Bisnis, JAKARTA— Perbankan hingga saat ini memiliki eksposur ke aset kripto sangat rendah secara global. Keterlibatannya pun hanya terbatas dalam menyediakan layanan, bahkan di Indonesia otoritas melarang perbankan memfasilitasi transaksi aset kripto.
Kondisi itu mengacu pada aturan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbanakan. Dalam aturan tersebut, bank umum dilarang untuk melakukan penjualan atau transaksi di luar kegiatan perbankan, seperti penjualan saham ataupun komoditi.
Berbeda dengan bank luar negeri yang memberikan fasilitas kripto, yang biasanya berupa bank investasi. Ini berbeda dengan bank komersial, bank investasi memiliki sumber pendanaan dengan karakteristik jangka panjang.
Adapun aturan modal yang ketat untuk bank yang memegang aset kripto harus dikembangkan dengan cepat dalam undang-undang perbankan Uni Eropa. Komite Basel regulator perbankan global dari pusat-pusat keuangan utama dunia telah menetapkan tenggat waktu Januari 2025 untuk mengimplementasikan persyaratan modal buat eksposur bank terhadap aset kripto seperti stablecoin dan bitcoin.