Aksi Stock Split Kian Marak Sambut Kebangkitan Investor Ritel

Kini, investor ritel domestik lebih mendominasi aktivitas transaksi di pasar modal, menggantikan investor institusi dan asing yang sebelumnya menguasai pasar. Kesempatan ini pun dimanfaatkan emiten untuk melakukan stock split agar sahamnya lebih terjangkau bagi kantong investor ritel.

Tim Redaksi

16 Nov 2021 - 20.29
A-
A+
Aksi Stock Split Kian Marak Sambut Kebangkitan Investor Ritel

Ilustrasi perencana investasi/AARP Magazine

Bisnis, JAKARTA —  Sejumlah emiten berlomba-lomba menurunkan harga sahamnya yang sudah terlalu premium dalam rangka menggaet investor ritel yang ramai masuk pasar modal.

Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis, setidaknya ada delapan emiten yang melakukan pemecahan nilai nominal saham atau stock split. Teranyar, ada PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA) dan PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) yang berencana untuk menempuh aksi korporasi tersebut.

Head of Equity Research BNI Sekuritas Kim Kwie Sjamsudin mengatakan alasan emiten melakukan stock split biasanya untuk mempermudah investor ritel dalam mengakumulasikan saham emiten tersebut.

“Karena dengan stock split, harga 1 lotnya akan berkurang signifikan,” kata Kim saat dihubungi Bisnis, Selasa (16/11).

Dari seluruh saham yang sudah melakukan stock split, Kim mengatakan BNI Sekuritas hanya memantau saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) yang saat ini diberi rekomendasi tahan.

Adapun, emiten yang melakukan stock split dapat memanfaatkan momentum investor ritel yang ramai masuk ke pasar modal belakangan ini.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat jumlah investor di pasar modal telah bertambah signifikan yang didominasi oleh milenial di sepanjang tahun berjalan sebesar 6,8 juta investor.

“[Jumlah investor] tumbuh 102,97 persen secara tahunan. Dari jumlah tersebut, 99 persen adalah investor ritel,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso.

Bursa Efek Indonesia mencatat investor ritel telah menguasai 57 persen transaksi pasar modal Indonesia pada 2021.

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Inarno Djajadi mengatakan bahwa 2020 merupakan tahun kebangkitan bagi investor ritel Indonesia. Sejak tahun lalu, investor ritel mampu mendominasi pasar modal modal Indonesia.

“Jumlah kepemilikan investor saham telah mencapai 14 persen. Artinya, sebanyak 3 juta investor ritel memiliki 1.116 triliun saham atau rata-rata Rp368 juta per investor. Terakhir investor ritel mampu merajai transaksi bursa pada 2021 mencapai 57 persen,” katanya Selasa (16/11) pada webinar CEON Networking.

Inarno menambahkan bahwa sejak 2016 investor saham telah tumbuh sebesar 5,7 kali lipat menjadi 3 juta investor pada 2021. Adapum, hingga Oktober lalu, total investor pasar modal sebesar 6,7 juta atau tumbuh 7,5 kali lipat sejak 2016. Sementara itu, total transaksi aktif harian mencapi 200.000 investor pada 2021.

Analis Teknikal Panin Sekuritas William Hartanto sependapat bahwa langkah stock split bisa membuat saham emiten menjadi likuid dan terjangkau untuk investor ritel. Namun, besaran rasio stock split tidak dapat dijadikan tolok ukur bagi menarik tidaknya sahamnya.

Adapun, mengenai efek setelah stock split, William mengatakan bahwa trennya akan berlanjut seperti sebelum stock split. Kalau sahamnya uptrend sebelum stock split, maka akan berpotensi tetap uptrend setelah stock split terjadi.

DSSA baru saja mengumumkan rencana stock split yang akan dilanjutkan dengan rights issue. Tidak tanggung-tanggung, rasionya mencapai 1:10. Artinya, satu saham DSSA akan dipecah menjadi 10 saham dengan harga masing-masing sepersepuluh dari harga sebelumnya.

Dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (15/11), DSSA menyampaikan nilai nominal saham perseroan setelah stock split adalah Rp25 per saham, dari sebelumnya Rp250 per saham.

"Stock split ini diharapkan dapat meningkatkan minat investor untuk membeli saham perseroan, meningkatkan jumlah pemegang saham perseroan, meningkatkan likuiditas saham perseroan, dan mendukung pertumbuhan nilai perseroan," tulis Manajemen DSSA.

Dengan stock split ini, jumlah saham perseroan yang beredar akan bertambah menjadi 7,7 miliar saham dari sebelumnya 770 juta saham. Untuk menjalankan aksi korporasi ini, DSSA rencananya akan melakukan rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada 22 Desember 2021.

Adapun, saham DSSA hari ini, Selasa (16/11) berada di level harga tertinggi dari semua saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia senilai Rp49.975 per saham. Saham perseroan turun 0,60% hari ini setelah ditransaksikan hanya sebanyak tiga kali.

Sejak awal tahun hingga saat ini, saham DSSA tercatat telah mengalami kenaikan 212,34 persen. Saham ini memiliki kapitalisasi pasar senilai Rp38,51 triliun dengan price to earning ratio (PER) 30,24 kali. Melambungnya saham DSSA tak lepas dari peningkatan harga batu bara dan rencana entitas usaha mengakuisisi aset tambang di Australia.

Sementara itu, AKRA berencana melakukan stock split dengan rasio 1:5. RUPSLB akan digelar pada 20 Desember 2021 mendatang untuk meminta restu bagi aksi korporasi tersebut.

Jika dibandingkan dengan DSSA, saham AKRA sejatinya masih jauh lebih likuid. Hari ini, saham AKRA ditutup meningkat 1,62 persen ke level Rp4.400 setelah ditransaksikan sebanyak 3.217 kali. Saham AKRA juga masih menjadi anggota indeks LQ45.

Namun, rupanya manajemen AKRA belum puas dengan tingkat likuiditas saham perseroan, sehingga memutuskan untuk tetap melakukan stock split.

Presiden Direktur AKRA Haryanto Adikoesoemo mengatakan, melalui stock split ini harga saham perseroan akan menjadi lebih terjangkau, khususnya bagi investor ritel. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah pemegang saham perseroan.

Direksi AKRA melihat tren peningkatan partisipasi investor ritel di pasar saham Indonesia dan regional yang telah meningkat secara signifikan selama setahun terakhir sebagai hal yang positif untuk perkembangan pasar saham.

Dengan stock aplit ini, nilai nominal saham AKRA akan menjadi Rp20 per saham dari nilai nominal saat ini sebesar Rp100 per saham.

“Sebagai konstituen LQ45 dan IDX ESG Leader Index, AKR Corporindo yang telah memberikan kinerja yang konsisten selama 3 tahun terakhir, akan menarik bagi investor ritel. Usulan untuk stock split akan meningkatkan likuiditas AKRA dan meningkatkan kepemilikan saham di antara komunitas investor. Kami mendukung upaya BEI dan pemerintah untuk mengembangkan pasar modal Indonesia dan meningkatkan partisipasi anak muda di pasar modal domestik," kata Haryanto, Kamis (11/11).

(Reporter: Dwi Nicken Tari, Pandu Gumilar, Annisa Saumi, & Mutiara Nabila)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Emanuel Berkah Caesario

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.