Dampak Mundurnya Air Products dari Proyek Gasifikasi Batu Bara

Tidak hanya pada proyek gasifikasi PTBA dan BUMI semata, dampak mundurnya perusahaan gas dan kimia asal Amerika Serikat, Air Products & Chemical Inc (APCI) berpotensi membuat pengembangan gasifikasi batu bara domestik berpotensi molor tanpa kejelasan.

Ibeth Nurbaiti

16 Mar 2023 - 15.33
A-
A+
Dampak Mundurnya Air Products dari Proyek Gasifikasi Batu Bara

Proyek gasifikasi batu bara di Tanjung Enim, Sumatra Selatan, yang digagas oleh PT Bukit Asam Tbk. ditetapkan menjadi proyek strategis nasional (PSN) melalui terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No 109 Tahun 2020 yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 17 November 2020. Bisnis-ptba.co.id

Bisnis, JAKARTA — Mundurnya Air Products & Chemical Inc (APCI) dari proyek gasifikasi batu bara milik PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) dan anak usaha PT Bumi Resources Tbk. (BUMI), PT Kaltim Prima Coal (KPC) berpengaruh kuat terhadap misi pemerintah untuk mendorong penghiliran emas hitam itu di Tanah Air.

Tidak hanya pada proyek gasifikasi PTBA dan BUMI semata, dampak mundurnya perusahaan gas dan kimia asal Amerika Serikat tersebut berpotensi membuat pengembangan gasifikasi batu bara domestik berpotensi molor tanpa kejelasan.

Baca juga: Fakta Mundurnya Air Products dari Proyek Penghiliran PTBA & BUMI

Dampak lanjutannya, target untuk menekan impor gas minyak cair (liquefied petroleum gas/LPG) hingga 1 juta ton per tahun dari produksi 1,4 juta ton per tahun dimethyl ether (DME) milik PTBA, juga bakal sulit tercapai.

Kendati minat investasi sejumlah perusahaan asing disebut-sebut relatif tetap tinggi terhadap program penghiliran batu bara, nyatanya hanya Air Products yang dinilai paling serius menanamkan modal dan transfer teknologi untuk proyek penghiliran batu bara.

Air Products yang telah menandatangani amendemen perjanjian kerja sama pengembangan DME bersama PTBA dan PT Pertamina (Persero) pada Mei 2021 lalu, bahkan diketahui juga telah merealisasikan US$7 miliar dari komitmen investasi sebesar US$15 miliar atau setara Rp210 triliun untuk proyek penghiliran batu bara di Indonesia.

Baca juga: Jalan Terjal Proyek Gasifikasi Batu Bara

Tak heran bila Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menilai mundurnya Air Products bakal berdampak serius pada lini masa pengembangan proyek gasifikasi batu bara di dalam negeri. 


Terlebih, pelaku usaha domestik belum memiliki keahlian serta pengalaman khusus untuk mengolah lebih lanjut hasil tambang batu bara menjadi produk kimia. “Kita kan perusahaan batu bara, cuma tahu batu bara untuk pembangkit listrik. Kalau diolah jadi chemical, itu dunia lain,” kata Hendra saat dihubungi, Rabu (15/3/2023). 

Menurut Hendra, mundurnya Air Products juga akan membawa sentimen negatif terhadap minat investor penyedia teknologi gasifikasi untuk berinvestasi di Indonesia. Situasi itu, pada akhirnya bakal menyulitkan upaya sejumlah perusahaan hulu tambang untuk melakukan hilirisasi batu bara sebagai syarat perpanjangan izin. 

Baca juga: Proyek 'Mangkrak' DME Bukit Asam (PTBA) Belum Berdetak

“Sentimen ini dapat berpengaruh pada minat investor penyedia teknologi di luar [negara lain]. Bisa saja mereka berpikir, wah Air Products mundur, ini bisa jadi bahan evaluasi,” tuturnya.

Di sisi lain, imbuhnya, pendanaan dari lembaga pemberi pinjaman juga makin sempit untuk perusahaan batu bara. Kondisi itu tentunya akan menyulitkan upaya perusahaan domestik untuk menggaet investor strategis terkait dengan komitmen penghiliran batu bara tersebut.

Sebagaimana diketahui, pemerintah tengah gencar-gencarnya mendorong penghiliran bahkan menjadi salah satu prioritas pemerintah agar memberikan manfaat yang lebih besar kepada negara. 

Baca juga: Impor LPG Disorot, Jokowi Minta Proyek DME Bukit Asam Maju Terus

Tak hanya pada komoditas tambang mineral, batu bara juga masuk kelompok bahan tambang yang didorong untuk dilakukan penghiliran, salah satunya proyek DME yang tahapan groundbreaking-nya diresmikan langsung oleh Presiden Joko Widodo di Kabupaten Muara Enim, Sumatra Selatan pada 24 Januari 2022.


Namun, sejumlah isu disebut-sebut menjadi penyebab tidak berjalannya proyek tersebut, terutama masalah keekonomian. Sejumlah pihak menyebut pengembangan gasifikasi batu bara menjadi DME saat ini masih harus menggunakan teknologi yang berasal dari luar negeri, sehingga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. 

