Ancaman Kedaulatan Data RI Mengintai di Balik Euforia 5G

BSSN mengakui perkembangan 5G di Indonesia bagaikan pedang bermata dua. Di satu sisi kehadirannya bakal memberikan banyak manfaat, tetapi juga tidak sedikit mengandung ancaman baik secara teknis maupun sosial.

12 Agt 2021 - 21.54
A-
A+
Ancaman Kedaulatan Data RI Mengintai di Balik Euforia 5G

Ilustrasi smart city/Reuters

Bisnis, JAKARTA — Meski digadang-gadang sebagai teknologi masa depan, 5G dinilai berpotensi membuka risiko bagi keamanan siber di Indonesia. Pemerintah pun mesti segera menyiapkan langkah mitigasi untuk menangkal potensi tersebut.

Ketua Forum 5G Indonesia Sigit Puspito Wigati Jarot mengatakan risiko dan tantangan pergelaran jaringan 5G terbagi atas tiga yaitu fungsi dari ancaman, aset, dan kerentanan. 

Dari sisi ancaman, menurut Sigit, aktor risiko 5G berasal dari banyak hal seperti kriminal siber, aktivis peretas, kelompok teroris, orang pencari kepuasan, dan bahkan negara. Masing-masing pelaku memiliki motif yang berbeda-beda.  

“[Aktor] yang paling menakutkan adalah nation states atau disponsori oleh negara tertentu,” kata Sigit dalam acara 5G Security Workshop, Kamis (12/8/2021). 

Dalam kasus ancaman 5G yang digerakan oleh sebuah negara, motivasi dari serangan siber adalah geopolitik.

Sementara itu, motivasi serangan siber dengan aktor penjahat siber dan aktivis peretas tujuannya umumnya sebatas mencari keuntungan. 

Mengenai tipe-tipe ancaman 5G,  Sigit—yang juga menjabat sebagai Ketua Infrastruktur Telematika Nasional Mastel—mengatakan wujudnya dapat berupa aktivitas jahat, serangan fisik, penyadapan tidak sah, kerusakan yang tidak  disengaja, bencana dan lain sebagainya. 

Dari unsur serangan fisik, 5G dapat membuat seseorang melakukan kegiatan vandalisme, sabotase hingga pencurian.

Jaringan 5G yang supercepat juga berisiko disalahgunakan untuk menyerang atau membanjiri situs tertentu dengan serangan siber sehingga situs tersebut lumpuh atau down.

“Penyalahgunaan mekanisme virtualisasi itu termasuk salah satu [ancaman] yang sudah diidentifikasi, juga  eavesdropping [penangkapan komunikasi oleh pihak tidak berwenang] yang juga cukup serius dalam keamanan negara dan juga sabotase,” kata Sigit. 

Ilustrasi pengguna sedang mengetik kode siber./Reuters-Kacper Pempel

Tantangan 5G selanjutnya adalah perihal kerentanan,  yang dapat terjadi di perangkat lunak, perangkat keras, maupun kebijakan 5G. Kemudian, kerentanan juga dapat terjadi di rantai pemasok dan penggelaran jaringan. 

Dalam pemaparan Sigit, disebutkan bahwa 5G dengan infrastruktur yang lebih masif justru memiliki risiko lebih besar sebagai target untuk intersepsi atau disadap.

Tiang pemancar 5G yang berukuran kecil, yang digelar di daerah padat, menimbulkan risiko keamanan. 

“Kemudian, terkait dengan kerentanan rantai pemasok, kurangnya keragaman perangkat dan solusi serta ketergantungan berlebih terhadap penyuplai tertentu, sebenarnya wujud kerentanan keamanan. Jadi tidak boleh satu jaringan hanya bergantung pada satu pemasok tertentu.” 

Adapun, dalam hal risiko dari sisi aset, Sigit mengatakan data adalah aset. Makin besar data dan makin kritis, maka isu aset makin serius. 

Tidak hanya itu, dari sisi kasus pemanfaatan 5G juga memiliki banyak risiko dan ancaman.

Perbedaan syarat perlindungan data berbagi layanan, penyebaran informasi berbahaya, dan kebocoran data privasi merupakan risiko pergelaran 5G dalam pemanfaatan untuk internet bergerak cepat. 

Jika digunakan untuk masif IoT, risiko ancaman berupa terminal palsu, gangguan penyadapan data dan kontrol dari jarak jauh.

Kemudian, pemanfaatan 5G untuk latensi menimbulkan risiko ancaman berupa serangan dunia maya (DoS) dan risiko integrasi data.

