Beban Baru APBN Bernama Kereta Cepat Jakarta-Bandung

Lewat penerbitan Peraturan Presiden No 93/2021, pemerintah membuka jalan bagi penyertaan modal negara (PMN) pada proyek strategis nasional yang kini dirundung kekurangan modal dan pembengkakan biaya itu.

Anitana Widya Puspa

11 Okt 2021 - 22.36
A-
A+
Beban Baru APBN Bernama Kereta Cepat Jakarta-Bandung

Aktivitas proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) di salah satu tunnel atau terowongan di kawasan Tol Purbaleunyi KM 125, Cibeber, Cimahi Selatan, Jawa Barat, Kamis (2/4/2020)./Bisnis-Rachman

Bisnis, JAKARTA – Pemerintah tetap melenggang dengan gagasan menyuntikkan uang negara pada proyek kereta cepat Jakarta-Bandung meskipun sempat dikritik karena tidak konsisten dengan sikap awal bahwa proyek itu tanpa menggunakan APBN sepeser pun.

Lewat penerbitan Peraturan Presiden No 93/2021, pemerintah membuka jalan bagi penyertaan modal negara (PMN) pada proyek strategis nasional yang kini dirundung kekurangan modal dan pembengkakan biaya itu.

Pasal 4 ayat (2) dan (3) Perpres 93 menyebutkan pendanaan proyek bisa berupa pembiayaan APBN, yakni penyertaan modal negara dan/atau penjaminan kewajiban. PMN diberikan untuk pemenuhan kekurangan kewajiban penyetoran modal (base equity) perusahaan patungan dan memenuhi kewajiban perusahaan patungan akibat kenaikan biaya (cost overrun).

Perpres juga menunjuk Menko Kemaritiman dan Investasi mengoordinasikan percepatan pelaksanaan penyelenggaraan prasarana dan sarana KCJB. Dalam regulasi lama, Menko Perekonomian menjadi koordinator percepatan.

Beleid baru yang berlaku mulai 6 Oktober itu merevisi Perpres No 107/2015 tentang Percepatan dan Penyelenggaraan Sarana dan Prasarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung (KCJB) yang bersikukuh pendanaan proyek KCJB tidak akan menggunakan APBN dan tidak mendapatkan jaminan pemerintah.

Sebelum proyek berjalan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Sofyan Djalil dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR pada Oktober 2015, sempat mengingatkan tentang manajemen dan mitigasi risiko proyek KCJB.

Dia mengatakan konsorsium BUMN Indonesia yang terdiri atas PT Wijaya Karya, PT Perkebunan Nusantara VIII, PT INKA, PT Kereta Api Indonesia, dan PT Jasa Marga harus mencermati setiap aspek pembiayaan proyek yang bekerja sama dengan konsorsium perusahaan-perusahaan China.

"Jangan sampai sekarang mengatakan tidak ada jaminan, namun nanti selanjutnya malah tiba-tiba minta jaminan," ujarnya.

Namun, perjalanan membawa cerita lain. Proyek KCJB mengalami masalah kekurangan kewajiban ekuitas dasar (base equity) senilai Rp4,36 triliun yang semestinya disetorkan PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) kepada PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC).

Kekurangan modal disetor itu terjadi karena sisa setoran PTPN VIII berupa inbreng tanah tidak diakui China dan setoran Jasa Marga berupa pengakuan hak guna jalan (rights of ways) tol miliknya tidak dapat dilakukan. Pada saat yang sama, WIKA dan KAI sedang mengalami keterbatasan kemampuan keuangan karena dampak Covid-19.

Di sisi lain, terjadi pembengkakan biaya akibat keterlambatan pembebasan lahan, perencanaan yang terlalu optimistis, dan manajemen proyek yang kurang kuat. Kementerian BUMN mengestimasi cost overrun berkisar US$1,4 miliar-US$1,9 miliar.

Truk melintas di area proyek konstruksi Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Kawasan perkebunan Walini Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Jumat (17/3/2017)./Antara

Kondisi darurat itu memantik ide permintaan talangan dana dari negara yang akhirnya direalisasikan dengan penerbitan Perpres 93. Kritikus menilai langkah itu tidak konsisten karena sejak awal pemerintah berkomitmen tak menggunakan APBN dalam proyek senilai US$6,07 miliar itu.

Namun, wibawa pemerintah jadi taruhan. Bagaimana pun, pemerintah ingin mengoperasikan KCJB saat Presiden China Xi Jinping menghadiri KTT G20 di Indonesia pada 2022.

