Bawa Minuman Beralkohol dari Luar Negeri, Simak Syarat Barunya

Mulai 1 Januari 2022, penumpang dari luar negeri diizinkan membawa minuman beralkohol ke Indonesia maksimal 2,25 liter. Batasan tersebut dinaikkan dari jumlah yang diperbolehkan saat ini, yaitu sebanyak 1 liter.

Iim Fathimah Timorria & Reni Lestari

9 Nov 2021 - 15.54
A-
A+
Bawa Minuman Beralkohol dari Luar Negeri, Simak Syarat Barunya

Wine cellar alias rak penyimpanan minuman anggur/istimewa

Bisnis, JAKARTA — Pemerintah menerbitkan aturan baru yang memperbolehkan penumpang dari luar negeri membawa minuman beralkohol untuk konsumsi pribadi maksimal sebanyak 2,25 liter mulai 1 Januari 2022.

Batas tersebut dinaikkan dari ketentuan yang diperbolehkan saat ini yaitu sebanyak 1 liter.

Adapun, ketentuan baru tersebut termaktub di dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 20/2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Beleid ini mengatur regulasi impor untuk barang kebutuhan usaha maupun konsumsi.

Pasal 50 ayat (2) menyebutkan minuman beralkohol sebagai barang bawaan penumpang untuk dikonsumsi sendiri dan pakaian jadi sebagai barang kiriman dikecualikan dari ketentuan impor untuk kegiatan berusaha.

“Mulai berlaku 1 Januari 2022,” demikian bunyi pasal tersebut. Beleid ini telah diteken oleh Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi sejak 1 April 2021.

Ketentuan soal batas maksimal volume minuman beralkohol sendiri tertuang dalam Lampiran IV Permendag No. 20/2021 mengenai daftar barang yang dikecualikan impornya dan tidak dilakukan untuk kegiatan usaha.

Pada bagian XXIII yang menjelaskan soal pemasukan minuman beralkohol, produk yang dibawa oleh penumpang dari luar negeri untuk konsumsi sendiri masuk dalam daftar pengecualian ketentuan.

“Paling banyak 2.250 ml per orang,” tulis keterangan dalam lampiran.

Minuman beralkohol. /ANTARA

Perubahan volume ini sekaligus mengakhiri pemberlakuan Permendag No. 20/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol.

Dalam Pasal 27 beleid tersebut, setiap orang dilarang membawa minuman beralkohol dari luar negeri sebagai barang bawaan. Kecuali untuk konsumsi pribadi dengan volume maksimal 1.000 ml.

Perubahan inilah yang lantas menuai protes dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Melalui siaran pers pada 6 November 2021, Ketua MUI bidang Dakwah dan Ukhuwah Muhammad Cholil Nafis meminta Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mencabut regulasi tersebut.

“Kami berharap permendag ini dibatalkan demi menjaga moral dan akal sehat anak bangsa juga kerugian negara. Di samping itu, pembahasan RUU minuman keras/beralkohol segera dibahas dan dituntaskan” kata Cholil.

Dia menilai regulasi baru ini cenderung memihak kepentingan wisatawan asing, serta merugikan anak bangsa dan mengurangi pendapatan negara.

“Pada akhirnya masyarakat Indonesia maupun wisatawan asing akan menganggap hal yang biasa saat ke luar negeri membawa minuman beralkohol dengan jumlah yang lebih banyak,” katanya.

Bisnis telah mencoba menghubungi Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana untuk dimintai tanggapan mengenai ketentuan pemasukan barang tersebut oleh penumpang dari luar negeri. Namun, sampai berita ini ditulis, Wisnu belum memberi respons.

PESIMISTIS

Pelaku industri minuman beralkohol sebelumnya pesmistis pemulihan di sektor tersebut akan berjalan cepat, kendati peluang kenaikan permintaan terbuka lebar sejalan dengan dibukanya kembali akses wisatawan mancanegara di Bali.

