Alibaba & Amazon, Saling Intip Strategi Berebut Pasar Indonesia

Investasi yang digelontorkan oleh Amazon dan Alibaba ke Indonesia dan perusahaan rintisan dalam negeri akan makin banyak ke depan. Hanya saja, kapital yang digelontorkan tidak selalu berbentuk uang. Seperti apa persaingan tech giants besutan Jeff Bezos dan Jack Ma di pasar Indonesia?

Leo Dwi Jatmiko

1 Nov 2021 - 10.34
A-
A+
Alibaba & Amazon, Saling Intip Strategi Berebut Pasar Indonesia

Logo aplikasi Amazon dan Alibaba dari layar gawai/istimewa

Bisnis, JAKARTA — Alibaba Group Holding Ltd. dan Amazon.com Inc. kian menancapkan taring bisnisnya di Indonesia. Kedua tech giants asal China dan Amerika Serikat seolah saling tak mau kalah memperebutkan pengaruh di berbagai lini industri teknologi Tanah Air.

Baik Alibaba maupun Amazon telah memiliki rekam jejak yang cukup signifikan dalam hal investasi ke berbagai sektor teknologi di dalam negeri, mulai dari pendanaan ke perusahaan rintisan (startup) dagang-el, pangkalan data (data center), hingga teknologi finansial (tekfin).

Akan tetapi, keduanya diramalkan lebih sengit memperebutkan ceruk investasi ke aplikasi super di ekosistem perbankan digital dan teknologi finansial di Indonesia ke depannya.

Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (IDIEC) M. Tesar Sandikapura menilai perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor-sektor tersebut memiliki transaksi dalam jumlah jumbo sehingga membutuhkan dukungan tempat penyimpanan data dan teknologi yang andal. 

Selain itu, dari sisi industri, perbankan digital dan tekfin terus mengalami pertumbuhan eksponensial di Indonesia. 

Untuk perusahaan tekfin, beberapa di antaranya bahkan sudah menyabet status unikorn sebelum tutup tahun ini. Ajaib, dalam hal ini, menjadi perusahaan tekfin dengan status unikorn pertama di Asia Tenggara setelah meraih pendanaan senilai US$153 juta pada bulan ini. 

Perusahaan seperti Ajaib, menurut Tesar, akan menjadi target investasi raksasa teknologi sekelas Alibaba dan Amazon. Investasi dalam bentuk teknologi atau perangkat lunak, yang membuat perusahaan tersebut makin tumbuh, atau membuat kepuasan pelanggan meningkat. 

“Perusahaan yang butuh keamanan tinggi juga bisa menjadi target investasi dua raksasa teknologi itu,” kata Tesar, Minggu (31/10/2021). 

Tesar mengatakan, perusahaan teknologi yang telah memiliki jutaan transaksi dan lalu lintas data besar akan berpikir ulang untuk menggunakan layanan pangkalan data lokal. 

Perusahaan pangkalan data lokal menggunakan teknologi massal atau yang terdapat di pasar. Sementara itu, teknologi Alibaba dan Amazon dikembangkan secara mandiri. 

“Alibaba dan Amazon memiliki racikan sendiri. Teknologi itu akan terasa bagi perusahaan teknologi yang memiliki transaksi jutaan ke atas,” kata Tesar. 

MODAL UTAMA

Lebih lanjut, Tesar menjabarkan pangkalan data dan teknologi mumpuni menjadi modal perusahaan teknologi seperti Alibaba dan Amazon dalam berinvestasi ke Tanah Air. Tech giants besutan Jack Ma dan Jeff Bezos itu diprediksi terus berinvestasi hanya saja dalam bentuk barang. 

Tesar  memperkirakan investasi yang digelontorkan oleh Amazon dan Alibaba ke Indonesia dan perusahaan rintisan dalam negeri akan makin banyak ke depan. Hanya saja, kapital yang digelontorkan tidak selalu berbentuk uang.

Secara infrastruktur, lanjutnya, selain memiliki pangkalan data di luar negeri dan layanan komputasi awan, Amazon dan Alibaba memiliki pangkalan data di dalam negeri. 

Kapasitas yang terdapat di pangkalan data tersebut lah yang nantinya akan diberikan atau dihitung sebagai investasi. Selain itu, investasi juga dapat berupa solusi teknologi yang mereka miliki.

“Alibaba dan Amazon membuat teknologi penyimpanan sendiri yang tidak bisa dihasilkan oleh perusahaan dalam negeri sehingga para perusahaan teknologi lebih tertarik menggunakan layanan Alibaba dan Amazon,” kata Tesar. 

Tesar melanjutkan saat perusahaan teknologi memasuki tahap awal, di mana transaksi dan lalu lintas data masih sedikit, masih dapat menggunakan layanan pangkalan data milik pemain lokal. 

Hanya saja, ketika transaksi dan lalu lintas data sudah mencapai jutaan jumlahnya seperti unikorn, maka perusahaan teknologi membutuhkan perusahaan pangkalan data yang lebih berpengalaman dengan teknologi keamanan yang telah teruji. 

Sejauh ini, menurut Tesar, Amazon dan Alibaba menjadi dua perusahaan teknologi yang memiliki kriteria tersebut. 

“Alibaba dan Amazon pasti menang dalam hal teknologi. Mereka memiliki teknologi yang lebih hebat. Jadi mereka percaya diri bakal menang pada waktunya,” kata Tesar. 

Tesar menuturkan ongkos operasional perusahaan rintisan hampir 50% dihabiskan untuk menyimpan dan mengelola data. 

