Berhitung Prospek Investasi Ruko Komersial di 2023, Masih Cuan?

Sektor properti hingga masih menjadi instrumen investasi yang menarik dan aman. Hingga saat ini properti masih menjadi alternatif investasi yang banyak dipilih pemilik kapital.

Yanita Petriella

1 Feb 2023 - 00.15
A-
A+
Berhitung Prospek Investasi Ruko Komersial di 2023, Masih Cuan?

Ilustrasi ruko. /istimewa

Bisnis, JAKARTA – Sektor properti hingga masih menjadi instrumen investasi yang menarik dan aman. Hingga saat ini properti masih menjadi alternatif investasi yang banyak dipilih pemilik kapital. Asumsi bahwa harga properti tidak pernah turun, benar-benar melekat di benak banyak orang. Apalagi investasi properti wujudnya riil sehingga mereka merasa aman membelinya. 

Bagi banyak orang nilai lain dari memiliki properti adalah pride of ownership atau kebanggaan atas kepemilikan properti. Jika tidak ditempati langsung, properti tetap merupakan investasi yang bisa dinikmati, dari uang sewa yang dihasilkannya seperti membeli ruang usaha seperti rumah toko (ruko) atau kios. 

Berdasarkan data Bank Indonesia, indeks permintaan properti komersial untuk kategori sewa pada kuartal III tahun 2022, secara tahunan tumbuh sebesar 16,19 persen (year on year/yoy), meningkat dibandingkan dengan kuartal II tahun 2022 yang sebesar 12,28 persen. Peningkatan permintaan untuk kategori sewa didukung kenaikan permintaan pada seluruh segmen kategori sewa terutama convention hall, hotel, dan apartemen sewa. Hal tersebut didukung oleh kenaikan permintaan penyelenggaraan MICE (Meeting, Incentive, Convention and Exhibition) termasuk event internasional sejalan dengan pandemi covid-19 yang semakin terkendali. Lalu indeks permintaan properti komersial untuk kategori jual pada kuartal III tahun 2022 tumbuh positif sebesar 1,48 persen (yoy). Kendati demikian, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan kuartal III tahun 2022 yang tercatat sebesar 1,52 persen. 

Dari sisi harga, indeks harga properti komersial sewa pada kuartal III tahun 2022 mengalami peningkatan 6,76 persen lebih tinggi dari kuartal II tahun 2022 yang sebesar 5,65 persen. Untuk indeks harga properti komersial jual pada kuartal III tahun 2022 meningkat 0,42 persen, lebih tinggi dari kuartal II tahun 2022 yang sebesar 0,38 persen.

Dalam laporan BCI Central berjudul Indonesia Construction Market Outlook (IMCO) 2023, nilai konstruksi proyek ritel pada tahun ini diprediksi sebesar Rp17,57 triliun. Akan tetapi, nilai tersebut menurun 1,53 persen bila dibandingkan nilai konstruksi ritel tahun 2022 sebesar Rp17,84 triliun. Adapun dari proyeksi nilai konstruksi ritel tahun 2023 sebesar Rp17,57 triliun terdiri dari sektor ruko sebesar 44,14 persen dengan nilai Rp7,76 triliun, dan diikuti oleh pusat perbelanjaan sebesar Rp3,80 triliun atau 21,63 persen dari total nilai konstruksi ritel. Berdasarkan wilayah, Jabodetabek diperkirakan masih mendominasi proyek ritel dengan kontribusi nilai konstruksi Rp6,29 triliun atau 35,82 persen dari total proyek ritel nasional.
 
National Research Manager BCI Central Cahyono Siswanto mengatakan sektor ritel berjuang selama pandemi pada tahun 2020-2021 karena lemahnya pertumbuhan belanja konsumen dan adanya persaingan baru dari ritel online. Namun, aktivitas ritel berangsur pulih dengan indikasi pembangunan pusat perbelanjaan baru sudah dimulai tahun ini, sebelum pipeline proyek akan tergelincir kembali pada tahun 2023. 

Sementara, sektor ruko memiliki kurva pertumbuhan yang relatif rendah dan datar selama dua tahun pandemi. Kemudian sejak 2022 tren pasar terus berlanjut menapaki hal positif, seiring dengan perkembangan kota mandiri berskala besar itu dibentuk oleh ruko dan kavling komersial. 

“Ruko yang terletak di kota skala besar akan terus berlanjut tumbuh karena tidak hanya terletak di lokasi yang strategis tetapi juga fasilitas parkir besar, infrastruktur yang baik, dan pasar yang besar dikelilingi klaster perumahan,” ujarnya dikutip dalam laporan, Selasa (31/1/2023). 

