BI Angkat Isu Mata Uang Digital dalam Pertemuan G20

BI mulai serius membahas mengenai rencana penerbitan mata uang digital.

Herdanang Ahmad Fauzan

11 Des 2021 - 22.36
A-
A+
BI Angkat Isu Mata Uang Digital dalam Pertemuan G20

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Rabu (18/8 - 2020), Dok. Bank Indonesia

Bisnis, JAKARTA - Minat investor terhadap aset kripto dalam beberapa tahun terakhir begitu pesat. Hal itu pun mendorong Bank Indonesia mengangkat isu mata uang digital dalam pertemuan negara-negara G20. 

Terlebih lagi, Indonesia berencana menerbitkan mata uang digital atau Central Bank Digital Currency (CBDC). Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan secara spesifik bakal mengupayakan pembicaraan cross-border payment system berkaitan dengan remitansi, open API, dan payment system mata uang digital.

"Ini adalah bagaimana kami bisa juga mendapat general principal [prinsip umum] untuk CBDC,” kata Perry dalam Fintech Summit Sabtu (11/12/2021).

Meskipun, CBDC sebenarnya belum menjadi cetak biru prioritas dalam pengembangan pasar uang dan sistem pembayaran Indonesia. Namun, BI menegaskan bahwa mereka akan serius menggulirkan rencana penerbitan uang digital tersebut.

Rencana peluncuran CBDC juga menjadi target beberapa negara anggota G20 yang khawatir terhadap efek demam kripto dan penggunaannya sebagai alat pembayaran. Beberapa negara bahkan telah menempuh langkah lebih jauh dengan memblokir dan melarang keras transaksi maupun penambangan kripto.

Selain pembahasan cross-border payment system, menurut Perry, negara-negara G20 juga akan berdiskusi terkait transaksi digital. Harapannya pertumbuhan transaksi digital ke depannya bisa memberikan dampak yang lebih nyata terhadap kesejahteraan atau perekonomian negara.

“Jadi bukan hanya soal inklusi keuangan. Harus pembahasan tentang bagaimana sistem pembayaran digital, fintech, bank digital, dan e-commerce agar bisa menaikkan kesejahteraan masyarakat," jelasnya. 

 

 

Pandemi Masih Menjadi Isu Utama

Selain masalah mata uang digital, agenda negara-negara G20 di Indonesia juga termasuk pertemuan Gugus Tugas Menteri Keuangan dan Kesehatan G20 atau Joint Task Force Finance-Health Minister G20. Acara tersebut rencananya dilaksanakan pada 20 Desember 2021.

Adapun gugus tugas tersebut pertama kali ditetapkan pada masa Presidensi G20 Italia dan akan berfokus pada mekanisme pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi di masa depan. Pada presidensi Indonesia, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin akan memimpin gugus tugas tersebut.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Ekonomi Makro dan Internasional, Wempi Saputra, mengatakan pertemuan pertama yang akan digelar sebelum akhir tahun ini akan membahas sejumlah hal dasar seperti sekretariat dan rencana kerja dalam setahun ke depan.

"Pertama kita akan bahas tentang sekretariat, dan rencananya akan ada di WHO. Lalu, siapa yang akan jadi kepala sekretariatnya karena dia akan jadi semacam organizer dari berbagai kegiatan gugus tugas," kata Wempi pada konferensi pers di Nusa Dua, Bali, Jumat (10/12/2021).

Kedua, pertemuan perdana gugus tugas akan membahas tentang rencana kerja dalam satu tahun ke depan. Setelah itu, hasil pembahasan rencana kerja akan dibawa ke pertemuan jalur keuangan G20 level menteri dan gubernur bank sentral atau Finance Minister and Central Bank Governor (FMCBG) pada Februari 2022.

Setelah itu, pertemuan gugus tugas akan selalu mengikuti perkembangan FMCBG G20 yang akan dilaksanakan selama empat kali dalam masa presidensi yaitu pada Februari, April, Juli, dan Oktober. Inti dari gugus tugas ini adalah untuk menyiapkan penanganan pandemi di masa depan.

Salah satu bahasannya terkait dengan pembiayaan di antaranya untuk meningkatkan arsitektur sistem kesehatan khususnya di negara-negara berkembang dan berpendapatan rendah. Kendati demikian, perihal pembiayaan tersebut belum dibahas secara rinci pada pertemuan pertama gugus tugas menteri keuangan dan kesehatan pada 20 Desember mendatang.

"Tentunya along the way, akan dimintakan bantuan [pembiayaan] apakah akan dari WHO, atau World Bank, dan juga negara-negara maju G20 yang turut menjadi anggota task force. Detailnya akan kita bahas sampai level KTT," jelas Wempi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menyebut estimasi dana yang dibutuhkan dunia untuk kesiapsiagaan dan respons pencegahan pandemi adalah sebesar US$15 miliar per tahun. Pada saat pembentukan joint task force oleh presidensi Italia, para ahli independen terkait memberikan rekomendasi bahwa pandemi seperti Covid-19 yang saat ini dialami oleh dunia, harus bisa dicegah.

"High level independent expert ini menyampaikan bahwa pandemi harus bisa dicegah ke depannya. Mereka terdiri dari para ahli internasional dan telah membuat penelitian. Mereka membuat estimasi bahwa kebutuhan dunia untuk menciptakan kesiapan preparedness dari pandemi ke depan, sebesar US$15 miliar per tahunnya," ujarnya. (Dany Saputra)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Febrina Ratna Iskana

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.