Boven Digoel, SDA Berlimpah dari Hasil Sungai hingga Hutan

Kabupaten Boven Digoel di Provinsi Papua berlimpak sumber daya alam. Masyarakat di daerah itu pun mulau mengolahnya dengan sejumlah produk sempat dipasarkan ketika berlangsung PON tahun ini.

Redaksi

30 Nov 2021 - 21.25
A-
A+
Boven Digoel, SDA Berlimpah dari Hasil Sungai hingga Hutan

Dermaga Sungai Digoel di Kampung Mandobo, Distrik Kouh, Kabupaten Boven Digoel, Papua./Antara

Bisnis, JAYAPURA – Boven Digoel merupakan kabupaten di Provinsi Papua yang memiliki banyak potensi sumber daya alam, mulai dari hasil sungai hingga hutan. Kabupaten dengan populasi 64.524 jiwa ini beribu kota di Tanah Merah.

Boven Digoel berbatasan dengan Asmat di utara, lalu Pegunungan Bintang di timur, kemudian negara Papua Nugini (PNG) dan Merauke di selatan selanjutnya Mappi di barat.

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Kabupaten Boven Digoel dikenal dengan sebutan "Digul Atas" yang terletak di tepi Sungai Digul Hilir.

Daerah seluas 10.000 hektare itu berawa-rawa, berhutan lebat, dan sama sekali terasing. Satu-satunya akses ialah menggunakan kapal motor melalui Sungai Digoel.

Yowakim Mukri, juru mudi speedboat di Sungai Digoel mengatakan Tanah Tinggi merupakan salah satu tempat yang dilewati jika hendak menuju Kouh, distrik yang kini menjadi lokasi pembuatan minyak lawang.

"Banyak cerita yang bisa kami ceritakan kepada tamu dari luar Boven Digoel jika melintas di Sungai Digoel melewati Tanah Tinggi," ucapnya kepada Antara sambil mengemudikan speedboat sambil ditemani anak keempatnya, Paskalis Mukri.

Bagi Yowakim, Sungai Digoel merupakan sumber pendapatan utama bagi keluarganya, karena dapat mengais rezeki melalui pekerjaannya sebagai seorang juru mudi speedboat. Jalur Sungai Digoel merupakan salah satu rute perjalanan yang harus digunakan oleh warga.

Untuk dapat tiba di Distrik Kouh, hanya bisa ditempuh menggunakan speedboat, longboat, atau ketinting selama kurang lebih 8 jam perjalanan pulang dan pergi.

Sungai Digoel memiliki panjang sekitar 180 kilometer, lebar bervariasi 300 meter hingga 900 meter, dengan kedalaman bervariasi 6 meter hingga 28 meter.

POTENSI KAYU LAWANG

Di Distrik Kouh terdapat tiga kampung yakni Mandobo, Kouh, dan Jair. Warga setempat yang tergabung dalam Kelompok Tani Fina Fenandi berhasil memproduksi minyak lawang khas Boven Digoel.


Kampung Jair di Boven Digoel./IPB.ac.id

Kelompok Tani Fina Fenandi dibina dan didampingi Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Unit 53 Boven Digoel bekerja sama dengan Yayasan EcoNusa Indonesia.

KPHP sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Kehutanan Provinsi Papua memberikan pendampingan bagi masyarakat untuk mengelola potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di wilayah setempat.

Kepala KPHK 53 Boven Digoel Ade John Moesieri mengatakan pihaknya memprioritaskan pengelolaan hutan bersama masyarakat melalui program pemberdayaan di dalam dan sekitar kawasan hutan guna mengelola potensi HHBK yang salah satunya kini sedang didampingi yakni produksi minyak lawang Fina Fenandi di Distrik Kouh.

Menurut John, masih banyak hal yang perlu dibenahi dan tingkatkan dalam proses dan mekanisme produksi minyak kayu lawang agar dapat memenuhi standar produksi dan pemasaran yang diwajibkan oleh regulasi atau perizinan produk di Indonesia.

KPHP Unit 53 Boven Digoel dalam perencanaan program dan kegiatan ke depan, mengupayakan pemantapan, peningkatan sarana prasarana produksi, perizinan atau legalitas produk pada pasar modern dan budi daya jenis kayu lawang atau yang dikenal dengan nama ilmiah Cinnamomum cullilawang serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia kelompok, untuk mengelola serta memproduksi, juga memasarkan produk tersebut secara profesional.

"Artinya, kalau ada produk, kami juga harus siap memasarkan, itu menjadi tugas tanggung jawab pemerintah sebagai drive perencanaan kebijakan serta pelaksana program pemberdayaan masyarakat," kata John.

Kepala KPHK 53 Boven Digoel Ade John Moesierui memperlihatkan kulit kayu yang akan diolah menjadi minyak lawang./Antara

Seperti umumnya kegiatan produksi minyak kayu lawang, KPHP 53 Boven Digoel bermitra dengan Yayasan EcoNusa Indonesia untuk memfasilitasi Kelompok Tani Hutan Fina Fenandi mengelola potensi HHBK mereka.

