Bersiap Beleid Harga Baru Rumah Subsidi Segera Berlaku

PMK baru ini mengatur batasan harga jual maksimal rumah tapak yang diberikan pembebasan PPN menjadi antara Rp162 juta sampai Rp234 juta untuk tahun 2023. Kemudian batasan harga jual maksimal rumah tapak diberikan pembebasan PPN di tahun 2024 sebesar Rp166 juta sampai Rp240 juta untuk tiap zona.

Yanita Petriella

17 Jun 2023 - 17.34
A-
A+
Bersiap Beleid Harga Baru Rumah Subsidi Segera Berlaku

-

Bisnis, JAKARTA – Akhirnya harga baru rumah subsidi yang ditunggu-tunggu pengembang sejak lama datang juga. Pasalnya, sejak awal tahun 2021 telah dilakukan pembicaraan pengembang dengan pemerintah tentang kenaikan harga rumah subsidi.

Pengembang pun selama lebih 3 tahun bertahan dengan harga rumah subsidi yang belum mengalami penyesuaian. Biaya konstruksi mengalami kenaikan lagi di tahun ini akibat harga bahan material yang kembali melambung. Kenaikan biaya konstruksi ini tak dapat dikompensasi dengan langsung menaikkan harga rumah subsidi. 

Diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 60/PMK.010/2023 tentang Batasan Rumah Umum, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta Rumah Pekerja yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang ditetapkan pada 9 Juni ini menjadi angin segar bagi pengembang rumah subsidi. 

Nantinya, beleid ini akan mencabut berlakunya PMK Nomor 81 tahun 2019 tentang batasan rumah umum, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar, serta perumahan lainnya yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 20 Mei 2019 silam.  

Harga rumah subsidi selama ini masih menggunakan beleid PMK Nomor 81 tahun 2019 dan Kepmen PUPR No 242/KPTS/M/2020 yang dikeluarkan pada Maret 2020 yang berisikan aturan pembaharuan terkait harga jual rumah subsidi, batasan penghasilan kredit pemilikan rumah subsidi, besaran suku bunga, lama masa subsidi, batasan luas tanah dan bangunan rumah serta besaran subsidi bantuan uang muka perumahan. 

Batasan harga rumah subsidi pada 2019 itu mengalami kenaikan sebesar 3 persen hingga 11 persen atau sekitar Rp7 juta hingga Rp11,5 juta per unit yang tergantung wilayahnya dari harga rumah subsidi tahun 2018.

Harga rumah bersubsidi berkisar Rp150,5 juta hingga Rp219 juta per unit sesuai dengan zonasi. Sementara itu, batasan penghasilan untuk memiliki rumah bersubsidi adalah maksimum Rp8 juta hingga Rp10 juta per bulan sesuai dengan zonasi. 

Rumah subsidi memang menjadi salah satu pilihan favorit para pencari hunian dengan jumlah penghasilan tertentu. Sesuai dengan namanya, pembeli rumah ini mendapatkan bantuan dari pemerintah sehingga bisa mendapatkan rumah dengan harga miring atau harga yang jauh lebih murah dibandingkan rumah komersial. Hal inilah yang membuat harga rumah subsidi diatur oleh pemerintah.   .

Baca Juga: Menagih Realisasi Janji Kenaikan Harga Jual Rumah Subsidi MBR

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan dalam rangka memperkuat dukungan fiskal untuk ekosistem perumahan agar lebih kondusif dan mempercepat pencapaian target RPJMN, Pemerintah menerbitkan PMK 60/PMK.010/2023. PMK ini ditujukan untuk meningkatkan ketersediaan rumah, meningkatkan akses pembiayaan bagi MBR, menjaga keterjangkauan rumah yang layak huni, dan menjaga keberlanjutan program dan fiskal.

Pemerintah senantiasa memberikan perhatian khusus terhadap pemenuhan kebutuhan hunian layak huni dan terjangkau terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Komitmen ini juga tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang menargetkan peningkatan akses rumah layak huni dari 56,75 persen menjadi 70 persen. 

Salah satu instrumen fiskal yang digunakan adalah fasilitas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas rumah umum/tapak dan rumah susun yang sudah diberikan sejak tahun 2001. Dukungan fiskal lainnya untuk sektor perumahan yang telah diberikan melalui berbagai instrumen fiskal antara lain, pemberian Subsidi Selisih Bunga (SSB), Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM), dan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang saat ini disinergikan dengan Tapera. Sebagai informasi, target penyaluran dana FLPP tahun 2023 sebanyak 229.000 unit senilai Rp25,18 triliun. 

