Buah Manis Pasar Kerja dari Bibit Investasi Industri Hilir

Tahun ini, serapan pekerja ke industri manufaktur diproyeksi sanggup menembus 20,84 juta orang, naik 11,80 persen dari realisasi tahun lalu sebanyak 18,64 juta orang. Apa saja faktor pendorongnya? Simak telaahnya.

Stepanus I Nyoman A. Wahyudi & Wike Dita Herlinda

30 Jan 2022 - 21.30
A-
A+
Buah Manis Pasar Kerja dari Bibit Investasi Industri Hilir

Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA — Setelah terpuruk akibat terjangan pandemi Covid-19 selama 2 tahun terakhir, pasar kerja digadang-gadang kembali bergeliat pada 2022. Pengusaha mulai ancang-ancang menyerap tenaga kerja di tengah tuntutan pemerintah untuk melakukan penghiliran.

Serapan tenaga kerja dari lini industri pengolahan pun diyakini terkerek signifikan pada Tahun Macan Air, berbanding lurus dengan ekspektasi kenaikan arus investasi di sektor tersebut. 

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B.Sukamdani mengatakan realisasi penanaman modal—baik dari dalam maupun luar negeri—sudah kembali ke arah padat karya. 

Artinya, sebut Hariyadi, kapital yang tertanam di Tanah Air mulai tahun ini bakal membuka lebih banyak lagi serapan tenaga kerja, khususnya di sektor industri pengolahan alias manufaktur. 

Tahun ini, Kementerian Perindustrian menargetkan serapan pekerja ke industri manufaktur sanggup menembus 20,84 juta orang, naik 11,80 persen dari realisasi tahun lalu sebanyak 18,64 juta orang. 

“Serapan tenaga kerja akan mengikuti realisasi investasi yang baru. Kabar gembiranya, [investasi] padat karya sudah mulai banyak yang masuk. Kalau kita lihat di Pantura [jalur pantai utara], pabrik sepatu sudah banyak. Itu sinyal yang bagus,” kata Hariyadi, Minggu (30/1/2022). 

Dia berpendapat karakter investasi yang kembali marak di segmen padat karya itu tidak lepas dari implementasi Peraturan Pemerintah (PP) No. 36/2021 tentang Pengupahan yang menjadi turunan Undang-Undang (UU) No. 11/2020 tentang Cipta Kerja. 

Kendati sebagian kecil provinsi tidak mengikuti amanat UU Cipta Kerja, Hariyadi mengatakan pengusaha menilai positif penetapan upah minimum pada akhir tahun lalu yang belakangan memacu minat investasi di sektor padat karya. 

Lebih lanjut, potensi tingginya serapan tenaga kerja juga didorong oleh keberhasilan pemerintah dalam mendorong program penghiliran dan substitusi impor sejumlah komoditas strategis. Kedua program itu turut mendatangkan investasi dan serapan tenaga kerja yang relatif besar sepanjang 2021. 

“Pemerintah bagus, benar-benar serius untuk program penghiliran untuk menambah nilai-nilai komoditas di pertambangan dan perkebunan. Pengusaha tentu mendukung upaya ini,” kata dia. 

Dihubungi secara terpisah, Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri mengatakan sektor manufaktur terus melanjutkan reli ekspansi setelah lonjakan pandemi pada pertengahan 2021. Berbanding lurus, investasi pada sektor itu mulai tumbuh signifikan pada kuartal IV/2021.

“Banyak investasi baru. Ekspektasi industri [pun membaik] karena naiknya permintaan produk manufaktur di dalam dan luar negeri,” jelas Febri. 

Dia mengaimi prioritas program penghiliran dan substitusi impor di industri manufaktur turut mengerek nilai investasi pada industri pengolahan nonmigas di dalam negeri. Dampaknya, serapan tenaga kerja sepanjang 2021 pun kembali terkerek. 

Menurut catatan Kemenperin, serentang Januari—September 2021, realisasi investasi di sektor manufaktur tercatat sebesar Rp236,79 triliun. Angka ini naik 17,3 persen jika dibandingkan dengan realisasi investasi pada periode yang sama 2020 yang berjumlah Rp201,87 triliun.

Dari sisi capaian nilai ekspor, kontribusi sektor industri manufaktur terus meningkat meski di tengah himpitan pandemi. 

Sejumlah pekerja pabrik rokok menghitung uang Tunjangan Hari Raya (THR) Lebaran saat pembagian di Kudus, Jawa Tengah, Selasa (21/5/2019)./ANTARA-Yusuf Nugroho

Nilai ekspor industri manufaktur pada Januari—November 2021 mencapai US$160 miliar atau berkontribusi sebesar 76,51 persen dari total ekspor nasional. 

Angka ini telah melampaui capaian ekspor manufaktur sepanjang  2020 sebesar Rp131 miliar dan lebih tinggi dari capaian ekspor 2019.

“Penghiliran produk tambang dan CPO [crude palm oil] telah membuka industri baru dan serapan tenaga kerja lebih besar,” kata dia. 

Sekadar catatan, Kemenperin menargetkan pertumbuhan industri manufaktur sebesar 4—4,5 persen pada 2021 dan naik menjadi 4,5 hingga 5 persen pada 2022. 

Dengan demikian, nilai ekspor industri manufaktur ditargetkan pada kisaran US$170 hingga US$175 miliar pada 2021 dan bakal mencapai US$175 hingga US$180 miliar pada tahun ini. 

Sementara itu, nilai investasi ditargetkan mencapai Rp280 triliun hingga Rp290 triliun pada 2021 dan naik menjadi Rp300 hingga Rp310 triliun pada 2022. Peningkatan nilai investasi itu diharapkan turut mengungkit serapan tenaga kerja sebanyak 20,84 juta orang pada tahun ini. 

