Aduan Unit-linked Ramai, Tanggung Jawab Siapa?

Aduan terkait dengan produk unit-linked ramai dilayangkan konsumen. Siapa yang harus bertanggung jawab untuk ini?

Denis Riantiza Meilanova & Aziz Rahardyan

7 Okt 2021 - 22.22
A-
A+
Aduan Unit-linked Ramai, Tanggung Jawab Siapa?

Aduan terkait dengan produk unit-linked ramai dilayangkan konsumen. (Bisnis/Himawan L. Nugraha)

Bisnis, JAKARTA— Aduan terkait dengan produk unit-linked atau asuransi yang dikaitkan dengan investasi kian ramai dilayangkan konsumen. Lalu, sebenarnya siapa yang harus bertanggung jawab?

Pemegang polis dari beberapa perusahaan asuransi terkemuka yang tergabung dalam Komunitas Korban Asuransi ini mengeluhkan praktik pemasaran yang sengaja mengarah kepada kesalahan penjualan dan dianggap mencurangi calon nasabah. 

Koordinator Komunitas Korban Asuransi Maria Trihartati (46) berharap regulator menindaklanjuti pengaduan ini dengan memanggil pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menurutnya tidak mampu melindungi kepentingan masyarakat Indonesia. 

Selanjutnya, mewakili lebih dari 200 orang anggota Komunitas Korban Asuransi, Maria juga meminta dukungan dan perhatian dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menekan otoritas agar mengkaji ulang bisnis asuransi unit-linked karena merugikan anggota komunitasnya.

"Penjelasan pihak perusahaan asuransi selalu tidak sesuai dengan yang kenyataan padahal, masyarakat beli karena kepercayaan terhadap agen, sebagai wakil yang membawa nama besar perusahaan asuransi. Kalau mereka ini beres sejak awal, saya yakin tidak ada masalah seperti ini," ujarnya ketika Bisnis temui di Gedung Nusantara III DPR RI, Rabu (6/10/2021). 

Maria juga mengutip data OJK yang menyebut hampir 3 juta polis unit-linked tutup pada April 2021. Menurutnya, fenomena ini bisa diartikan bahwa makin banyak pemegang polis yang sadar bahwa kehadiran produk proteksi ini tidak membawa dampak positif buat masyarakat. 

Dalam kesempatan ini, wanita yang bersama suaminya menjadi korban pemasaran unit-linked yang mengandung kesalahan penjualan dari asuransi AIA, AXA Mandiri, dan Prudential ini bersama beberapa perwakilan pemegang polis lain telah diterima oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. 

"Ke depan, kami sedang melengkapi berkas untuk mengadu juga ke Ombudsman RI. Saat ini, selain ke DPR, kami juga sudah mengirimkan berkas pidana kepada Bareskrim Polri," tambahnya. 

Bersama Maria, turut hadir Viola (29) yang merasa dirugikan oleh metode pemasaran agen Prudential yang tidak pernah menerangkan secara jelas soal risiko dan teknis investasi, tepatnya berkaitan pemisahan biaya proteksi dan investasi. 

Selain tidak pernah mendapatkan keterangan soal porsi penempatan investasi di perjanjian, bahkan laporan bulanan soal kinerja investasi miliknya pun tak pernah diperbarui secara lengkap, sampai akhirnya asetnya anjlok dan hampir ludes. 

"Saya punya bukti kalau agen saya selalu bilang nanti di tahun ke-10 akan dikembalikan modal full dari premi yang saya setorkan, plus hasil investasinya. Ketika saya komplain, baru pihak perusahaan menjelaskan kalau modal full itu maksudnya hanya porsi investasi," jelasnya. 

Menurutnya, selama ini banyak nasabah seperti dirinya yang tidak bersuara karena ditekan, di mana perusahaan menganggap nasabah sudah memahami teknis unit-linked dan mengaku memiliki bukti atas pemahaman itu. 

“Banyak juga teman kami yang tidak pernah dijelaskan ada waktu 14 hari untuk mempelajari polis. Setelah bertahun-tahun baru sadar dan sudah telanjur terjebak," tambahnya. 