Dengan PMK ini, setiap rumah mendapatkan fasilitas berupa pembebasan PPN sebesar 11 persen dari harga jual rumah tapak atau antara Rp16 juta sampai dengan Rp24 juta untuk setiap unit rumah. Fasilitas pembebasan PPN ini ditujukan untuk mendukung penyediaan setidaknya 230.000 unit rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang ditargetkan oleh Pemerintah. 

Selain untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan rumah layak huni yang terjangkau bagi MBR, fasilitas pembebasan PPN ini juga akan berdampak positif pada perekonomian nasional, termasuk terhadap investasi industri properti dan industri pendukungnya, penciptaan lapangan pekerjaan, dan peningkatan konsumsi masyarakat.

PMK baru ini mengatur batasan harga jual maksimal rumah tapak yang diberikan pembebasan PPN menjadi antara Rp162 juta sampai Rp234 juta untuk tahun 2023. Kemudian batasan harga jual maksimal rumah tapak diberikan pembebasan PPN di tahun 2024 sebesar Rp166 juta sampai Rp240 juta untuk masing-masing zona. 

Pada peraturan sebelumnya, batasan maksimal harga rumah tapak yang dibebaskan PPN adalah antara Rp150,5 juta sampai dengan Rp219 juta. Kenaikan batasan ini mengikuti rerata kenaikan biaya konstruksi sebesar 2,7 persen per tahun berdasarkan indeks harga perdagangan besar.

“Sejak berlakunya FLPP tahun 2010 lalu, sudah lebih dari dua juta masyarakat berpenghasilan rendah yang mendapatkan rumah subsidi. Pembaruan fasilitas pembebasan PPN ini menjadi instrumen pemerintah untuk menambah lagi jumlah rumah yang disubsidi sehingga lebih banyak masyarakat yang dapat membeli rumah layak huni dengan harga terjangkau,” ujarnya, dikutip Sabtu (17/6/2023). 

Selain dari sisi harga, pemerintah juga menjamin kelayakan hunian dengan mematok luas minimum bangunan rumah dan tanah yang diberi fasilitas. Dengan demikian, terdapat lima persyaratan agar masyarakat dapat memanfaatkan fasilitas untuk rumah umum ini, yakni luas bangunan antara 21 meter persegi hingga 36 meter persegi, luas tanah antara 60 meter persegi hingga 200 meter persegi. 

Selain itu, harga jual tidak melebihi batasan harga dalam PMK, merupakan rumah pertama yang dimiliki oleh orang pribadi yang termasuk dalam kriteria MBR, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal, dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu empat tahun sejak dimiliki. Kemudian, memiliki kode identitas rumah yang disediakan melalui aplikasi dari Kementerian PUPR atau BP Tapera.

Fasilitas pembebasan PPN juga diberikan untuk pondok boro bagi koperasi buruh, koperasi karyawan, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah. Pemerintah juga membebaskan PPN untuk penyerahan asrama mahasiswa dan pelajar kepada universitas atau sekolah, Pemda dan pemerintha pusat. Terakhir, pembebasan PPN juga diberlakukan untuk penyerahan rumah pekerja oleh perusahaan kepada karyawannya sendiri dan tidak bersifat komersial.

Selain itu, pemerintah melalui Kementerian PUPR juga memberikan bantuan subsidi selisih bunga. Subsidi ini bertujuan agar MBR tetap dapat membayar cicilan rumah dengan tingkat bunga sebesar 5 persen.

Dengan demikian, total manfaat yang akan diterima untuk setiap rumah subsidi selama masa pembayaran cicilan rumah dengan bantuan subsidi dan pembebasan PPN berkisar antara Rp187 juta sampai dengan Rp270 juta.

Baca Juga: Akhir Penantian Harga, Pengembang Mulai Tinggalkan Rumah Subsidi

Direktur Pelaksana Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Haryo Bekti Martoyoedo mengatakan saat ini Kementerian PUPR tengah menyiapkan aturan turunan dari PMK No. 60/PMK.010/2023. 

Aturan turunan tersebut berupa Keputusan Menteri (Kepmen) detail harga jual rumah subsidi, batasan penghasilan kredit pemilikan rumah subsidi, besaran suku bunga, lama masa subsidi, batasan luas tanah dan bangunan rumah serta besaran subsidi bantuan uang muka perumahan. Kepmen baru tersebut nantinya akan menggantikan Kepmen PUPR No 242/KPTS/M/2020 yang dikeluarkan pada Maret 2020. 