SIMALAKAMA

Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) turut mengakui perkembangan teknologi baru—termasuk 5G—bagaikan pedang bermata dua. Di satu sisi kehadirannya memberikan manfaat, tetapi juga membawa ancaman secara teknis dan sosial.

Kepala BSSN Hinsa Siburian mengatakan, secara teknis, para peretas dengan teknologi dan perangkat yang dimiliki dapat mencuri berbagai data pelanggan yang disimpan oleh penyedia layanan. 

“Namun, ada juga ancaman bersifat sosial seperti propaganda dan menyebarkan bukti-bukti palsu di media sosial sehingga menimbulkan keresahan. Begitupun ancaman spionase dan sabotase,” kata Hinsa. 

Dengan adanya potensi ancaman yang bersifat teknis, kata Hinsa, BSSN menyusun strategi keamanan, seperti memperkuat sistem keamanan di pengguna akhir. 

BSSN juga memperkuat sistem deteksi dini ancaman serangan siber dan terus memperbaharui penanggulangan insiden siber. 

Tidak hanya itu, kata Hinsa, BSSN mendorong ditetapkannya peraturan presiden tentang Strategi Keamanan Siber Nasional yang didalamnya terdapat pembahasan mengenai manajemen krisis siber. 

“Kami berharap agar Perpres SKSN dapat segera disahkan agar dapat mendorong terciptanya ruang siber yang aman dan kondusif bagi kemajuan negara,” kata Hinsa. 

Pengamanan data di era 5G membutuhkan keterlibatan dari berbagai pihak. Setidaknya terdapat tiga lapisan yang harus ikut serta dalam menjaga data mereka di era jaringan super cepat 5G. 

Letnan Jenderal TNI (Purn) Hinsa Siburian (kiri) diambil sumpah jabatan saat pelantikannya sebagai Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) di Istana Negara, Jakarta, Selasa (21/5/2019)./ANTARA-Puspa Perwitasari

Dalam kaitan itu, Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Ismail mengatakan 5G akan membuat aktivitas di ruang digital makin banyak.

Dengan kecepatan 20 kali lipat lebih besar dari 4G dan latensi dibawah 1 milidetik, informasi yang tersebar di dunia maya bakal makin masif. 

Aktivitas yang terjadi adalah aktivitas kritis dengan nilai ekonomi yang besar. Jaringan 5G juga berperan dalam menggerakan aktivitas kritis di manufaktur, di mana jutaan perangkat akan terhubung dengan jaringan generasi kelima.

Peran yang makin krusial ini membutuhkan tingkat keamanan yang makin tinggi. 

“Sektor keamanan juga akan masuk. Maka dengan kondisi seperti itu keamanan terhadap ruang digital adalah suatu keharusan,” kata Ismail.

Ismail menyebut pengamanan ruang digital bersifat multi dimensi dan harus didekati dengan banyak aspek.

Pengamanan 5G nantinya tidak hanya berada di lapisan infrastruktur saja, juga berada di lapisan platform dan aplikasi serta masyarakat atau individu. 

Ismail menuturkan untuk lapisan infrastruktur 5G, penyedia layanan telekomunikasi, dan vendor memiliki kewajiban  untuk menjaga pengamanan di level infrastruktur. 

“Ketika terjadi gangguan di level ini dampaknya akan sangat besar karena sifatnya sangat masif,” kata Ismail. 

Ismail mengatakan perlu dipersiapkan suatu prosedur yang berlaku di infrastruktur pengamanan. 

Untuk lapisan aplikasi dan platform, isu pengamanan bukan dilakukan setelah aplikasi beroperasi, tetapi sejak aplikasi disusun dan didesain. Pembuat aplikasi menerapkan data coding yang kuat sehingga aplikasi tidakd apat dibobol. 

“Sudah banyak sekarang keahlian secure coding untuk membangun aplikasi,” kata Ismail. 

Terakhir, kata Ismail, pengamanan di tingkat individual. Masyarakat harus menggunakan kata sandi yang sulit ditembus.  

Kata sandi juga harus dijaga selalu kerahasiaannya dengan mengganti secara periodik.

Pengamanan 5G tidak dapat dilakukan di salah satu lapisan saja. Semuanya harus terlibat untuk memastikan 5G dimanfaatkan untuk hal-hal yang positif. 

“Tanpa dibantu oleh kultur baru bahwa pengamanan ini penting, perangkat-perangkat pengamanan yang telah diterapkan tidak akan berjalan optimal,” kata Ismail. 

Ismaill menambahkan pendekatan yang dilakukan dalam mengamankan data di era 5G nantinya juga berupa regulasi dan kesedaran masyarakat. 

Kemenkominfo akan menyiapkan regulasi standar terhadap hadirnya teknologi baru. Standar tersebut disusun merujuk pada standar yang diterapkan di negara-negara lain. 

