Bitcoin Injak Usia 13 Tahun, Bagaimana Prospeknya Tahun Ini?

Harga Bitcoin sepanjang tahun lalu bergerak naik turun secara drastis seperti roller coaster.

Asteria Desi Kartikasari & Mutiara Nabila

4 Jan 2022 - 17.34
A-
A+
Bitcoin Injak Usia 13 Tahun, Bagaimana Prospeknya Tahun Ini?

Ilustrasi aset kripto Bitcoin, Ether, dan Altcoin - Istimewa

Bisnis, JAKARTA -  Aset kripto berkembang begitu pesat dalam beberapa tahun terakhir. Perkembangan aset digital tersebut tak bisa lepas dari kemunculan Bitcoin. 

Bitcoin pertama kali ditambang dari Gensisi Block oleh Satoshi Nakamoto pada 3 Januari 2009. Hal itu pun menjadi awal dari berkembangnya blockchain Bitcoin.

Selama 13 tahun eksis dalam perdagangan kripto, Bitcoin mencetak beragam rekor. Salah satunya rekor sebagai aset kripto paling populer sampai saat ini. 

Namun, kemunculan aset-aset kripto baru dalam beberapa tahun terakhir mulai menggeser pamor Bitcoin. Bahkan Bitcoin mulai kehilangan tenaga untuk kembali bullish. 

Berdasarkan data dari Coinmarket.com, harga Bitcoin pada Selasa (4/1/2021) pukul 14.30 WIB mencapai US$ 46.447,28. Nilainya turun 1,09 persen dari hari sebelumnya, dan terkoreksi 5,64 persen dari pekan lalu. 

Dikutip dari Coindesk, beberapa analis telah memantau data blockchain untuk petunjuk arah harga Bitcoin (BTC) di masa depan. Misalnya, arus pertukaran bersih telah meningkat baru-baru ini, menandakan pergeseran bearish dalam sentimen investor serupa dengan yang terlihat sebelum jatuhnya harga pada Mei 2021 lalu. 



 

Adapun sepanjang tahun lalu, harga Bitcoin bergerak bak roller coaster. Bitcoin mengawali 2021 di level US$30.000 per koin. Aset kripto tersebut berhasil naik empat kali lipat dari setahun sebelumnya. 

Penguatan harga Bitcoin terjadi karena aset tersebut telah matang dengan masuknya investor institusional. Selain itu, Bitcoin semakin dipandang sebagai aset lindung nilai yang sah terhadap pelemahan dolar AS dan risiko inflasi. 

Namun, pihak yang skeptis khawatir bahwa reli tersebut tidak terkait dengan alasan fundamental dan tidak didorong oleh sejumlah besar stimulus fiskal dan moneter. Mereka juga ragu bahwa Bitcoin dapat berfungsi sebagai alternatif mata uang yang layak. 

Meski begitu, Bitcoin yang merupakan cryptocurrency terkemuka di dunia justru mencapai level tertinggi sepanjang masa di level US$64.895,22 pada 14 April 2021. Sayangnya, penguatan tersebut tidak berlangsung lama. Aset kripto tersebut kembali turun akibat adanya keresahan seputar regulasi penggunaan aset kripto di berbagai negara. 

Setelah menurun cukup tajam, harga Bitcoin mulai menanjak kembali ke level di atas US$39.000 pada Juni 2021. Penguatan harga Bitcoin terjadi setelah Elon Musk mengatakan Tesla Inc. akan melanjutkan transaksi dengan cryptocurrency tersebut, ketika penambangan kripto telah dilakukan dengan energi bersih. 

Transaksi akan dilakukan ketika ada konfirmasi yang mendasar bahwa penggunaan energi bersih oleh para penambang mencapai 50 persen dengan tren masa depan yang positif. Cuitan bos Tesla di Twitter tersebut ditunjukan untuk membalas laporan dari Cointelegraph yang mengutip paparan Kepala aset manajemen Sygnia Magda Wierzyca yang mengatakan tweet Elon Musk soal Bitcoin seharusnya memicu investigasi dari SEC AS.