Haryo menargetkan pembahasan dan penerbitan Kepmen ini akan dilakukan pada bulan ini sehingga bisa mulai berlaku harga baru rumah subsidi di bulan Juli. Nantinya, setelah aturan diterbitkan akan dilakukan sosialisasi terhadap Kepmen tersebut. 

“Kami sedang berproses dalam penyiapan Kepmen. Kami targetkan bulan ini, sekarang sedang sirkuler paraf. Mudah-mudahan,” katanya.  

Meskipun aturan kenaikan harga rumah subsidi baru diterbitkan pada bulan ini, namun Haryo optimistis target penyaluran rumah subsidi skema FLPP sebanyak 229.000 unit di tahun ini dapat tercapai. Hal ini karena masih tingginya angka backlog hunian yang mencapai 12,75 juta unit. Realisasi penyaluran rumah subsidi hingga bulan Mei ini mencapai 34 persen atau sekitar 74.000 unit dari total target 229.000 unit. Adapun penyaluran FLPP sepanjang tahun lalu mencapai 226.000 unit atau senilai Rp25,150 triliun. 

Di sisi lain, Haryo juga mengingatkan agar pembangunan rumah subsidi harus layak huni dan memperhatikan persyaratan kualitas. Pasalnya, salah satu persyaratan rumah subsidi pembangunannya harus berkualitas. Selain itu, besaran kenaikan harga jual rumah subsidi juga telah memperhitungkan kualitas standar rumah subsidi.

Namun demikian, dia tak menampik kurangnya pengawasan pembangunan rumah subsidi sehingga kualitasnya menjadi tidak baik. Dia mencontohkan adanya tukangyang tidak memahami cara memasang keramik sehingga kualitasnya menjadi tidak baik. 

Dia juga berharap pengembang memenuhi Prasarana Sarana Utilitas Umum (PSU) seperti ketersediaan air, penerangan umum, listrik, jalan, dan lain sebagainya. 

“Hasil temuan BPK, banyak rumah enggak dihuni PSU yang enggak tersedia dari awal. Kami harapkan pengembang menyediakan PSU sudah ada, kualitas rumah dijaga. Kami enggak minta pengembang meningkatkan kualitas, karena rumah dibangun sudah ada syarat, tetapi ada rumah yang tidak memenuhi syarat,” tutur Haryo. 

Baca Juga: Napas Terakhir Pengembang Menanti Harga Baru Rumah Subsidi  


Kebut Bangun Rumah

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI) Bambang Ekajaya mengapreasiasi pemerintah akhirnya menepati janji untuk menaikkan harga rumah subsidi di bulan Juni ini. Penyesuaian harga baru rumah subsidi ini menjadi angin segar di kalangan developer mengingat harga beli lahan, biaya material dan biaya produksi yang sudah meningkat pesat 3 tahun terakhir.

Adapun, kenaikan harga rumah subsidi di tahun ini sebesar 7,6 persen menjadi Rp162 juta sampai Rp234 juta dari aturan harga di 2018 yang sebesar Rp150,5 juta hingga Rp219 juta per unit

Kemudian pada 2024 yang merupakan akhir pemerintahan Presiden Jokowi, harga rumah subsidi pun juga telah ditetapkan kenaikannya sebesar 1,2 persen dari harga rumah subsidi di tahun ini menjadi Rp166 juta sampai Rp240 juta. 

“Kami mengapresiasi, ini respon terhadap aspirasi REI yang sudah kami perjuangkan intensif sejak dari kenaikan BBM September 2022. Tentu kenaikan 7,6 persen tetap berarti, apalagi 2024 juga sudah fix naik 1,2 persen lagi jika di total 8,8 persen, mendekati harapan REI yang naik menjadi 10 persen,” katanya.

Menurut Bambang, kenaikan harga rumah subsidi pasti akan memacu pengembang kembali membangun rumah rumah MBR. 

“Ini menjadi booster bagi developer khususnya rumah subsidi, mereka sudah siap dengan lahan-lahan yang ada untuk segera dibangun,” ujarnya. 

Saat ini, REI juga tengah membahas hunian untuk kalangan masyarakat berpenghasilan tanggung (MBT). Pasalnya, kalangan MBT ini tidak dapat membeli hunian subsidi karena ketentuan penghasilan tetapi juga tidak mampu membeli rumah komersial. 