Sementara itu, Wenny (46) merupakan pemegang polis salah satu produk unit-linked AIA yang terjebak lewat kanal bancassurance. Wenny mengungkap bahwa kala itu Wenny ditawarkan tabungan investasi jangka panjang bukan asuransi yang dikaitkan dengan investasi.

"Saya waktu itu transaksinya urusan perbankan, tidak ada niat untuk membeli asuransi tetapi dibilang sama pihak bank, daripada uang saya cuma disimpan di tabungan, masuk saja ke tabungan investasi yang ada bonus asuransinya. Saya percaya saja. Ternyata ini unit-linked, dan akhirnya aset saya ini berkurang 40 persen," ungkapnya. 

Perkumpulan Agen Asuransi Indonesia (PAAI) turut memberikan tanggapan atas munculnya aduan terkait dugaan ketidaksesuaian penjualan (misselling) produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi.

Ketua Bidang Investasi dan Pajak PAAI, Henny E. Dondocambey menilai praktik misselling yang terjadi di lapangan bisa saja disebabkan agen asuransi tidak paham secara menyeluruh atas produk yang dijualnya atau agen memiliki motivasi yang berorientasi terhadap penjualan sehingga kurang transparan dalam menjelaskan produk yang dijualnya.

"Perusahaan asuransi selalu men-training-kan secara transparan, tinggal kembali ke pribadi si agen. Dia mungkin tidak transparan, tetapi bisa juga dia tidak paham, dan motivasinya apa?," ujar Henny, Kamis (7/10/2021).

Menurutnya, memang sebaiknya produk asuransi yang dijual lebih fokus terhadap proteksi. Namun, hal itu tentu saja kembali kepada perusahaan asuransi yang ingin mengembangkan produknya. Pihaknya sebagai agen hanya menjadi tenaga penjual dari produk yang ditawarkan oleh perusahaan asuransi.

PAAI sebagai wadah para agen pun juga berupaya untuk terus melakukan edukasi kepada para anggotanya untuk melakukan praktik penjualan yang baik.

Ketua Umum PAAI, Lucia Wenny menyampaikan bahwa selama ini, pihaknya rutin melakukan edukasi kepada para anggotanya yang saat ini telah mencapai 1.000 anggota berbayar dan 8.000 anggota tidak berbayar. Edukasi diberikan untuk meningkatkan pengetahuan para agen mengenai seluk-beluk produk-produk asuransi, termasuk unit-linked.  

"Secara garis besar produk asuransi [dari berbagai perusahaan] memiliki aturan main sama. Jadi kami punya acara dengna berbagai narasumber dan perusahaan, serta trainer yang andal untuk mengedukasi para agen," kata Lucia.

Sebelumnya, Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) 2A OJK Ahmad Nasrullah mengatakan otoritas tengah merancang rambu-rambu yang lebih ketat terhadap pengelolaan investasi dari produk unit-linked yang dijual oleh perusahaan asuransi. 

"Untuk produk unit-linked akan kami perketat investasinya karena ini uang masyarakat yang risikonya ditanggung masyarakat. Kalau ada potensi keuntungan besar nanti jadi tertutup, tidak apa-apa saya bilang, kita bergerak di moderat saja. Toh, nanti ada pilihan agresif, moderat, dan konservatif," ujar Nasrullah.


Dia mengakui bahwa saat ini ada tuntutan untuk menutup atau memoratorium penjualan produk unit-linked yang dipicu dari mencuatnya kasus gagal bayar sejumlah perusahaan asuransi.

Namun sebagai regulator, OJK tidak bisa lantas melakukan moratorium sebab nyatanya masih ada segmen pasar yang memerlukan produk unit-linked. Selain itu, penjualan produk unit-linked merupakan praktek umum yang banyak diterapkan di berbagai negara.

Untuk itu, pengetatan aturan penjualan produk unit-linked menjadi jalan tengah untuk mengakomodir kepentingan nasabah dan industri asuransi.

"Yang perlu dibenahi memang produk ini untuk segmen tertentu, jualnya harus transparan. Nanti kami perketat aturan investasinya, jadi fair.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Duwi Setiya Ariyant*

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.