Dampak Larangan Ekspor Timah, Proyek Smelter Harus Dikebut

Pembangunan industri pengolahan dan pemurnian (smelter) termasuk untuk timah dan bauksit juga terus dikebut. Dengan kata lain, dampak larangan ekspor timah diharapkan dapat memacu proyek smelter di Tanah Air.

Ibeth Nurbaiti

8 Agt 2022 - 23.30
A-
A+
Dampak Larangan Ekspor Timah, Proyek Smelter Harus Dikebut

Aktivitas pengolahan dan pemurnian timah di PT Timah Tbk. Emiten berkode saham TINS itu bakal berupaya meningkatkan kapasitas produksi di bidang hilir timah melalui anak usahanya PT Timah Industri, minimal dua kali lipat dibandingkan dengan kapasitas terpasang tahun lalu, sebagai respons atas rencana pemerintah melarang ekspor balok timah atau ingot pada akhir 2022. (TINS). Istimewa/MIND ID

Bisnis, JAKARTA — Keinginan Presiden Joko Widodo untuk mendorong perekonomian yang bernilai tambah terutama dari komoditas tambang mineral kian kuat. Setelah sebelumnya menghentikan ekspor nikel, selanjutnya pemerintah akan menghentikan ekspor timah dan bauksit.

Sejalan dengan itu, pembangunan industri pengolahan dan pemurnian (smelter) termasuk untuk timah dan bauksit juga terus dikebut. Dengan kata lain, dampak larangan ekspor timah diharapkan dapat memacu proyek smelter di Tanah Air. 

Selama ini, Indonesia menjadi negara pengekspor bahan mentah atau raw materials komoditas mineral, tanpa pernah sebelumnya memikirkan untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. 

Baca juga: Saatnya RI Keluar dari Jebakan Negara Berpenghasilan Menengah

Indonesia, menurut Presiden Joko Widodo, bahkan sudah terlalu lama berada di zona nyaman yang hanya menjual komoditas mentah.

Maka tak salah jika dalam 2 tahun terakhir setidaknya pemerintah terus mengebut penghiliran mineral agar bisa memberikan manfaat yang lebih besar kepada negara. Sejumlah tahapan juga sudah dilakukan pemerintah, salah satunya dengan menyetop ekspor bijih nikel.

Kendati sikap pemerintah memicu Uni Eropa menyatakan gugatannya kepada World Trade Organization (WTO), pemerintah tetap menegaskan bahwa produk nikel harus diolah terlebih dulu sebelum diizinkan untuk diekspor. 

“Setelah nikel ini, meskipun belum rampung di WTO, akan kita setop lagi, tahun ini mungkin timah atau bauksit setop [ekspor],” kata Presiden Joko Widodo dalam acara Silaturahmi di PPAD, Sentul, Jawa Barat, dikutip dari Youtube Setpres, Jumat (5/8/2022).

Baca juga: Gerak Lamban Pembangunan Smelter Tersendat Pendanaan

Untuk itu, Presiden akan memerintahkan BUMN untuk mengolah timah dan bauksit menjadi produk yang bernilai tinggi. BUMN nantinya dapat bekerja sama dengan swasta. “Kalau BUMN sama swasta belum siap teknologinya, mengambil partner, enggak apa-apa. Partner asing untuk transfer teknologi enggak apa-apa, kenapa kita alergi? Tapi pabrik, industrinya ada di dalam negeri,” ujarnya.

Sejak zaman VOC, lanjut Jokowi, menuturkan, Indonesia selalu mengekspor bahan mineral dan batu bara mentah. Namun, hal itu harus segera dihentikan meski nantinya Indonesia harus menghadapi gugatan dari sejumlah negara.

Baca juga: Dilema Larangan Ekspor Bauksit dan Ketidaksiapan Smelter

“Kita sejak zaman VOC, ekspornya bahan mentah. Bahan mentah, memang itu paling enak. Batu bara keruk langsung kirim bahan mentah, nikel keruk kirim bahan mentah, tembaga keruk, Freeport kirim bahan mentah. Bertahun-tahun kita menikmati itu dan lupa menyiapkan fondasi industrialisasinya,” papar Presiden.

Jokowi kemudian memberikan contoh bahwa Indonesia selama bertahun-tahun mengekspor bahan mentah nikel. Dia menyebut pada 2014 nilai ekspor bahan mentah nikel hanya US$1,1 miliar atau sekitar Rp15 triliun per tahun. 

Namun, begitu ekspor bahan mentah dihentikan dan nikel diolah menjadi produk yang bernilai tinggi, nilai ekspor melambung menjadi Rp300 triliun pada 2021.


Sampai sekarang pun gugatan di WTO oleh Uni Eropa belum selesai karena Indonesia juga mengajukan alasan-alasan yang masuk akal. Bagaimana pun, Indonesia berhak memutuskan untuk mengolah hasil tambangnya sendiri.

“Barang, barang kita sendiri, nikel, nikel kita sendiri. Kenapa Uni Eropa ramai dan menggugat? Karena industri baja mereka menjadi tidak ada yang memasok bahan bakunya, industrinya beralih ke Indonesia,” ujar Jokowi.

