Bisnis, JAKARTA— Baru-baru ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan aturan main baru terkait financial technology atau fintech, khususnya klaster peer-to-peer (P2P) lending. Atas aturan tersebut, segelintir penyelenggara fintech lending masih kesulitan memenuhi aturan tersebut.
Kondisi tersebut diakui oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). Meskipun secara prinsip, industri menyambut positif penerbitan POJK No. 10/2022 sebagai pengganti POJK No. 77/2016, dengan harapan membawa industri P2P lending di Indonesia menjadi lebih dewasa.
Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah berujar salah satu aturan yang menjadi ‘curhatan’ segelintir pemain, adalah Pasal 16 ayat 2. Dalam hal ini anggota direksi yang merupakan warga negara asing wajib memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang dibuktikan dengan sertifikasi Bahasa Indonesia paling lambat satu tahun sejak tanggal persetujuan sebagai direksi oleh OJK.
“Padahal niatnya aturan ini sebenarnya baik, supaya para direksi dari luar itu mengenal budaya Indonesia. Selain itu, lewat bahasa harapannya juga akan memudahkan dari sisi komunikasi. Ini salah satu yang bisa dibicarakan,” jelas Kus dalam diskusi virtual bersama media Jumat, (22/7/2022).