Bisnis, JAKARTA – Harga properti residensial khususnya rumah tapak saat ini terbilang tinggi untuk kalangan tertentu. Hal ini tentu menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat yang penghasilannya pas-pasan.
Terlebih saat ini harga komoditas yang tengah melambung tinggi diproyeksikan akan mengerek harga rumah sehingga impian masyarakat yang ingin memiliki hunian pertama mereka makin sirna. Hal ini memutar memori kondisi properti residensial pada tahun 2012 – 2013 dimana saat itu harga rumah tapak mengalami lonjakan akibat demand yang begitu besar akibat booming komoditas.
Selain booming harga komoditas, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat secara tak langsung akan menekan harga properti residensial. Adapun nilai tukar rupiah ditutup melemah 0,19 persen atau turun 28,5 poin sehingga parkir di posisi Rp15.020 per dolar AS pada Kamis (14/7/2022) Tak hanya itu, pada paruh kedua sejumlah ekonom juga memprediksi akan ada kenaikan Bank Indonesia (BI) 7 day reverse repo rate yang saat ini berada di level 3,5 persen.
Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence Surnasip memproyeksikan para pengembang tidak akan menaikkan harga rumah melebihi 5 persen di sepanjang tahun ini meski ada gejolak harga komoditas, isu pelemahan nilai tukar rupiah dan rencana kenaikan suku bunga acuan BI.