Yang jelas, dengan melakukan industrialisasi Indonesia mendapatkan banyak manfaat, yakni pertama, pajak kepada pemerintah akan melompat. Kedua, industrialisasi akan membuka lapangan pekerjaan di Indonesia yang sangat banyak, bukan di negara lain.

Baca juga: Menanti Indonesia Naik Kelas dengan Pembangunan Smelter

Adapun, Kementerian ESDM menargetkan adanya tambahan tujuh smelter yang dapat beroperasi pada akhir tahun ini. Dengan demikian, total smelter yang bakal efektif beroperasi hingga akhir 2022 mencapai 28 unit untuk mempercepat upaya penghiliran komoditas mineral dan logam dalam negeri.

Adapun, total investasi yang dibutuhkan untuk upaya percepatan pembangunan smelter hingga 2023 mencapai US$30 miliar atau setara dengan Rp437,1 triliun. Rencana anggaran itu naik 36,3 persen dari posisi awal yang dipatok sebesar US$22 miliar atau setara dengan Rp320,54 triliun pada 2021.

Saat ini, Kementerian ESDM tengah melakukan percepatan pembahasan larangan ekspor balok timah (tin ingot) hasil pemurnian pada tahun ini. Langkah itu sebagai tindak lanjut Instruksi Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk menghentikan kegiatan ekspor komoditas bernilai tambah tinggi itu pada akhir 2022.

Presiden Joko Widodo akan memerintahkan BUMN untuk mengolah timah dan bauksit menjadi produk yang bernilai tinggi. BUMN nantinya dapat bekerja sama dengan swasta. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay


Terkait dengan larangan ekspor timah, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebutkan hal itu juga didasari karena penghiliran timah di dalam negeri tidak lebih dari 5 persen

Dengan kata lain, Indonesia memang merupakan negara penghasil timah terbesar kedua di dunia, setelah China. Namun, Indonesia juga merupakan negara pengekspor timah terbesar. “Kita baru melakukan hilirisasi tidak lebih dari 5 persen, berapa kehilangan yang akan terjadi di negara kita?” katanya, belum lama ini.

Bisnis mencatat bahwa berdasarkan data Kementerian ESDM, produksi timah di dalam negeri mencapai lebih dari 34.600 ton pada 2021. Adapun, torehan ekspor mencapai lebih dari 28.000 ton atau 98 persen dari keseluruhan produksi saat itu.

Baca juga: Penanganan Peti Tak Bisa Setengah Hati

Tingginya kegiatan ekspor itu disebabkan karena kegiatan penghiliran timah yang belum berjalan optimal di dalam negeri. Itu sebabnya pemerintah terus mengebut pembangunan sejumlah industri hilir untuk menampung potensi lonjakan ketersediaan timah dari hasil larangan ekspor ke depan.

Sejalan dengan itu, PT Timah Tbk. juga bakal berupaya meningkatkan kapasitas produksi di bidang hilir timah melalui anak usahanya yakni PT Timah Industri, minimal dua kali lipat dibandingkan dengan kapasitas terpasang tahun lalu, sebagai respons atas rencana pemerintah melarang ekspor balok timah atau ingot. 

Sejalan dengan itu, emiten berkode saham TINS itu menganggarkan dana sekitar Rp100 miliar untuk kebutuhan ekspansi pengembangan kapasitas pabrik penghiliran timah.

Aktivitas pengolahan dan pemurnian timah di PT Timah Tbk. (TINS). Istimewa/MIND ID

Namun demikian, Direktur Operasi dan Produksi Timah Purwoko menyebutkan bahwa tantangan bagi perseroan saat ini adalah untuk mengejar peningkatan kapasitas produksi dalam waktu yang relatif singkat, perlu adanya penyesuaian kapasitas.

Di sisi lain, untuk melakukan penyesuaian kapasitas produksi hilir ini, perseroan harus memastikan pula seberapa besar pasar produk hilir yang bisa dimasuki PT Timah. Sebab, perseroan menghitung bahwa untuk menampung seluruh produksi timah perusahaan, kapasitas pabrik hilir perlu ditingkatkan antara dua kali lipat hingga tingga kali lipat.

Aktivitas pengolahan dan pemurnian timah di PT Timah Tbk. (TINS). Istimewa/MIND ID

Jika tidak berhati-hati, produksi yang terlalu besar justru terancam tidak terserap atau tidak sesuai dengan kapasitas permintaan di pasar. “Isunya nanti, kapasitas bisa diperbesar, tetapi pasarnya seperti apa? Makanya kami lagi intens dengan holding, dengan MIND ID, bagaimana mengembangkan dan membuat strategi korporasi untuk menggabungkan antara stratesi produksinya dan stretagi marketing-nya,” katanya.

Purwoko mengatakan bahwa saat ini perseroan memiliki dua perusahaan trading di luar negeri yang bisa diandalkan sebagai garda terdepan untuk memasarkan produk timah hilir yang akan diproduksi nantinya. 

Meski menantang, dirinya meyakini bahwa potensi pasar timah hilir sebenarnya sangat besar. Tiga produk utama pemanfaatan logam timah di dunia adalah produk timah solder, chemical, dan plate. PT Timah Industri kini sudah menguasai dua produk utama, yakni timah untuk solder dan chemical. (Nyoman Ary Wahyudi/Fitri Sartina Dewi/Maria Elena/Emanuel B. Caesario)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Ibeth Nurbaiti

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.