Aturan Pembatasan Pembelian BBM Subsidi Tunggu Pengesahan Jokowi

Kini, revisi perpres yang akan menjadi payung hukum untuk melakukan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi tersebut tinggal menunggu pengesahan oleh Presiden Joko Widodo.

Ibeth Nurbaiti

31 Agt 2022 - 09.00
A-
A+
Aturan Pembatasan Pembelian BBM Subsidi Tunggu Pengesahan Jokowi

Warga menunjukan aplikasi MyPertamina saat mengisi bahan bakar pertalite di SPBU Pertamina Abdul Muis, Jakarta, Rabu (29/6/2022). PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya, PT Pertamina Patra Niaga, akan melakukan uji coba pembelian bahan bakar minyak (BBM) subsidi, Pertalite dan Solar, secara terbatas bagi pengguna yang sudah terdaftar pada sistem MyPertamina, sejak 1 Juli 2022. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Bisnis, JAKARTA — Aturan terkait dengan pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite dan Solar lewat revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 telah rampung.

Kini, revisi perpres yang akan menjadi payung hukum untuk melakukan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi tersebut tinggal menunggu pengesahan oleh Presiden Joko Widodo.

Badan Pengaturan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) membeberkan bahwa pembahasan revisi Perpres No. 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM sudah rampung.

Baca juga: Di Balik Kengototan Luhut atas Penaikan Harga BBM Subsidi

Hanya saja, otoritas pengawas hilir minyak dan gas itu masih menunggu keputusan lebih lanjut dari Presiden Jokowi. “Kami sampaikan bahwa revisi Perpres 191 itu sebetulnya sudah rampung,” kata Direktur Bahan Bakar Minyak BPH Migas Alfon Simanjuntak dalam diskusi Ngobrol@tempo, Jakarta, Selasa (30/8/2022).

Menurut Alfons, peraturan terkait dengan pengisian atau penyesuaian konsumen pengguna yang berhak mengakses jenis bahan bakar tertentu (JBT) Solar dan jenis bahan bakar khusus penugasan (JBKP) Bensin RON 90 atau Pertalite juga sudah selesai dibahas. “Sudah clear, kita tinggal menunggu keputusan lebih lanjut,” ujarnya.

Kendati demikian, dia masih belum mengetahui waktu implementasi dari revisi Perpres yang bakal diarahkan untuk membatasi pembelian BBM bersubsidi tersebut.


Menurut dia, pemerintah masih berhitung terkait dengan dampak susulan dari penerapan pembatasan pembelian BBM bersubsidi tersebut menyusul tantangan inflasi domestik pada Juli 2022 yang sudah melampaui perkiraan Bank Indonesia di posisi 4,94 persen atau tertinggi sejak Oktober 2015.

“Pemerintah itu berpikir secara komprehensif, detail, kalau dilakukan sekarang berapa masyarakat rentan miskin jadi miskin. Lalu, berapa inflasinya, bagaimana kekuatan negara memberi bantalan sosial,” kata dia.

Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta pemerintah daerah untuk mulai menyosialisasikan urgensi dari rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM pada paruh kedua tahun ini.

Baca juga: BLT, Tameng Pemerintah Hadapi Inflasi Tinggi dan Kenaikan BBM

Luhut mengatakan pemerintah cenderung memilih untuk mengurangi subsidi pada komoditas BBM menyusul harga minyak mentah dunia yang diproyeksikan kembali menguat hingga akhir tahun ini.

Sebagai gantinya, pemerintah akan mengalokasikan anggaran subsidi BBM itu untuk sejumlah program lainnya terkait dengan upaya meredam inflasi domestik tahun ini. “Terkait kemungkinan kenaikkan harga BBM, saya minta gubernur, bupati, walikota, pangdam, dandrem dan seterusnya mensosialisasikan untuk memberikan dukungan, ini bukan seperti perang dunia ketiga ini memang dinamika yang dihadapi seluruh dunia,” kata Luhut saat Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah, Selasa (30/8/2022).

Di sisi lain, Luhut menegaskan bahwa pemerintah pusat telah menyiapkan sejumlah skenario untuk mengantisipasi dampak susulan akibat kenaikkan harga BBM tersebut.

Setidaknya, pemerintah telah mengucurkan anggaran bantuan sosial yang mencapai Rp24,7 triliun untuk program bantuan langsung tunai, bantuan subsidi upah dan transfer daerah.

Pergeseran anggaran subsidi BBM untuk Bansos itu diharapkan dapat menekan potensi naiknya inflasi inti, angkutan hingga volatile food pada paruh kedua tahun ini. Menurut Luhut, pemerintah sudah mengkaji dampak ikutan pada setiap simulasi kenaikkan harga pertalite dan solar sebesar Rp500 per liter.

Biasanya, kata dia, kenaikan harga BBM akan diikuti dengan penyesuaian harga pada kelompok barang dan jasa terkait dengan konstruksi, makanan dan minuman jadi, sembako, produksi hortikultura dan buah.

Baca juga: Buntut Wacana Kenaikan Harga, Bola Panas BBM Subsidi Mulai Liar

Untuk diketahui, sejak kenaikan harga Pertamax per 1 April 2022 dari Rp9.000 per liter menjadi Rp12.500—Rp13.000 per liter, sedangkan Pertalite tetap di angka Rp7.650 per liter, konsumsi Pertalite menjadi tidak terkendali karena terjadinya perubahan perilaku masyarakat yang beralih dari Pertamax ke Pertalite yang memiliki kadar oktan (research octane number/RON) 90 itu.

Pertamina mencatat rata-rata konsumsi Pertalite secara nasional mencapai sekitar 80 persen, sedangkan rata-rata konsumsi Pertamax hanya berkisar di angka 19 persen.


Maka tak heran bila akhirnya banyak pihak yang menyarankan agar pemerintah menaikkan harga BBM jenis Pertalite agar selisih harga antara BBM penugasan itu dan Pertamax tidak terlampau jauh. Bank Dunia bahkan merekomendasikan agar pemerintahan Presiden Joko Widodo menghapus subsidi BBM.

Namun, hingga kini belum ada keputusan tegas dan jelas dari Presiden Jokowi, apakah pemerintah akan menaikkan harga BBM bersubsidi atau masih menahannya. Pun, terkait dengan pembatasan pembelian Pertalite dan Solar bersubsidi juga masih belum ada kejelasan karena menanti rampungnya revisi Perpres 191/2014 tersebut. (Nyoman Ary Wahyudi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Ibeth Nurbaiti

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.