pemadaman listrik. Saat ini, SWPC tidak memprediksi kerusuhan geomagnetik yang terlihat selama 3 hari ke depan.

BINTIK MATAHARI

Ledakan seperti pada Rabu lalu itu terkait dengan bintik Matahari, yang merupakan badai magnetik di permukaan Matahari. Baik bintik Matahari dan aktivitas Matahari surut dan mengalir dalam siklus yang membentang sekitar 11 tahun, dan badai pekan ini merupakan gejala dari tahap Matahari saat ini dalam siklus itu.

"Sekarang aktivitas Matahari meningkat cukup cepat ke maksimum siklus Matahari berikutnya, yang kami prediksi terjadi pada 2025," kata Bill Murtagh, koordinator program di SWPC, dilansir dari Space.com.

Hal ini membuat khawatir, karena aktivitas Matahari memengaruhi Bumi. Ketika mencapai lingkungan Bumi, ledakan matahari dapat menyebabkan serangkaian fenomena yang disebut cuaca luar angkasa dengan dampak mulai dari tampilan aurora yang indah hingga kerusakan satelit.

Bumi memiliki medan magnetnya sendiri, dan medan magnet yang bercampur di ruang angkasa tidak selalu cocok bersama. "Kedua magnet akan bersatu dan itu akan menciptakan badai geomagnetik ini," kata Murtagh tentang CME yang mencapai Bumi.

Seberapa kuat badai seperti itu tergantung pada ukuran CME dan bagaimana kedua medan magnet sejajar. CME yang cukup besar dan badai geomagnetik akan menjadi buruk tidak peduli apa yang terjadi. Namun untuk CME menengah seperti yang sedang hits minggu ini, gambarannya lebih rumit.

Badai Matahari CME, yang menghantam Bumi dapat memicu terjadinya badai geomagnetik. Arus induksi geomagnetik (GIC) juga dapat timbul akibat adanya terjangan partikel berenergi tinggi dari Matahari yang berasal dari CME atau angin berkecepatan tinggi.

GIC ini dapat memiliki kuat arus rata-rata sebesar 10-15 A dan dapat mencapai 100 A dalam waktu beberapa menit. Arus listrik sebesar ini dapat mengalir melalui jaringan listrik tegangan tinggi dan merusak trafo yang beroperasi pada jaringan tersebut.

Menurut Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), kasus kerusakan trafo pernah terjadi pada 1989 dan pernah terjadi juga beberapa tahun kemudian.

Meskipun perkembangan teknologi pembuatan trafo listrik tegangan tinggi terus dilakukan, besarnya skala aktivitas Matahari tetap menyebabkan antisipasi dan mitigasi kemunculan GIC sulit mengimbangi besarnya dampak yang ditimbulkan.

Beberapa kajian yang dilakukan hingga 10 tahun terakhir terakhir juga menunjukkan bahwa dampak GIC tetap menjadi momok bagi para operator jaringan listrik tegangan tinggi.

"Aktivitas matahari ekstrem juga dapat mengganggu komponen elektronika pada satelit dan menurunkan masa hidup satelit. Hingga saat ini, gangguan operasional satelit dan penurunan orbit satelit masih terjadi saat terjadi peningkatan aktivitas Matahari. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya skala kekuatan aktivitas matahari masih terlalu sulit untuk dapat diimbangi dengan perkembangan teknologi saat ini," tulis Lapan di laman resminya.

Penelitian mengenai kaitan antara flare dan CME hingga saat ini masih menjadi tema yang hangat didiskusikan. Meskipun belum diketahui secara jelas kondisi spesifik flare seperti apa yang disertai dengan CME, terdapat beberapa karakteristik daerah aktif di Matahari yang diketahui berkaitan dengan kemampuannya menghasilkan flare dan CME secara bersamaan. Daerah aktif yang diketahui memiliki filamen besar di atasnya diperkirakan akan dapat melepaskan CME jika terjadi flare. Hal ini karena sebenarnya CME merupakan material plasma yang dlepaskan dari korona matahari.

Material plasma yang terangkat di korona pada dasarnya merupakan filamen atau prominensa. Sehingga, daerah aktif yang tampak memiliki filamen atau prominensa akan lebih berpeluang melepaskan CME. Tentu saja, semakin besar flare yang terjadi akan lebih memperbesar kemungkinan terjadinya CME.

Selain itu, daerah aktif di Matahari yang memiliki ukuran yang sangat besar dan medan magnet yang sangat kuat di sekeliling bagian intinya diketahui lebih sulit menghasilkan CME. Hal ini dikarenakan material filamen pada umumnya terkumpul di atas inti daerah aktif.

Jika medan magnet di bagian luar ini cukup kuat dan melingkupi daerah yang cukup luas, medan magnet ini akan menjadi semacam tudung yang menahan material plasma terlontar dari Matahari jika terjadi flare di inti daerah aktif.

Apa yang terjadi jika Bumi tidak memiliki medan magnet. Jadi jika Bumi tidak memiliki medan magnet maka partikel bermuatan yang dilontarkan Matahari terus menerus akan dapat langsung mempengaruhi atmosfer dan sistem Bumi.

Hal itu tentu berbahaya karena partikel bermuatan tersebut terutama yang benergi tinggi berpotensi merusak teknologi dan juga memengaruhi kesehatan mahluk hidup di Bumi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Syahran Lubis

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.