Secara tren, jumlah tenaga kerja industri pengolahan sempat mengalami penurunan ketika pandemi Covid-19 terjadi. Pada 2019, tercatat ada 19,14 juta tenaga kerja di industri pengolahan. Angkanya kemudian turun 8,93 persen  menjadi 17,43 persen  pada 2020. 

Setahun setelahnya, jumlah tenaga kerja industri pengolahan meningkat 6,94 persen menjadi 18,64 juta orang. 

Meski demikian, jumlah tersebut belum mampu menyamai ketika sebelum pandemi Covid-19 berlangsung. Angkanya terpantau masih lebih rendah 2,61 persen dibandingkan pada 2019.

SEKTOR PERTEKSTILAN

Salah satu kontributor terbesar serapan tenaga kerja di sektor manufaktur adalah industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Awal tahun ini, sektor tersebut telah mengantongi komitmen investasi US$400 juta yang diperkirakan dapat menyerap 150.000 tenaga kerja baru. 

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan industri TPT bakal banyak melakukan investasi lantara permintaan yang meningkat dari pasar domestik dan internasional. 

Sejumlah perusahaan sudah kembali menanam modal sejak kuartal IV/2021 untuk produksi kain dan benang. Investasi itu ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik yang ditinggalkan produk impor atau substitusi barang impor. 

“Beberapa perusahaan di hulu sampai hilir sudah komitmen. Perkiraan tambahan tenaga kerja bisa sekitar 20.000 orang. Kalau ditambah dengan industri kecil menengah bisa sekitar 150.000 orang,” tutur Redma. 

Lebih lanjut, dia optimistis permintaan pasar terhadap produk TPT Indonesia sudah kembali ke jalur positif. Di sisi lain, program substitusi impor terbukti cukup efektif mengungkit kinerja industri domestik selama masa pemulihan ekonomi akibat pandemi. 

“Pada 2022, investasi akan banyak dilakukan seiring permintaan pasar yang mulai membaik dan program substitusi impor yang digalakkan oleh pemerintah sesuai perintah presiden,” kata dia. 

Sekadar catatan, kontribusi industri TPT terhadap produk domestik bruto (PDB) sektor manufaktur sebesar 6,08 persen pada kuartal III/2021. 

Sementara itu, pertumbuhan industri TPT pada kuartal III/2021 juga mengalami perbaikan menjadi sebesar 4,27 persen apabila dibandingkan kuartal sebelumnya yang 0,48 persen.

Dari sisi ekspor, sektor TPT pada Januari—=Oktober 2021 turut mengalami peningkatan sebesar 19 persen menjadi US$10,52 miliar, selain nilai investasi yang juga mengalami kenaikan sebesar 12 persen sehingga menjadi Rp5,06 triliun.

Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). Bisnis/Rachman

Tidak kalah dari sektor TPT, sejumlah perusahaan alas kaki tengah meningkatkan kapasitas produksi mereka seiring dengan meningkatnya kinerja ekspor tahunan yang mencapai 27,5 persen pada akhir 2021. 

Peningkatan kapasitas produksi itu dilakukan dengan menambah jumlah pabrik di daerah baru seperti Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur. 

Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakrie menjelaskan pertumbuhan ekspor menandakan permintaan global terhadap produk alas kaki buatan Indonesia terus menguat.

Selaras dengan hal itu, kebutuhan untuk memacu produksi pun meningkat. Dengan demikian, sektor persepatuan akan membutuhkan lebih banyak lagi tenaga kerja pada 2022 dibandingkan dengan tahun lalu. 

Menurut Firman, perluasan pabrik persepatuan juga menjadi manuver teranyar sejumlah perusahaan alas kaki menyusul permintaan domestik dan internasional yang naik signifikan pada akhir tahun lalu. 

“Kami tumbuh 27,5 persen total ekspornya pada kuartal ketiga 2021. Kami belum bisa korelasi serapan tenaga kerjanya untuk tahun ini berapa, tetapi kita cukup optimislah,” kata Firman. 

Di sisi lain, tren kenaikan serapan tenaga kerja di industri alas kaki tidak hanya terjadi pada pabrik baru yang ada di Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur. 

Menurut Firman, serapan tenaga kerja di pabrikan alas kaki juga terjadi di pabrik lama yang sudah beroperasi seperti di kawasan Tangerang, Bekasi, Serang dan Purwakarta. 

“Hampir keseluruhan daerah kami tumbuh, di daerah-daerah yang eksisting seharusnya zero growth, tetapi justru tumbuh untuk serapan tenaga kerjanya,” tuturnya. 

KUALITAS SDM

Dari sudut pandang ekonom, Direktur Riset Center of Reform Economic (Core) Piter Abdullah meminta pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) seiring dengan potensi meningkatnya serapan tenaga kerja pada tahun ini. 

Piter menyarankan pemerintah untuk menyelaraskan prioritas program penghiliran sejumlah komoditas strategis dengan turut menyiapkan SDM yang andal berkaitan dengan program nilai tambah dalam negeri itu. 

“Pemerintah punya program Kartu Prakerja. Ini yang harus diselaraskan kalau kita arahnya pada penghiliran, [misalnya di industri] baterai [kendaraan listrik]. Tidak hanya menyiapkan sumber daya alam seperti logam, kita seharusnya juga memperkuat SDM kita,” kata Piter. 

Dengan demikian, kata Piter, angkatan kerja yang terserap nantinya dapat optimal di tengah upaya penghiliran dan substitusi impor yang membutuhkan tenaga kerja terampil ke depannya.

“Di Kemendikbudristek kan ada pendidikan formal dan informal ini harusnya dilakukan untuk menutup gap dalam upaya meningkatkan serapan tenaga kerja,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike Dita Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.