Dampak Pembatasan Pembelian Pertalite dan Solar Bersubsidi

Dampak pembatasan pembelian Pertalite dan Solar bersubsidi akan sangat besar pengaruhnya terhadap pengurangan beban anggaran subsidi BBM.

Ibeth Nurbaiti

14 Jul 2022 - 16.30
A-
A+
Dampak Pembatasan Pembelian Pertalite dan Solar Bersubsidi

Warga menunjukan aplikasi MyPertamina saat mengisi bahan bakar pertalite di SPBU Pertamina Abdul Muis, Jakarta, Rabu (29/6/2022). Dampak pembatasan pembelian Pertalite dan Solar bersubsidi melalui aplikasi tersebut diyikini akan sangat besar pengaruhnya terhadap pengurangan beban anggaran subsidi BBM. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Bisnis, JAKARTA — Rencana PT Pertamina (Persero) melakukan pembatasan pembelian Pertalite dan Solar bersubsidi melalui digitalisasi pendataan kendaraan dinilai cukup efektif untuk meringankan beban fiskal dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Terlebih, lonjakan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite dan Solar itu makin tidak terkendali di tengah harga minyak mentah dunia yang tetap stabil bertengger di atas US$100 per barel. 

Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa dampak pembatasan pembelian Pertalite dan Solar bersubsidi akan sangat besar pengaruhnya terhadap pengurangan beban anggaran subsidi BBM.

Baca juga: Menanti Cara Jitu Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi

Hanya saja, upaya Pertamina untuk membatasi penggunaan Pertalite dan Solar bersubsidi masih terganjal oleh belum adanya aturan pendukung, yakni revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM.

Dengan adanya revisi perpres, tentu akan menjadi payung hukum bagi Pertamina untuk melakukan pembatasan karena nantinya dalam revisi itu bakal memuat petunjuk teknis terkait dengan kriteria konsumen dan sistem verifikasi untuk dapat mengakses BBM bersubsidi jenis Solar dan Pertalite.

Dari proyeksi Pertamina, tingkat konsumsi masyarakat untuk kedua jenis BBM murah itu masing-masing mencapai 28,50 juta kiloliter (KL) untuk Pertalite dan 17,21 juta KL untuk Solar hingga akhir 2022. 

Sementara itu, kuota Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite yang disiapkan pemerintah hanya sebesar 23,05 juta KL pada 2022, sedangkan kuota yang dialokasikan Jenis BBM Tertentu (JBT) Solar hanya sebesar 14,91 juta KL.

Ekonom Lembaga Penyelidikan dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI) Teuku Riefky menyebutkan bahwa meskipun kondisi APBN saat ini relatif sehat karena tingginya penerimaan berkah dari kenaikan harga komoditas di tingkat global, pemerintah tetap perlu mengefisienkan anggaran.

Paling tidak, imbuhnya, subsidi energi nantinya tidak melebihi target APBN sebesar Rp208,9 triliun pada akhir tahun, meskipun capaian tersebut pada akhirnya akan sangat ditentukan oleh harga energi di tingkat global.

Baca juga: Pembelian Pertalite dan Solar Menggunakan Aplikasi Dipercepat

Kendati demikian, imbuhnya, pembatasan penggunaan BBM bersubsidi akan meringankan beban fiskal dalam APBN ketika harga komoditas dunia sedang naik. “Kalau melihat kembali fungsi dari fiskal pemerintah itu, salah satu yang utama memberikan cover kepada masyarakat miskin dan rentan, ini bebannya cukup besar,” ujar Riefky seperti dikutip dari Antara, Kamis (14/7/2022).

Selain meringankan beban fiskal, imbuhnya, pembatasan penggunaan BBM bersubsidi juga bermanfaat untuk melindungi masyarakat miskin dan rentan, sesuai dengan salah satu tujuan utama program subsidi.

Itu sebabnya, kalau pun nantinya anggaran subsidi energi melewati target APBN, sedangkan harga energi di tingkat global terus naik, pemerintah tetap perlu mengeluarkan subsidi untuk masyarakat miskin dan rentan.

Di sisi lain, kalau mengutip data yang diungkapkan Kementerian Keuangan, sebanyak 40 persen penduduk miskin dan rentan miskin hanya mengonsumsi 20 persen BBM, sedangkan 60 persen masyarakat kelompok ekonomi teratas justru mengonsumsi 80 persen BBM subsidi.