PERALATAN TRADISIONAL

Ketua Kelompok Tani Hutan Fina Fenandi Fayaho Kwanimba mengatakan produksi minyak lawang yang dibuat oleh masyarakat di Distrik Kouh awalnya menggunakan alat-alat tradisional seadanya.

Beberapa hal yang melatarbelakangi dirinya bersama anggota kelompoknya memproduksi minyak lawang adalah besarnya potensi hutan di Boven Digoel yang belum dimanfaatkan secara maksimal.

Ternyata setelah dapat memproduksi minyak lawang, dapat memunculkan inovasi-inovasi lainnya dalam memanfaatkan hasil hutan di sekitarnya.

"Dulu awalnya jika hendak produksi minyak lawang harus menebang pohon dari kayu lawang, kini kami hanya perlu mengiris kulit pohonnya atau melukai kambiumnya sehingga tanamannya tetap hidup," ujarnya.

Fayaho dan warga lain memperoleh pembinaan dan pendampingan dari KPHP Boven Digoel mengenai cara memanfaatkan hasil hutan bukan kayu di wilayah sekitarnya.

Untuk proses pembuatan, pengemasan, hingga pemasaran, selain KPHP, EcoNusa juga turut mendukung dengan memberikan peralatan modern seperti mesin cacah kayu atau contoh desain kemasan.

"Kami memilih kayu lawang untuk dijadikan minyak karena di wilayah Distrik Kouh banyak pohonnya. Selain itu, warga sudah mengenal dengan baik kegunaan dari minyak lawang," tuturnya.

Minyak lawang merupakan jenis obatan luar yang dihasilkan dari kandungan minyak pada kulit kayu lawang yang berkhasiat meredakan rematik, pegal-pegal, asam urat, mempercepat penyembuhan luka luar, sakit perut, keseleo dan lain sebagainya. Minyak ini dihasilkan dari penyulingan secara tradisional oleh masyarakat di kampung.

"Minyak lawang khas Boven Digoel milik kami ini sudah sempat kami coba pasarkan ketika pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX di Kabupaten Merauke dan ternyata peminatnya banyak," kata Fayaho.

Kemitraan KPHP dan EcoNusa dapat mendukung berkembangnya produksi minyak lawang dengan tetap mempertahankan hutan di sekitarnya sehingga meningkatkan kesejahteraan warga setempat. Meskipun masih terkendala rumah produksi minyak lawang yang ideal, pihaknya tidak patah semangat dan tetap berusaha.

POTENSI LAINNYA

Setelah minyak lawang, Boven Digoel memiliki potensi lain yakni ikan air tawar di Sungai Digoel. Potensi agrofishery yang dilirik KPHP Boven Digoel jatuh pada ikan mujair (Oreochromis mossambicus) dan ikan gabus (Channa striata).

Dari potensi perikanan ini, KPHP juga menggandeng EcoNusa untuk memproduksi abon berbahan dasar ikan di Kampung Persatuan, Distrik Mandobo. Hadirlah produk Abon Ikan Wambon yang diproduksi oleh mama-mama di kampung setempat.

Kali ini, KPHP tidak hanya menggandeng EcoNusa, karena ada pula kolaborasi dengan Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura, Peternakan dan Perikanan serta mitra binaan Dinas Perindustrian dan Perdagangan setempat sebagai pendamping masyarakat dalam memproduksi abon ikan tersebut.

"Kami mulai menekuni produksi abon ikan secara bertahap dan puji Tuhan hasilnya kini sudah dapat dinikmati," kata Ketua Kelompok Abon Ikan Wambon Ida Ngolongat.

Bagi Ida, dapat memimpin kelompoknya untuk memproduksi abon ikan sangatlah berkesan. Banyak kendala dalam mengkoordinir mama-mama lainnya.

Ida dan mama-mama dari Distrik Mandobo mampu menjual abon ikan produksi rumah tersebut, bahkan dalam ajang PON XX di Kabupaten Merauke, telah terjual cukup banyak. "Dengan bantuan KPHP, abon ikan produksi kami juga dapat dibeli di Jayapura pada galeri Dinas Kehutanan dan itu sangat membuat bangga."

Potensi hasil hutan bukan kayu berupa mujair serta gabus memiliki nilai ekonomis yang tinggi. "Ikan mujair dan gabus ini ada di Sungai Digoel sehingga kami mengategorikan sebagai HHBK bernilai ekonomis tinggi," kata John.

Yayasan EcoNusa Indonesia pun memberikan apresiasi terhadap upaya masyarakat dalam mengembangkan produksi minyak lawang yang dilakukan Kelompok Tani Fina Fenandi di Distrik Kouh dan Abon Ikan Wambon di Distrik Mandobo.

Senior Manajer Komunikasi Yayasan EcoNusa Indonesia Nina Nuraisyiah mengatakan kehadirannya untuk mendukung inisiatif baik dari masyarakat dan bervisi memastikan yang tinggal di sekitar hutan bisa sejahtera.

"Jika bicara konservasi tapi memarginalkan masyarakat, itu tidak masuk akal. Jadi, kami memastikan masyarakat sejahtera dulu," kata Nina.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Syahran Lubis

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.