Kemudian, harga Bitcoin sempat menyentuh level US$67.277 yang merupakan all time high pada Rabu, 20 Oktober 2021. Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo memprediksi tren bullish Bitcoin masih akan terjadi pada periode mendatang. Menurut dia, di masa yang akan datang akan semakin banyak regulasi yang menyetujui kegiatan perdagangan aset kripto. 

Dampak dari hal ini tentu akan semakin memperbanyak likuidasi sehingga suplai Bitcoin akan berkurang, sehingga harga mata uang kripto dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar ini akan meningkat. 

 

 

Pada November 2021, koin digital terbesar di dunia berdasarkan nilai pasar tercatat naik sebanyak 2,5 persen pada hari Selasa (9/11/2021) menjadi US$67.778, mengambil rekor terakhir yang ditetapkan pada 20 Oktober di bawah US$67.000. Kenaikan harga Bitcoin itu menandakan dimulainya dorongan terakhir untuk kuartal keempat sebelum pasar kripto menunjukkan konsolidasi yang lebih jelas ke tahun depan. 

Meski begitu, terjadi guncangan di dalam negeri setelah Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram terkait aset kripto sebagai mata uang. Namun, diyakini tidak akan mengendurkan minat masyarakat Indonesia untuk berinvestasi pada instrumen ini.

Komisaris Utama PT HFX Internasional Berjangka, Sutopo Widodo, kala itu menjelaskan bahwa fatwa MUI tentang kripto tersebut sah-sah saja dan harus dihormati karena mempunyai landasan dan pandangannya masing-masing. Ia mengatakan, dampak fatwa ini terhadap industri kripto di Indonesia tidak akan signifikan. 

Hal tersebut karena cryptocurrency merupakan produk aset global yang sudah tersebar di seluruh dunia. “Pasar kripto juga telah mempunyai komunitas investor dan trader yang sudah sedemikian besar di Indonesia dan bahkan di dunia,” katanya saat dihubungi pada Senin (15/11/2021). 

Meski begitu, harga Bitcoin cenderung bergerak turun sepanjang Desember 2021. Sepanjang bulan lalu, aset kripto dengan kapitalisasi pasar terbesar di dunia itu telah menurun 18 persen. Level harga tersebut juga membawa Bitcoin ke rerata pergerakan selama 55 minggu, yang menjadi batas bawah secara teknikal. 

Bitcoin bahkan terkoreksi hingga 2,7 persen dan diperdagangkan pada level US$46.700 Kamis (30/12/2021). Kemudian pada akhir perdagangan Jumat (31/12/2021). Bitcoin naik 3,10 persen atau US$1.454,23 ke US$48.340.

Meski begitu, Bitcoin diproyeksi bergerak di bawah US$40.000. Pelaku pasar juga masih mempertanyakan volatilitas Bitcoin jelang tahun 2022.

Fluktuasi ini berpotensi semakin menekan harga Bitcoin pada 2022 atau justru menjadi katalis reli harga seiring dengan berkurangnya stimulus global pascapandemi. Para pengamat pun melihat pelemahan harga Bitcoin masih akan berlanjut pada awal tahun ini.

Aksi jual Bitcoin diprediksi terjadi setidaknya hingga Januari 2022. "Banyak pedagang telah menghasilkan uang yang mengubah hidup pada tahun 2021 dan telah menunggu untuk mengambil keuntungan hingga pergantian tahun untuk menunda pembayaran pajak hingga 2023. Itu adalah sumber tekanan jual lain yang bisa mengalir ke pelemahan tambahan di bulan Januari," kata Sergio Silva, direktur penjualan di Fireblocks seperti data Bloomberg yang dikutip dari Bisnis.com, Senin  (3/1/2022).
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Febrina Ratna Iskana

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.