Dengan inisiatif Pertamina melakukan pendataan pelat nomor kendaraan di platform digital MyPertamina terhitung sejak 1 Juli 2022, diharapkan BBM subsidi benar-benar dipergunakan oleh segmen masyarakat yang berhak dan kendaraan yang sesuai dengan ketentuan.

Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Alfian Nasution mengatakan masyarakat yang merasa berhak menggunakan Pertalite dan Solar bersubsidi dapat mendaftarkan datanya melalui laman MyPertamina mulai 1 Juli 2022. Hal itu sesuai dengan Perpres 191/2014 dan Surat Keputusan (SK) BPH Migas Nomor 4 Tahun 2020 yang bertujuan agar penyaluran BBM bersubsidi tepat sasaran.

Baca juga: Dering Alarm Lonjakan Konsumsi BBM Subsidi Kian Nyaring

Di sisi lain, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra T.G Talattov mendukung kemungkinan adanya pembatasan pembelian BBM bersubsidi oleh pemerintah berbasis data rumah tangga, dengan melihat kemampuan ekonomi serta penghasilan atau pengeluaran dari masing-masing rumah tangga.

Warga menunjukan aplikasi MyPertamina saat mengisi bahan bakar pertalite di SPBU Pertamina Abdul Muis, Jakarta, Rabu (29/6/2022). PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya, PT Pertamina Patra Niaga, akan melakukan uji coba pembelian bahan bakar minyak (BBM) subsidi, Pertalite dan Solar, secara terbatas bagi pengguna yang sudah terdaftar pada sistem MyPertamina, sejak 1 Juli 2022. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja


Program pendataan berbasis rumah tangga tersebut dinilai lebih efektif, lebih tepat sasaran, dan potensi penghematan konsumsi juga jauh lebih besar dibandingkan dengan hanya berbasis kendaraan.

Dengan sistem ini, masyarakat yang penghasilannya mepet di atas UMR masih dapat membeli BBM bersubsidi. Di sisi lain, subsidi dapat tepat sasaran ke rumah tangga layaknya bantuan perlindungan sosial lain seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Langsung Tunai (BLT), dan Kartu Sembako.

Namun demikian, pemerintah perlu menyiapkan data, melakukan sinkronisasi data hingga menyiapkan mekanisme penyaluran, sehingga membutuhkan waktu jangka panjang untuk proses eksekusinya. 


Untuk sementara, pembatasan pembelian BBM bersubsidi berbasis kendaraan melalui MyPertamina sangat mungkin dilakukan dalam jangka waktu singkat karena berbasis kapasitas mesin kendaraan.

Meski demikian, Abra mengingatkan masih adanya potensi ketidakefektifan dalam mengurangi kuota penjualan dari penerapan pengendalian BBM subsidi berbasis data kendaraan ini. “Masyarakat yang memiliki roda empat dengan CC [kapasitas mesin] di bawah 1.500, bisa menikmati subsidi yang jauh lebih banyak dibandingkan kendaraan roda dua. Terus, kalau mereka punya dua kendaraan, mereka juga bisa membeli BBM subsidi,” ujar Abra dikutip Antara.

Di sisi lain, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo mengingatkan agar pembatasan BBM subsidi tidak menjadi pemberat biaya transportasi masyarakat sehari-hari.

Baca juga: Subsidi BBM yang Bikin Galau, Semua Harus Mengerti

“Ini tidak boleh menjadi faktor pendorong naiknya biaya transpor masyarakat. Kalau harga BBM naik, maka harga kebutuhan pokok juga naik, sehingga memberatkan keuangan rumah tangga,” katanya.

Saat ini, hanya ada aturan untuk Solar subsidi ditetapkan berdasarkan volume untuk transportasi darat yakni kendaraan pribadi pelat hitam 60 liter per hari, sedangkan angkutan umum orang atau barang roda empat sebanyak 80 liter per hari.

Kemudian, angkutan umum roda enam sebanyak 200 liter per hari, sedangkan yang dikecualikan untuk kendaraan pengangkutan hasil kegiatan perkebunan dan pertambangan dengan jumlah roda lebih dari enam. (Nyoman Ary Wahyudi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Ibeth Nurbaiti
Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.