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menuding masalah KCJB terjadi karena force majeur. Pandemi virus corona menghambat kemajuan proyek yang saat ini sudah mencapai 80%. Menurutnya, pandemi sudah membuat arus kas PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. selaku pemegang saham terganggu. Pemegang saham lain, yakni PT KAI (Persero) juga menderita kemerosotan jumlah penumpang akibat wabah sehingga perusahaan tidak mampu menyetor modal sesuai rencana. Hal yang hampir sama terjadi pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk. dan PTPN.

“Hal-hal inilah yang membuat kondisi mau tak mau supaya kereta cepat dapat terlaksana dengan baik, maka harus minta pemerintah ikut dalam memberikan pendanaan,” ujarnya.

Kendati demikian, nilai PMN belum ditetapkan pemerintah. Arya mengatakan nilai pasti pembengkakan biaya masih menunggu audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang diperkirakan akan selesai Desember 2021. Audit ini akan memperjelas tambahan biaya akibat masalah pembebasan lahan dan perubahan desain kondisi geografis serta geologis.

“Kami jaga supaya enggak ada kelebihan anggaran atau potensi korupsi penyelewengan,” ujarnya.

Sementara itu, merespons komitmen pemerintah untuk mendanai KCJB, KCIC di lapangan berjanji mempercepat pembangunan untuk mengejar ketertinggalan akibat dampak Covid-19.  

Sekretaris Perusahaan KCIC Mirza Soraya mengatakan progres pembangunan KCJB hingga akhir September sudah mencapai 79%. Perusahaan sedang fokus menyelesaikan tiga dari total 13 terowongan yang dibangun. Sepuluh lainnya sudah tembus.

Perusahaan juga sedang menyelesaikan erection girder untuk  konstruksi elevated track, khususnya di DK 132 dan 132 di Batununggal Bandung ke arah Tegalluar. Fokus KCIC lainnya adalah penyelesaian subgrade di perbatasan Kabupaten Karawang dan Purwakarta, termasuk penyelesaian pengerjaan stasiun.  Sarana dan prasarana rolling stock saat ini pun sudah masuk tahap produksi di pabrik CRRC, China.

“Fokus kami saat ini adalah melakukan percepatan pembangunan agar target  operasional pada akhir 2022 bisa terwujud,” kata Mirza.

Sementara itu, pengamat tetap berpendapat proyek KCJB lebih baik menggunakan pendanaan alternatif, salah satunya dengan membuka anggota konsorsium baru dari perbankan, baik bank lokal maupun bank asing, sebagai penjamin, pendana proyek, atau investor. 

“Banyak [bank] yang mau karena bukan bisnis transportasi saja, ada bisnis TOD juga [di proyek KCJB]. Kalau ada political will [pemerintah], pasti [perbankan] mau,” kata Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang.

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Presiden China Xi Jinping (kedua kanan) menyaksikan penandatanganan perjanjian fasilitasi proyek kereta cepat Jakarta-Bandung oleh Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Hanggoro Budi Wiryawan dan Direktur Utama Bank Pembangunan Nasional China Hu Huaibang, di Gedung Great Hall of the People, Beijing, China, Minggu (14/5/2017)./Antara

BELAJAR DARI KETIDAKSUKSESAN

Deddy juga menyarankan agar pembangunan KCJB masih perlu belajar banyak dari ketidaksuksesan proyek KA Bandara Soekarno-Hatta dan Light Rail Transit (LRT) Palembang. 

Kendati lokasinya berada di tengah Kota Jakarta (kawasan Sudirman) dan terintegrasi dengan KRL dan BRT, okupansi KA Bandara masih minim. Menurutnya, membangun infrastruktur transportasi KA tidak hanya membangun atau mempersiapkan sarana dan prasarana, tetapi juga wajib mempersiapkan calon pengguna.

Deddy mengatakan penentuan profil pengguna kereta dalam skema transportasi berkelanjutan pun harus dikaji secara holistik. Dia memprediksi empat segmen calon pengguna yang dibidik oleh proyek KCJB, yakni pengguna eksisting KA Parahyangan, pengguna mobil pribadi, pengguna travel, dan pengguna bus umum.

Apabila segmen pengguna jalan tol yang dibidik, maka segmen pengguna ini akan sulit mengejar keberangkatan kereta cepat dari Stasiun Halim Perdanakusuma.  Kemungkinan besar hanya  masyarakat yang tinggal dalam radius 10 km dari Stasiun Halim yang paling berpeluang menggunakan kereta cepat.  Sementara, masyarakat yang tinggal di Jakarta Pusat, Jakarta Barat, dan Jakarta Selatan tetap memilih menggunakan mobil pribadi atau travel-travel yang telah ada. 

“Jangan sampai terjadi yang disasar pengguna kereta cepat adalah segmen pengguna KA Parahyangan. Jangan pula KA Parahyangan ditutup guna mengalihkan penumpangnya ke kereta cepat mengingat KA Parahyangan segmentasinya berbeda,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Sri Mas Sari

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.