BBC: RI Ikut Teken Kesepakatan COP26, Hentikan Perkebunan Sawit

Indonesia disebutkan akan termasuk di antara negara-negara yang akan menandatangani kesepakatan besar COP26 di Glasgow pada Selasa (2/11/2021). Konsekuensinya, Indonesia harus menghentikan pengembangan perkebunan sawit.

M. Syahran W. Lubis

2 Nov 2021 - 08.20
A-
A+
BBC: RI Ikut Teken Kesepakatan COP26, Hentikan Perkebunan Sawit

Perkebunan sawit di Indonesia dianggap sebagai salah satu kontributor terbesar perubahan iklim. — Antara

Bisnis, JAKARTA – Sekelompok pemimpin di KTT Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa COP (Conference of the Parties)-26 akan menandatangani kesepakatan besar pertama pada Selasa (2/11/2021) ketika mereka berjanji menghentikan deforestasi pada 2030.

Terkait dengan hal ini, Indonesia disebutkan akan mengendalikan pengembangan perkebunan sawit yang dianggap merusak hutan sehingga menyumbang perubahan iklim ke arah yang buruk.

Penandatangan kesepakatan itu di Glasgow, Skotlandia, itu juga akan mencakup Brasil, karena sebagian besar hutan hujan Amazon telah ditebang dan itu berkontribusi terhadap perubahan iklim karena menghabiskan hutan yang menyerap sejumlah besar gas CO2 yang menghangat.

Lebih banyak uang juga dijanjikan untuk melindungi dan memulihkan hutan. Lebih dari 100 negara mengatakan mereka akan menandatangani janji tersebut, yang mencakup sekitar 85% hutan dunia.

Pemerintah dari 28 negara akan berkomitmen menghapus deforestasi dari perdagangan global makanan dan produk pertanian lainnya seperti minyak kelapa sawit, kedelai, dan kakao.

Industri-industri ini mendorong hilangnya hutan dengan menebang pohon untuk memberi ruang bagi hewan untuk merumput atau tanaman untuk tumbuh.

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, yang menjadi tuan rumah pertemuan global, akan menyebutnya sebagai perjanjian penting untuk melindungi dan memulihkan hutan bumi. "Ekosistem besar yang penuh sesak ini adalah paru-paru planet kita," ujarnya,

“Ini kabar baik, memiliki komitmen politik untuk mengakhiri deforestasi dari begitu banyak negara, dan pendanaan yang signifikan untuk melanjutkan perjalanan itu,” kata Prof Simon Lewis, ahli iklim dan hutan di University College London kepada BBC.

Namun, Lewis mengatakan dunia "telah berada di sini sebelumnya" dengan sebuah deklarasi pada 2014 di New York, Amerika Serikat, "yang gagal memperlambat deforestasi sama sekali".

Ana Yang, Direktur Eksekutif di Chatham House Sustainability Accelerator, yang ikut menulis laporan Rethinking the Brazilian Amazon, menyambut kesepakatan itu, yang melibatkan lebih banyak negara, lebih banyak pemain, dan lebih banyak uang. Tapi, menurut dia, detailnya masih perlu dicermati.

"Ini langkah yang sangat penting di COP26. Pertemuan ini membahas tentang menaikkan tingkat ambisi dan menjaga agar suhu global naik di bawah 1,5 derajat Celsius. ini adalah blok bangunan besar," kata Yang.

MATERI KESEPAKATAN

Untuk menghentikan deforestasi dan memutuskan hubungan antara hilangnya pohon dan pertanian, dijanjikan alokasi dana sebesar 14 miliar pound sterling yang bersumber dari dana publik dan swasta. Beberapa di antaranya akan diberikan ke negara-negara berkembang untuk memulihkan lahan yang rusak, mengatasi kebakaran hutan, dan mendukung masyarakat adat.

Lebih dari 30 perusahaan terbesar dunia akan berkomitmen mengakhiri investasi dalam kegiatan yang terkait dengan deforestasi dan dana 1,1 miliar pound akan dibentuk untuk melindungi hutan hujan tropis terbesar kedua di dunia di Cekungan Kongo, Afrika.

Tuntiak Katan, koordinator Koordinasi Komunitas Adat Lembah Amazon, menyambut baik kesepakatan itu dan mengatakan kepada BBC bahwa masyarakat adat berada di garis depan dalam menghentikan deforestasi.

Katan, seorang suku Shuar asli dari Ekuador, mengatakan masyarakat adat secara global melindungi 80% keanekaragaman hayati dunia, tetapi menghadapi ancaman dan kekerasan.

Hutan Amazon yang termasuk wilayah Ekuador. — Annees de Pelerinage

"Selama bertahun-tahun kami melindungi cara hidup kami dan yang melindungi ekosistem dan hutan. Tanpa kami, tidak ada uang atau kebijakan dapat menghentikan perubahan iklim,” ujarnya.

INDONESIA IKUT BERJANJI

Lebih dari 100 negara berjanji untuk menghentikan deforestasi termasuk Kanada, Brasil, Rusia dan Indonesia. Indonesia adalah pengekspor minyak sawit terbesar di dunia, produk yang ditemukan dalam segala hal mulai dari sampo hingga biskuit. Dalam pandangan BBC, produksi mendorong perusakan pohon dan hilangnya wilayah bagi masyarakat adat.

Sementara itu, hutan alam Rusia yang luas, dengan lebih dari seperlima pohon di planet ini, menangkap lebih dari 1,5 miliar ton karbon setiap tahunnya.

Di hutan hujan terbesar di planet ini, Amazon, deforestasi dipercepat ke level tertinggi 12 tahun pada 2020 di bawah Presiden Jair Bolsonaro. "Brasil menandatangani kesepakatan itu sangat penting karena memiliki sebagian besar hutan tropis. Tetapi, uang itu harus disalurkan kepada orang-orang yang dapat membuat ini berhasil di lapangan," jelas Ana Yang.

Hutan Amazon di Brasil menggundul akibat deforestasi, foto file 2018. — Reuters

Ana Yang mengemukakan bahwa banyak orang yang tinggal di Amazon, termasuk yang bermukim di perkotaannya, bergantung pada hutan untuk mata pencaharian mereka dan mereka memerlukan dukungan dalam mencari penghasilan baru.

Pohon merupakan salah satu pertahanan utama kita di dunia yang memanas. Mereka menyedot karbondioksida (CO2) dari atmosfer, bertindak sebagai penyerap karbon. Mereka menyerap sekitar sepertiga dari CO2 global yang dipancarkan setiap tahun.

Saat ini kawasan hutan seluas 27 lapangan sepak bola hilang setiap menit. Jika habis, hutan juga bisa mulai melepaskan CO2. Jika terlalu banyak pohon ditebang, para ilmuwan khawatir planet ini mencapai titik kritis yang memicu perubahan iklim yang mendadak dan tidak dapat diprediksi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Syahran Lubis

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.