Beberapa jaringan supermarket modern dengan cepat membuka lebih banyak lokasi di bangunan yang berdiri sendiri, tempat yang dekat dengan konsumen akhir, dan terbukti berhasil fokus pada komunitas tertentu. Permintaan akan ruang ritel utama di pusat perbelanjaan premium cenderung meningkat serta merek-merek baru di pasar juga bermunculan, menandakan tingkat penerimaan yang sehat. Operator ritel modern membutuhkan lebih banyak upaya untuk meyakinkan kembali kepercayaan diri penyewa. 

“Ekspansi penyewa terus didorong oleh gaya hidup dan sektor Food and Beverage (F&B),” kata Cahyono.

Baca Juga: Prospek Investasi Properti 2023, Cuan atau Boncos?

Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia Panangian Simanungkalit mengatakan meskipun terdapat sejumlah sentimen negatif termasuk isu resesi ekonomi dan tahun politik, membeli properti komersial seperti ruko di tahun ini menjadi keputusan yang sah-sah saja. Pasalnya, pasar properti menunjukkan sinyal kebangkitan sejak tahun lalu, dan dinilai akan tertahan apabila terjadi krisis karena pertumbuhan ekonomi anjlok. 

“Kalau properti sudah bangkit dari keterpurukan, itu tidak bisa dihentikan kecuali terjadi krisis. Tahun 2022 pertumbuhan ekonomi ngga anjlok, artinya pemulihan pasar properti akan berlanjut, sehingga akan terjadi pertumbuhan positif,” ucapnya. 

Nantinya, indikator mendasar terjadinya pemulihan bisnis properti bisa dilihat dari pertumbuhan kredit konstruksi dan KPR (kredit pemilikan rumah) di atas 10 persen pada tahun 2023. Dia menilai pertumbuhan permintaan properti tidak terlalu dipengaruhi oleh suku bunga jika sektor properti telah mengalami pemulihan. 

“Tapi kalau belum bangkit, ya memang terpengaruh suku bunga. Itu terjadi tahun 2020, saat awal pandemi. Langsung anjlok 70 persen. Tapi tahun ini pertumbuhannya akan berlanjut positif sebesar 5 - 7 persen. BI juga mencatat indeks demand properti pada kuartal III tahun 2022 mendapatkan angka 113,7,” tuturnya.

Panangian menilai pasar properti di Indonesia itu tidak pernah jatuh masif seperti di negara-negara maju, karena nilai penyaluran KPR kita masih di bawah puluhan persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dibanding di negara maju yang sudah puluhan persen. Artinya properti yang besar-besar itu dibeli tunai atau tunai bertahap. 

“Jadi, enggak mungkin ada koreksi harga. Kalau butuh duit, ya dijual. Kalau enggak, tahan saja. Bahwa harganya jatuh kalau dijual, ya jatuh individual, case by case, bukan masal,” ujarnya.  

Kendati demikian, jika ingin mendapatkan keuntungan, masyarakat diharapkan tetap bijak memilih properti sebagai aset investasi, bukan sekadar mengoleksi. Tentu membeli ruko di lokasi-lokasi lengang tidak disarankan. Alih-alih tersewa, ruko justru kosong melompong tak ada aktivitas jual beli. 

“Yang kelebihan uang ya beli-beli saja. Tidak peduli harga rukonya turun apa enggak, tersewa atau kosong. Itu tradisi mereka pedagang Tionghoa. Mereka kolektor (bukan investor) yang lebih percaya real asset ketimbang finansial aset. Mereka lebih percaya properti dari pada deposito karena kalau bank bangkrut nanti pemerintah tidak bisa bayar, sementara kalau properti, tetap ada. Silakan kalau kelebihan uang beli ruko hanya sekadar pride tidak masalah, tapi harga tidak naik buat apa? Itu namanya kolektor bukan investor,” katanya.  

Menurutnya, dalam berinvestasi properti harus rasional termasuk keputusan membeli ruko. Hal itu dapat dilihat dengan prospek permintaan ruang usaha di sebuah kawasan. Selain itu, juga dapat dilihat bagaimana kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat di sekitarnya, yang nantinya akan memengaruhi daya beli terhadap usaha atau bisnis yang dibuka di kawasan tersebut. 

“Lihat dulu, ada enggak permintaan itu. Lihat saja apartemen, gara-gara dibangun oleh pengembang besar di pinggiran bahkan masuk ke desa akhirnya hancur. Buat apa beli properti kalau enggak bisa disewakan. Jangan sampai terjebak seperti itu,” ucapnya.