Tingginya kebutuhan perusahaan teknologi terhadap hal itu menjadi peluang bagi Amazon dan Alibaba untuk masuk ke perusahaan teknologi di Indonesia, dan mengakuisisi sebagian saham mereka, yang kemudian ditafsirkan sebagai investasi. 

“Istilahnya menyetor modal tidak dalam bentuk uang tunai [inbreng]. Pemain pangkalan datang memberikan akses kepada perusahaan teknologi Indonesia,” kata Tesar. 

Tesar mengatakan strategi tersebut telah diterapkan oleh Google saat berinvestasi ke Gojek pada Juni 2020. Saat itu, Google bersama dengan Tencent, Facebook, dan Paypal. Itu merupakan kali kedua setelah sebelumnya Google berinvestasi senilai US$1 miliar ke Gojek. 

Dia menduga salah satu tawaran Google saat itu adalah pemanfaatan sejumlah aplikasi di Google dengan gratis atau biaya terjangkau, yang membuat layanan Gojek makin optimal. 

Cara serupa Tesar perkirakan akan terus terjadi oleh raksasa-raksasa teknologi global yang beroperasi di dalam negeri. 

“Notifikasi yang muncul di layar gawai itu bisa dibuat sendiri, hanya saja tidak akan sehebat Google dan raksasa teknologi lainnya. Mahal harga layanannya, per hit sekian dollar,” kata Tesar. 

Sebelumnya, Alibaba dan Amazon terus menguatkan posisi masing-masing di Indonesia  dengan melakukan beragam investasi. 

Dalam bisnis pangkalan data, Amazon membangun pangkalan data dengan nilai Rp40 triliun di Jawa Barat. Pangkalan data Amazon ditargetkan beroperasi pada akhir 2021 atau awal 2022. 

Sementara itu, Alibaba mengungkapkan akan melakukan ekspansi ke Filipina, Singapura dan Indonesia. 

Alibaba melalui Alibaba Cloud sendiri telah memiliki 3 data center di Indonesia yang dibangun pada 2018, 2019, dan 2021. 

Selain infrastruktur, keduanya juga terlibat dalam pendanaan di perusahaan rintisan. Pada Agustus 2017, Alibaba berinvestasi Rp15,2 triliun kepada Tokopedia. Sementara Jeff Bezos—pendiri Amazon—investasi ke startup dagang-el. 

Beberapa bank digital dan operator seluler juga dikabarkan tidak luput dari rencana investasi kedua perusahaan teknologi tersebut. 

Pendiri Amazon Jeff Bezos semakin kaya saat pandemi virus Corona (Covid-19)./Intheblack

PERBEDAAN TEKNOLOGI

Sekjen Asosiasi Penyelenggara Data Center Indonesia (IDPRO) Teddy Sukardi mengatakan teknologi pemain pangkalan data dalam negeri dengan pemain pangkalan data luar negeri sekelas Alibaba dan Amazon sangat berbeda. 

Raksasa teknologi seperti Alibaba dan Amazon, berfokus pada pangkalan data saja. Sementara itu, perangkat lunak yang beroperasi di dalamnya menggunakan pihak ketiga, yang juga bisa dikerjasamakan dengan perusahaan lokal. 

Dia mengibaratkan seperti sebuah hotel. Hotel yang dibangun oleh warga lokal dan warga luar negeri tidak akan berbeda. 

Kalau orang asing menggunakan kontraktor yang tidak profesional maka jelek hotelnya, dan orang Indonesia menggunakan kontraktor yang bagus bisa menjadi bagusnya hotelnya.

“Jadi Amazon dan Alibaba itu leading company penyedia layanan. Mereka bekerja sama dengan mitra, tidak bisa melakukan sendiri. Setidaknya beberapa mitra yang spesialis di bidang tertentu,” kata Teddy. 

Teddy mengatakan keunggulan pemain pangkalan data luar negeri hanya citra, karena sudah terkenal di dunia sebagai penyedia layanan komputasi awan. 

Meski demikian, Teddy menilai aktivitas penempatan modal dengan memberikan teknologi dan kapasitas pangkalan data sangat mungkin terjadi. 

Jumlah pangkalan data yang banyak di Tanah Air, akan menimbulkan persoalan ke depannya dalam hal penjualan kapasitas. Salah satu caranya adalah dengan inbreng.  “Akuisisi dengan syarat menjadi pelanggan sangat bisa terjadi,” kata Teddy. 

Di sisi lain, Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi menilai Indonesia merupakan pasar bisnis digital dan  butuh investasi banyak. 

Biasanya, kata Heru, raksasa teknologi yang masuk dan berinvestasi akan membawa produk mereka untuk dipasarkan di Indonesia

“Bisnis yang masih terbuka salah satunya adalah pangkalan data, di mana ke depan kebutuhannya akan besar,” kata Heru. 

Heru berpendapat pangkalan data merupakan pintu pandora yang akan membuka bisnis lain seperti maha data analistis, nantinya akan masuk ke layanan utama seperti Amazon. 

Adapun, Ketua Infrastruktur Telematika Nasional Masyarakat Telematika (Mastel) Sigit Puspito Wigati Jarot mengatakan pemain asing masuk Indonesia karena peluang ekonomi data di Indonesia masih sangat terbuka dan potensinya masih akan tumbuh. 

Meski sudah ada  pemain domestik, tetap peluangnya masih besar. “Dan mungkin pemain besar asing melihat lebih memiliki competitive advantage, untuk berkompetisi dengan pemain domestik,” kata Sigit.

Seorang pejalan kaki melewati logo Alibaba di China/ Bloomberg

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.