REI mengusulkan agar Kementrian Keuangan bisa membebaskan PPN sebesar 11 persen untuk rumah MBT atau kalangan MBR+ dengan batasan harga jual sampai dengan Rp300 juta tetapi dengan tetap menggunakan bunga KPR komersial. Hal ini sebagai upaya mempermudah kalangan milenial yang masuk dalam kategori MBT untuk bisa membeli rumah dengan harga lebih terjangkau.

“Kami juga sedang intens membahas untuk kaum milenial MBT yang jadi salah satu tulang punggung ekonomi saat ini. Kalau ini disetujui maka rumah di atas Rp300 juta dapat bebas PPN dan secara tidka langsung harga terpotong 11 persen walaupun tanpa subsidi bunga,” terang Bambang.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (DPP Apersi) Junaidi Abdillah juga mengapresiasi janji pemerintah yang akhirnya ditepati untuk mengeluarkan beleid PMK kenaikan harga rumah subsidi di bulan Juni ini. 

Menurutnya, penyesuaian harga yang dikeluarkan pemerintah merupakan kabar baik bagi pengembang rumah bersubsidi. Selain itu, juga merupakan kepedulian pemerintah dalam rangka percepatan serapan KPR subsidi. 

Dia menilai besaran kenaikan 7,6 persen di tahun ini dan naik 1,2 persen di tahun depan, merupakan hitungan pemerintah yang melihat kondisi saat ini dan mengakomodir kebutuhan setiap pihak di indusri properti sehingga penyaluran KPR subsidi tetap berjalan. Terlebih, lebih dari 3 tahun tidak ada penyesuaian harga rumah subsidi. 

“Ini sangat membantu pengembang. Ini langkah baik pemerintah menumbuhkan gairah suplai dan demand dan pembiayaan perbankan, perbankan sudah mengalami serapan yang berkurang, berita penyesuaian harga ini membuat pengembang semakin tinggi serapan. Penyesuaian harga ini untuk menjaga keseimbangan industri properti saat ini dan besaran kenaikan pun sudah cukup mengakomodir,” tuturnya.

Dengan telah diterbitkan beleid PMK ini, pengembang akan segera membangun sebanyak mungkin hunian yang dibutuhkan masyarakat dan menyesuaikan terhadap serapan yang memang kemarin sempat ada keterlambatan. 

Pasalnya, kondisi pengembang rumah subsidi yang tergabung dalam Apersi memang tengah kesulitan dalam memproduksi unit hunian MBR. Hal itu dikarenakan harga material bangunan saat ini sangat tinggi dan juga terjadi kenaikan pada lahan. Hal itu membuat sejumlah pengembang beralih menjual rumah komersial sehingga menganggu pasokan rumah subsidi. 

Adapun hingga akhir Mei ini, Apersi telah membangun 30.000 unit hingga 40.000 unit rumah subsidi. Di tahun lalu, Apersi bisa membangun 70.000 unit rumah subsidi dari siteplan rencana 110.000 unit. 

“Dari target siteplannya 172.000 unit, kami akan kejar bangun rumah subsidi, mudah-mudah bisa terealisasi 110.000 unit hingga 120.000 unit. Mudah-mudahan bisa terealisasi,” kata Junaidi. 

Baca Juga: Ketika Pemerintah Kembali Pertegas Sasaran Kualitas Rumah MBR 


Daya Beli MBR

Terpisah, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios)Bhima Yudhistira berpendapat kenaikan harga rumah subsidi di tahun ini yang sebesar 7,6 persen dan kembali naik 1,2 persen di tahun depan akan memberatkan kalangan MBR dalam membeli rumah. Hal ini karena kenaikan harga rumah di atas inflasi maupun upah minimum. 

Sebagai perbandingan inflasi diproyeksi 4 persen hingga 5 persen, yang berarti terjadi penyesuaian harga rumah bersubsidi diatas angka inflasi,” ucapnya. 

Terlebih, saat ini masyarakat tengah mengalami tekanan mulai dari ketidakpastian pendapatan pekerja sektor formal, masih tingginya ancaman PHK, hingga mulai porsi pekerja informal yang meningkat. Oleh karena itu, kenaikan harga rumah subsidi ini akan menekan daya beli MBR. 

“Sebaiknya kenaikan jangan setinggi 8 persen, kalau mau naik di bawah angka inflasi yang wajar. Khawatir dengan naiknya harga rumah subsidi, MBR jadi tahan pembelian rumah dan memilih sewa rumah,” ujar Bhima. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Yanita Petriella

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.