Bisnis, JAKARTA – Sektor properti khususnya rumah tapak bertahan survive dalam 1,5 tahun terakhir menghadapi badai pandemi. Namun kali ini, selain menghadapi badai pandemi yang belum usai, properti rumah tapak juga rupanya harus bersiap menghadapi ancaman perang Rusia-Ukraina yang belum usai, kondisi ekonomi global yang tengah tak pasti, inflasi dalam negeri yang menyentuh 4,94 persen, suku bunga Bank Indonesia atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI 7-DRR) yang mengalami kenaikan 25 basis poin menjadi 3,75 persen, dan harga bahan bakar minyak (BBM) yang mengalami penaikan. Kondisi ini pun juga turut berimbas pada kenaikan harga bahan bangunan yang kenaikannya mencapai 20 persen hingga 30 persen.
Untuk diketahui, dalam Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dikeluarkan Bank Indonesia, penjualan properti rumah tapak tumbuh positif sebesar 15,23 persen (year on year/yoy) pada kuartal II tahun 2022 setelah terkontraksi pada kuartal sebelumnya sebesar -10,11 persen (yoy).
Lalu untuk Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) di pasar primer secara tahunan meningkat terbatas pada kuartal II tahun 2022 tercatat sebesar 1,72 persen (yoy), relatif sedikit mengalami penurunan bila dibandingkan dengan 1,77 persen (yoy) pada kuartal sebelumnya.
Menurut Bank Indonesia, kenaikan inflasi komoditas bahan bangunan belum tertransmisikan secara penuh pada peningkatan indeks harga properti residensial secara tahunan. Hal ini terindikasi dari laju Indeks Harga Konsumen (IHK) sub kelompok pemeliharaan, perbaikan, dan keamanan tempat tinggal/perumahan sebesar 3,17 persen (yoy), lebih tinggi dari 2,59 persen (yoy) pada kuartal sebelumnya, sedangkan pertumbuhan IHPR secara tahunan terpantau masih relatif stagnan.