Sejak14 Oktober 2021, pemerintah diketahui telah mengizinkan wisatawan dari 19 negara untuk masuk ke Bali dan Kepulauan Riau.

Juru Bicara Indonesia Spirits and Wine Alliance (ISWA) Dendy Borman mengatakan pelaku industri minuman beralkohol (minol) akan memperhatikan perkembangan industri pariwisata mengingat banyak pembatasan masih berlaku.

"Kami masih memantau perkembangannya karena tidak serta merta [wisman] masuk. Saya melihat [industri minuman beralkohol] masih cenderung flat karena meski kita membuka Bali, dari negara asal [wisman] masih ada pembatasan yang cukup kuat," kata Dendy.

Sebagai industri pendukung pariwisata, sektor minuman beralkohol mengharapkan pemulihan di sektor minuman beralkohol akan sejalan dengan bergeliatnya arus wisatawan.

Selama pandemi, ujar Dendy, industri banyak mengandalkan arus wisawatan domestik terutama di kantong-kantong pelesir di luar Bali.

Meski telah ada perbaikan kondisi pasar sejak program Pemberlakuan Pembatasna Kegiatan Masyarakat (PPKM) dilonggarkan, tetapi dampaknya belum signifikan.

"Secara umum sudah lumayan. Beberapa sudah ada pelonggaran operasional, kafe, bar restoran. Jadi kalaupun belum sebaik sebelum pandemi, sudah sedikit menolong," ujarnya.  

Dendy berharap penanganan pandemi, baik di dalam negeri maupun secara global, dapat terus membaik sehingga pemulihan industri pariwisata akan turur mengerek kinerja minuman beralkohol.  

Berdasarkan statistik kunjungan bulanan wisman Kementerian Pariwisata, arus masuk pada Agustus sebesar 127.314, turun dari bulan yang sama tahun lalu sebesar 161.549.

Secara kumulatif pada Januari—Agustus 2021, jumlah wisman yang masuk Indonesia mencapai 1.061.532, turun 69,16% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 3.443.091.

Sebagai perbandingan, angka kumulatif Januari—Agustus 2021 masih berada di bawah kunjungan bulanan pada Januari 2020 sebesar 1.290.411.

Ilustrasi rekan kerja meminum alkohol di bar/Freepik.com

Sementara itu, Sekjen Asosiasi Pengusaha Importir dan Distributor Minuman Impor (APIDMI) Ipung Nimpuno mengatakan stok minol di produsen dalam negeri saat ini masih tinggi karena konsumsi selama masa pembatasan sangat rendah.

Dia juga mengatakan telah ada perbaikan serapan sejak PPKM dilonggarkan, meski tidak signifikan.

"Ya kalau industri siap saja [menghadapi pembukaan pariwisata]. Stoknya tinggi karena serapan di pasarnya rendah," katanya.

Meski terdapat optimisme pemulihan dengan pembukaan kembali kantong-kantong wisman, Ipung mengatakan proses menuju tingkat sebelum pandemi akan membutuhkan waktu hingga dua tahun.

Hal itu selaras dengan penurunan tajam industri pariwisata dan perkiraan rentang waktu pemulihannya.

Penyebabnya, di sekitar Jakarta saja, terdapat lebih dari 3.000 tempat makan dan restoran yang gulung tikar dengan potensi 1.400 lainnya. Hal itulah yang dinilai menjadi ganjalan besar bagi pemulihan industri minol.

"Bayangkan ada bisnis restoran tutup, berharap ada penambahan [restoran] baru butuh waktu lama, untuk kembali normal butuh perkiraannya sampai dua tahun," ujarnya.    

Dengan kondisi industri yang masih berjibaku dengan dampak berkepanjangan dari pandemi, Ipung berharap pemerintah tidak menaikkan cukai minuman beralkohol pada tahun depan. Jika cukainya dinaikkan, Ipung menilai akan menguntungkan pelaku barang ilegal.

"Kalau dengan kondisi kita sedang suffering, cukai dinaikkan, justru akan memberikan insentif kepada pelaku black market," katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.