Bisnis, JAKARTA — Kalangan perbankan tak henti-hentinya memacu promosi kredit pemilikan rumah (KPR) guna mendorong tingkat permintaannya, sejalan dengan langkah pemerintah yang mengucurkan aneka insentif di sektor ini. Namun, langkah ini mengandung bahaya jika tidak berhati-hati.
Sejak pandemi, pemerintah menggulirkan banyak insentif untuk sektor properti, mulai dari pemangkasan suku bunga acuan, pelonggaran loan to value (LTV) hingga 100 persen, potongan pajak, hingga pelonggaran batas minimum penyaluran kredit (BMPK) dan aset tertimbang menurut risiko (ATMR).
Rangkaian insentif ini pun terbukti efektif. Jika menilik data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pertumbuhan KPR pada akhir 2020 lalu, atau di tahun pertama pandemi, anjlok menjadi hanya 5,28 persen year-on-year (YoY). Padahal, pada akhir 2019 tingkat pertumbuhannya masih sebesar 17,97 persen YoY
Pada Januari 2021, tingkat pertumbuhan KPR bahkan turun lagi menjadi hanya 3,63 persen YoY. Namun, berkat berlanjutnya insentif pemerintah pada 2021 lalu, kinerja KPR perlahan bangkit kembali. Pada akhir tahun 2021, tingkat pertumbuhan KPR sudah mencapai 9,55 persen YoY.