Bisnis, JAKARTA – Pemerintah meyakini bahwa peluang Indonesia mengalami resesi relatif kecil, hanya sekitar tiga persen. Perekonomian Indonesia hingga saat ini relatif aman dari guncangan krisis ekonomi global. Bahkan, pada sisi ekpor, Indonesia menikmati berkah tersendiri sehingga neraca perdagangan pada Juni mencatatkan surplus yang besar.
Ekspor yang bergerak naik dan cadangan devisa yang lebih dari cukup membangun keyakinan bahwa krisis tidak akan terlalu menguncang Indonesia. Apalagi, melalui APBN, “disusupkan” subsidi untuk menjadi bantalan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2022 mencatat surplus hingga US$5,09 miliar. Surplus tersebut meningkat dibandingkan dengan surplus bulan sebelumnya yang mencapai US$2,90 miliar. Kinerja positif tersebut melanjutkan surplus neraca perdagangan Indonesia sejak Mei 2020.
Bank Indonesia menilai surplus neraca perdagangan Indonesia pada Januari-Juni 2022 bisa memperkuat ekonnomi domestik dari ketidakpastian global. Surplus neraca perdagangan yang dicapai pada semester I/2022 sebesar US$24,89 miliar, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan capaian pada semester I/2021 sebesar 11,84 miliar dolar AS. Bank Indonesia memandang bahwa surplus neraca perdagangan tersebut telah berkontribusi positif dalam menjaga ketahanan eksternal perekonomian Indonesia.
Lantas, betulkah peluang terjadinya resesi di Indonesia relative kecil? Pertanyaan itu menjadi penting untuk dikaji dengan menggunakan data, seperti halnya sinyalemen yang menyebutkan bahwa Indonesia bisa mengalami krisis seperti Srilanka.