“Sehingga nantinya ketika menerapkan teknologi baru harus mengikuti standar-standar tertentu dalam konteks pengamanan ini,” kata Ismail.

INVESTASI OPERATOR

Dari sisi operator, PT XL Axiata Tbk. memastikan investasi pengamanan jaringan 5G tidak akan membebani perusahaan.

Perusahaan berkode saham EXCL telah memperhitungkan biaya menjaga keamanan jaringan saat menggelar 5G.  

Group Head Corporate Communications XL Axiata Tri Wahyuningsih mengatakan jaringan 5G selain lebih andal dan memiliki kapasitas lebih besar, dari sisi keamanan  juga memiliki standarisasi tinggi, seperti standar bodi 5G 3GPP, GSMA dan NESAS. 

XL akan melibatkan mitra terbaik yang dapat memenuhi standar keamanan dalam pergelaran 5G nantinya. 

“XL Axiata akan memilih mitra teknologi yang mematuhi dan menerapkan standar keamanan di perangkat tersebut untuk memastikan tidak hanya andal namun juga aman,” kata Ayu kepada Bisnis, Kamis (12/8/2021). 

Dari sisi investasi, kata Ayu, penerapan standarisasi keamanan 5G menjadi satu kesatuan dari investasi 5G secara keseluruhan. 

Ayu tidak dapat menyebutkan biaya yang harus digelontorkan untuk keamanan jaringan 5G.  XL juga telah melakukan perhitungan sehingga pengamanan jaringan 5G tersebut tidak membebani perusahaan nantinya. 

“Tentunya sudah diperhitungkan tidak akan membebani perusahaan kedepannya,” kata Ayu. 

Sekadar informasi, XL Axiata telah dinyatakan lulus uji laik operasi 5G pada Kamis (12/8/2021). Dengan mengantongi izin, XL dapat menghadirkan layanan 5G kepada para pelanggan. 

Ayu sempat mengatakan saat ini pelanggan ritel masih yang paling siap untuk menerima layanan 5G, mengingat kasus pemanfaatan 5G di Tanah Air masih terbatas karena spektrum frekuensi belum tersedia. 

Adapun untuk jangka panjang, seiring dengan ketersediaan spektrum dan kasus pemanfaatan yang terus berkembang, penetrasi layanan 5G akan masuk ke industri dan enterprise.

Sekadar informasi, per kuartal II/2021, XL memiliki pelanggan sebanyak 56,7 juta pelanggan. Rerata pendapatan yang dibukukan XL per pelanggan adalah sebesar Rp36.000

Salah satu persiapan yang dilakukan XL untuk menggelar 5G adalah terus memperpanjang jaringan serat optik yang dimiliki.

Hingga saat ini, XL telah memiliki kabel serat optik sepanjang 113.000 kilometer.

Sementara itu, PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) terus memperkuat ekosistem 5G untuk kawasan industri. Kerja sama yang terjalin dengan PT Barindo Anggun Industri menjadi bagian dari upaya tersebut. 

VP Internet of Things Telkomsel Alfian Manullang mengatakan teknologi Narrowband IoT yang digunakan pada Smart Water Meter bersama Barindo Anggun, merupakan bagian dari peta jalan implementasi 5G. 

Telkomsel  berupaya untuk menghadirkan solusi 5G yang dapat terkoneksi dengan jutaan perangkat  dalam radius 1 kilometer. 

"Solusi NB IoT ini dapat digunakan pada smart meter air, gas, dan listrik, kemudian lampu jalan pintar serta sensor-sensor lingkungan lainnya," kata Alfian kepada Bisnis, Rabu (11/8/2021).  

Alfian berpendapat penerapan teknologi NB-IoT dan 5G dalam sektor industri dapat mengakselerasi digitalisasi operasional perusahaan. 

Telkomsel terus bekerja sama  dengan para mitra ekosistem di segmen enterprise lainnya untuk mendorong akselerasi Industry 4.0 dengan mengembangkan solusi digital yang berbasis kebutuhan pelanggan atau customer centric.

“Solusi IoT dengan implementasi teknologi 5G akan membuka berbagai peluang baru bagi sektor industri,” kata Alfian.  

Dia menambahkan sentuhan teknologi 5G mengurangi latensi data dan dapat mendukung solusi-solusi yang membutuhkan kecepatan data yang sangat tinggi/ 

Sektor manufaktur, eksplorasi pertambangan, minyak dan gas serta transportasi, menurut Alfian, akan banyak mendapatkan manfaat dari implementasi teknologi 5G pada IoT. 

Reporter : Leo Dwi Jatmiko

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.