Untuk pembangunan kilang penunjang pengolahan batu bara di tingkat hilir sepenuhnya masih tergantung pada teknologi dari luar negeri, dengan biaya akuisisi teknologi gasifikasi batu bara berada di kisaran US$1,5 miliar hingga US$2 miliar.

Baca juga: Ketar-Ketir KKKS Migas Mengejar Target Lifting 1 Juta Barel

Selain itu, proyek gasifikasi juga merupakan hal yang baru bagi pelaku usaha pertambangan batu bara, selain kepastian harga DME yang juga turut menjadi ganjalan.

Kendati pemerintah telah resmi menawarkan insentif royalti 0 persen untuk batu bara yang dialokasikan bagi kegiatan penghiliran, tetapi bagi pelaku usaha belum lah cukup. Pembebasan bea masuk dan pajak pertambahan nilai (PPN) juga diperlukan untuk menjaga keekonomian proyek strategis nasional (PSN) tersebut.

Kini, dengan mundurnya Air Products dari proyek gasifikasi batu bara milik PTBA dan KPC, pemerintah pun menjajaki kerja sama baru dengan sejumlah mitra potensial. Seperti yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, pemerintah belakangan intensif untuk melakukan penjajakan dengan sejumlah investor potensial tersebut menyusul mundurnya Air Products dari proyek penghiliran. “Kita lihat lagi nanti [penggantinya],” kata Luhut di Jakarta, Selasa (14/3/2023). 

Baca juga: Kabar Tidak Sedap dari Premier Oil untuk Blok Tuna di Natuna

Menurut Luhut, ihwal mundurnya Air Products dari rencana investasi awal disebabkan karena masih terdapat sejumlah persoalan teknis yang perlu dibahas lebih lanjut. “Saya rasa masih harus ada beberapa pembahasan teknis yang harus diselesaikan,” tuturnya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan sambutan dalam acara Groundbreaking Proyek Hilirisasi Batu Bara Menjadi Dimetil Eter (DME), di Muara Enim, Sumsel, 24 Januari 2022 / BPMI Setpres


Sebagai gambaran, proyek penghiliran batu bara yang ditargetkan commercial operation date (COD) pada kuartal IV/2027 itu menarik investasi awal dari Air Products & Chemical Inc (APCI) sebesar US$2,1 miliar atau setara dengan Rp30 triliun. Target COD itu sebenarnya molor dari target awal yang sempat ditetapkan pada 2024.

Untuk memuluskan proyek tersebut, pemerintah menyiapkan sejumlah insentif, seperti pengurangan tarif royalti batu bara secara khusus untuk gasifikasi hingga 0 persen. Usulan itu pun telah mendapatkan persetujuan prinsip dari Kementerian Keuangan meskipun belum dapat ditindaklanjuti karena menunggu perbaikan UU Cipta Kerja.

Baca juga: Aturan Main soal CCS/CCUS Hulu Migas Akhirnya Menetas

Kemudian, akan ada regulasi harga batu bara khusus untuk peningkatan nilai tambah berupa gasifikasi yang dilaksanakan di mulut tambang.

Untuk memastikan pasar DME, pemerintah juga menyiapkan rancangan Peraturan Presiden mengenai penugasan Pertamina sebagai offtaker produk DME. Dalam beleid itu nantinya bakal diatur mengenai penyediaan, pendistribusian, hingga penetapan harga DME sebagai bahan bakar.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pernah mengungkapkan bahwa penghiliran batu bara menjadi DME membawa manfaat yang cukup banyak bagi kepentingan nasional, tak terkecuali bagi badan usaha yang terlibat di proyek tersebut.

Baca juga: Babak Baru Penghitungan Batubara Acuan, Simulasi Masih Dinanti

Bagi PTBA, proyek DME dinilai bisa menguntungkan perusahaan karena memanfaatkan deposit batu bara kalori rendah dengan GAR di bawah 4.000 kalori yang selama ini nilai jualnya rendah.


Proyek itu juga bisa menjadi usaha yang dapat membantu pemanfaatan batu bara setelah adanya switching pembangkit listrik menggunakan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan, serta termanfaatkannya lahan PTBA menjadi lokasi komersial.

Tidak jauh berbeda, proyek DME bagi Pertamina bisa mendatangkan margin dari penjualannya, dan perseroan akan mendapat proteksi persaingan usaha karena menjadi satu-satunya penyedia bahan bakar dalam kemasan tabung di wilayah distribusi tersebut.

Baca juga: Duka Mendalam di Tanah Merah, Kebijakan Solutif Jauh Lebih Urgen

Sementara itu, bagi pemerintah, gasifikasi batu bara tidak hanya akan menekan impor LPG hingga 1 juta ton per tahun, proyek itu juga dipastikan akan meningkatkan ketahanan energi nasional karena bisa diproduksi di dalam negeri.

Selanjutnya, proyek DME akan menghemat devisa pengadaan LPG impor hingga Rp9,14 triliun per tahun, menambah investasi asing hingga US$2,1 miliar, serta penyerapan tenaga kerja sebanyak 10.600 orang pada tahap konstruksi dan 8.000 orang pada tahap operasi. (Nyoman Ary Wahyudi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Ibeth Nurbaiti

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.