Selain itu, dalam membeli properti komersial juga harus menimbang tujuan dalam membeli apakah untuk investasi atau tidak. Jika untuk investasi, maka perhitungan investasinya harus masuk akal. “Lihat dulu, apakah ruko-ruko di situ tingkat kekosongannya rendah? Kalau rendah, boleh. Mau lokasinya di pinggiran enggak ada masalah selama tingkat huniannya bagus,” katanya.

Dia menerangkan keuntungan investasi ruang usaha bisa diperoleh dari surplus kenaikan harga (capital gain), hasil sewa (yield), atau yang paling bagus dari keduanya. Hitungan untung tersebut jika capital gain sudah di atas laju inflasi, sedangkan yield sangat tergantung jenis propertinya. Untuk ruko yield 8 pesen hingga 10 persen per tahun dari harga jual ruko dinilai sudah bagus. 

Komposisi konsumen juga perlu dipertimbangkan. Ia  memberi gambaran, terdapat 20 unit ruko di suatu kawasan, 15 unit atau sekitar 70 persen diantaranya terisi, itu artinya prospek.

“Tapi kalau 20 unit ruko terjual, yang isi hanya dua unit, artinya busuk. Tetap begini, kalau ruko itu lokasinya favorit banyak orang, busuk pun enggak jadi soal karena pasar kolektor itu akan ada terus,” tutur Panangian.

Baca Juga: Menakar Prospek Realisasi Investasi Sektor Properti di 2023

Dia menilai ruang usaha yang berada di kawasan favorit seperti Kelapa Gading di Jakarta Utara, Puri Indah Jakarta Barat, dan Pondok Indah Jakarta Selatan sudah mengalami stagnasi atau penurunan ekonomi. Ruko-ruko yang berada di kawasan tersebut harganya juga terlalu tinggi dengan rerata harganya di atas Rp10 miliar. 

Adapun untuk ruko paling mahal di Pondok Indah harganya Rp10 miliar dengan bangunan berukuran 3 lantai seluas 200 meter persegi. Dengan harga RP10 miliar tersebut, maka hitungan per meter persegi sekitar Rp60 juta. Harga ruko di Pondok Indah tentu berbeda dengan di Pondok Pinang yang saat ini sekitar Rp6 miliar. Dengan luas bangunan 200 meter persegi, maka harga ruko di Pondok Pinang mencapai Rp30 juta per meter persegi.  

“Artinya, lokasi ruko di pinggiran tidak masalah, asalkan daerahnya padat, trafiknya macet, dilalui banyak transportasi, itu okupansinya pasti tinggi. Pedagang-pedagang pasti memburu ruko itu untuk membuka usahanya,” ujarnya. 

Dia menilai saat ini wilayah yang prospektif untuk berinvestasi properti komersial berupa ruko berada di Tangerang dan sekitarnya. Hal ini karena perkembangan penduduk di kawasan Tangerang paling tinggi di Jabodetabek seiring dengan pendapatan asli daerah yang tinggi. 

“Pembangunan jalannya banyak karena pertumbuhan  pendapatan daerahnya bagus, tidak kalah dengan Bekasi. Itu berdampak pada arus urbanisasinya yang tinggi pula, sehingga bank-bank juga buka lebih banyak pelayanan di wilayah ini,” katanya. 

Kawasan Tangerang Selatan ini merupakan kota mandiri baru termasuk Serpong – BSD City – Gading Serpong. Selain itu, berkembangnya kota mandiri di kawasan Tangerang Selatan juga banyak perumahan baru di Tangerang Raya.

Hal inilah yang membuat banyak ruko baru dibangun di kawasan Tangerang Selatan dan Tangerang Raya. Ruko yang dibangun di kawasan perumahan yang baru berkembang akan lebih memiliki prospek lebih cerah karena pada dasarnya ruko akan mengikuti arah dari pengembangan perumahan tersebut. Banyaknya ruko yang dibangun di dalam kawasan Tangerang dan sekitarnya ini menjadikan alternatif untuk membeli ruko dan dijadikan tempat bisnis. 

“Kalau di pinggiran sekali seperti Kabupaten Tangerang atau daerah-daerah sejenisnya tidak banyak pengembang besar yang main, sehingga begitu ada ruko yang dipasarkan, ya laku semua. Balik lagi, selama okupansinya tinggi di atas 60 persen, itu bagus. Punya ruko di pinggiran atau kawasan baru berkembang tidak masalah selama aktivitas bisnis di kawasan itu berkembang, kanan kiri ramai, mobil yang lewat banyak. Contoh, fasilitas komersial yang berdiri dekat pabrik dan perusahaan industri, ini bisa dipakai sendiri atau untuk investasi dengan disewakan. Gampangnya itu saja,” terangnya. 

