Ancaman Negara jika Pengusaha Tak juga Lakukan Hilirisasi

Pemerintah akan menindak tegas pengusaha yang tak melakukan hilirisasi di Indonesia.

Jaffry Prabu Prakoso

3 Des 2022 - 10.48
A-
A+
Ancaman Negara jika Pengusaha Tak juga Lakukan Hilirisasi

Pagar pengaman atau guard rail, salah satu produk penghiliran baja dari PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS). /Perseroan

JAKARTA – Pemerintah akan menindak tegas pengusaha yang tak melakukan hilirisasi di Indonesia. Pasalnya, pemerintah akan tetap melakukan kebijakan tersebut lantaran terbukti memberikan nilai tambah bagi perekonomian domestik.

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa dirinya tak segan-segan untuk menahan perizinan pengusaha yang mencoba untuk menghalangi terjadinya hilirisasi di dalam negeri.

“Kalau ada yang main-main, mohon maaf walau senior juga saya tahan izinnya. Nggak ada cerita, ini hilirisasi,” katanya dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kadin 2022, Jumat (2/12/2022).

Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel. - JIBI/Nurul Hidayat 
Bahlil mengakui bahwa saat ini masih saja ada pengusaha yang mencoba untuk menghalangi agar tak terjadi hilirisasi yang masif. Salah satunya adalah hilirisasi batu bara menjadi DME (dimethyl ether). 

Sebelum adanya hilirisasi DME, Bahlil mengatakan bahwa impor LPG tiap tahunnya mencapai 6 juta metrik ton. Adapun harga enam juta metrik ton saat ini mencapai US$900, sehingga pemerintah memberikan subsidi hampir Rp13 triliun. 

Padahal menurut Bahlil, Indonesia dapat membuat substitusi impor yakni low kalori DME dan mampu menghasilkan nilai tambah.

Baca juga: Memompa Denyut Penghiliran Mineral Tambang

Untuk itu, dia sekali lagi mengingatkan kepada pengusaha untuk menaati kebijakan yang sudah ditetapkan.

“Ini hati-hati kalau kalian tidak bangun hilirisasi, izinnya kita evaluasi. Sekarang kan kewajiban undang-undang perpanjangan izin batubara atau nikel atau tembaga harus bangun hilirisasi,” pungkasnya.

Hilirisasi di Tengah Gugatan WTO

Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) menyatakan bahwa Indonesia melanggar ketentuan WTO terkait dengan kebijakan larangan ekspor dan hilirisasi bijih nikel dalam negeri. 

Berdasarkan laporan final panel pada 17 Oktober 2022, Indonesia dinyatakan terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dalam sengketa yang terdaftar pada dispute settlement (DS) 592.

Adapun pembelaan pemerintah Indonesia lewat ketentuan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994 berkaitan dengan keterbatasan jumlah cadangan nikel nasional juga ditolak badan pengatur perdagangan internasional tersebut.

Di saat yang sama, pemerintah memastikan hilirisasi hasil tambang mineral akan terus berlanjut, meski Indonesia dinyatakan melanggar ketentuan terkait kebijakan larangan ekspor bijih nikel oleh WTO.

Baca juga: Pantang Mundur Indonesia di WTO, Tekad Penghiliran Kian Kuat

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan bahwa keputusan panel WTO tersebut tidak akan menyetop upaya Indonesia dalam mendorong dan mempercepat hilirisasi sumber daya alam (SDA) di dalam negeri.

“Kemarin kita dikalahkan, disalahkan oleh WTO soal nikel, iya, tapi hilirisasi jalan aja terus, kita dorong terus. Nanti terkait WTO biarkan teman-teman trade negotiator kita terus kerja keras mendudukkan masalah ini di dunia internasional,” katanya di acara Wealth Wisdom 2022 Permata Bank bertema ‘Economic Outlook 2023’, Selasa (29/11/2022).

Suahasil mengatakan bahwa hilirisasi SDA merupakan upaya Indonesia dalam menciptakan sumber pertumbuhan ekonomi baru ke depannya, terutama dalam mendorong industri domestik, menambah lapangan pekerjaan, serta meningkatkan penerimaan negara.

Dia melanjutkan bahwa hilirisasi bijih nikel yang selama ini telah berjalan pun telah memberikan multiplier effect bagi perekonomian. Perkembangan smelter nikel tidak hanya meningkatkan tenaga kerja setiap tahunnya. 
Kebijakan tersebut juga memberikan royalti nikel beserta olahannya mencapai Rp2,05 triliun, naik empat kali lipat dibandingkan periode 2015.

Lebih lanjut, pemerintah juga telah menebar berbagai fasilitas dan insentif fiskal dalam mendukung investasi dan industri logam dasar. Beberapa di antaranya adalah fasilitas bea impor, tax allowance, tax holiday, hingga insentif dari pemerintah daerah.

“Kalau kita tahu persis ini ujungnya, hilirisasi, tidak apa-apa kita berikan insentif, posisi pemerintah ingin melihat sumber pertumbuhan ekonomi baru. Dari sisi fiskal bisa memberikan berbagai macam fasilitas karena seluruh fiscal tools akan kita pakai untuk mendorong hilirisasi SDA,” jelas Suahasil. (Ni Luh Anggela dan Maria Elena)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Jaffry Prabu Prakoso

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.