Kendati demikian, Panangian tetap mengimbau dalam memilih properti komersial dalam berinvestasi untuk tetap melihat atau mengecek rekam jejak developer menghidupkan proyek-proyek sebelumnya. Hal ini agar konsumen tidak tertipu dengan proyek mangkrak. 

Konsumen pun diharapkan tidak terbuai penawaran harga yang murah tetapi juga tetap kritis dengan janji para developer terkait infrastruktur dan fasilitas yang akan dibangun. “Kalau hanya sebatas klaim, developer tidak dapat menunjukkan progres kawasan, konsumen harus berhati-hati,” ucap Panangian. 

Baca Juga: Ketika Pesona Jakarta Tak Mampu Pikat Pengembang Bangun Mal

Sementara itu, Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti Nirwono Yoga berpendapat kawasan kota mandiri masih menjadi target properti kalangan menengah atas dan keluarga yang mulai mapan untuk lokasi tempat tinggal sehingga sangat potensial untuk target pasar berbagai usaha. 

“Para penghuni di kota baru itu juga membuka usaha di ruko di dalam kawasan karena melihat potensi pasar yang sedang berkembang pesat,” tuturnya. 

Dia mencontohkan Tangerang Raya, kawasan penyangga Ibu Kota Jakarta yang semakin hari pengembangan propertinya cukup menjanjikan. Jumlah penduduknya yang cukup besar 6,5 juta jiwa menjadi pasar potensial beragam jenis bisnis. Misalnya, seperti Gading Serpong di mana pertumbuhan populasi dan teknologi membuat kebutuhan di kawasan sebesar Gading Serpong terus berkembang. Tentunya, teknologi transportasi, komunikasi, maupun produksi yang berkembang pesat dan cepat akan sangat berpengaruh terhadap kebutuhan ruang usaha dan bisnis.

“Wilayah Gading Serpong ini sangat tinggi permintaan area komersial. Karena di kawasan ini banyak yang tinggal sehingga peluang usaha pun besar,” ujarnya. 

Menurutnya, tingginya permintaan area komersial tersebut akan memengaruhi harga sewa ruko. Di Gading Serpong sendiri, harga sewa ruko saat ini berkisar Rp130 juta per tahun, bahkan ada yang sudah mencapai Rp180 juta per tahun. 

Hal ini terjadi karena pergeseran pengembangan usaha dari Kota Tangerang ke Kabupaten Tangerang. Selain aksesnya makin bagus melalui jalan tol baru Serpong – Balaraja, harga tanah di Kabupaten Tangerang relatif lebih murah.

“Sebut contoh koridor Kelapa Dua hingga Curug Bitung menerus ke Balaraja, karena pasarnya semakin kuat, harga tanah di wilayah tersebut terus tumbuh signifikan. Kendati demikian harganya masih jauh lebih murah dari Serpong dan Gading Serpong. Karena itu para konsumen baik end user dan investor, termasuk kalangan pengusaha melirik wilayah Kabupaten Tangerang,” katanya. 

Rentang harga properti di koridor Kelapa Dua – Curug Bitung – Balaraja berada dikisaran Rp12,4 juta per meter persegi. Merujuk data Cushman & Wakefield Indonesia pada semester II tahun 2022, harga kavling di kawasan Bitung – Cikupa – Sindang Jaya Rp6,8 juta per meter persegi, Kelapa Dua – Gading Serpong Rp15,6 juta per meter persegi sehingga membuat kawasan ini dapat mengakomodasi berbagai demand properti.

Oleh karena itu, Kabupaten Tangerang tengah menjadi rising star di Banten. Walau suplai properti masih belum bisa mengimbangi pergerakan harga yang begitu pesat, kawasan ini mulai banyak dipilih karena posisinya yang semakin strategis. 

“Kawasan diuntungkan dengan mulai padatnya Kota Tangerang dan Tangerang Selatan, serta keberadaan proyek-proyek besar yang mengarah ke area ini. Beberapa diantaranya ialah Tol Sepong – Balaraja, Tol Kamal – Teluknaga – Rajeg – Balaraja, Tol Semanan – Balaraja, Tol Sepatan – Timur – Nekasari – Bandara Soekarno Hatta dan rencana MRT Fase II Balaraja – Cikarang,” tutur Nirwono.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Yanita Petriella

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.