Dana Jumbo Transisi Energi Asean

Komitmen negara Asean menuju net zero emisson saja tidak cukup, butuh investasi nyata transisi energi yang segera terealisasi.

Rinaldi Azka

5 Sep 2023 - 20.14
A-
A+
Dana Jumbo Transisi Energi Asean

Presiden Joko Widodo bersama para pemimpin negara Asean saat berfoto bersama dengan gaya Asean Ways, di Forum Asean Indo-Pasifik (Asean Indo-Pacific Forum (AIPF), pada Selasa (5/9/2023)./ISTIMEWA

Bisnis, JAKARTA - Transisi energi menjadi salah satu pembahasan krusial selama perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asean 2023. Selain sama-sama sepakat pentingnya bertransisi ke energi baru terbarukan (EBT), dana investasi pun nyata dibutuhkan.

Presiden Bank Dunia (World Bank) Ajay Banga menuturkan kebutuhan investasi terhadap energi terbarukan atau renewable energy seluruh dunia mencapai US$1 triliun per tahun. 

Angka setara sekitar Rp15 kuadriliun atau Rp15.270 triliun dengan asumsi Rp15.270 per dolar AS. Nilai tersebut bahkan setara dengan 5 kali lipat jumlah APBN 2023 sebesar Rp3.061 triliun.  

“Dunia membutuhkan US$1 triliun per tahun untuk diinvestasikan hanya pada energi terbarukan,” ujarnya dalam Plenary Session: General Outlook from the Region di rangkaian Asean Indo-Pacific Forum (AIPF), Selasa (5/9/2023). 

Hal yang menjadi tantangan, dana sejumlah US$1 triliun per tahun tersebut tidak tersedia dalam neraca keuangan Bank Dunia, maupun negara lainnya. Dana tersebut juga tidak tersedia oleh para filantropi maupun pemerintah. 

Untuk itu, Banga meminta sektor swasta untuk terlibat dalam penghimpunan dana US$1 triliun per tahun sebagai upaya beralih menuju energi terbarukan.

“Sekarang, Inter-American Development Bank dan Bank Dunia bergabung, maka akan ada dua pihak yang bertanggung jawab. Kami perlu bekerja sama dengan Asian Development Bank, African Development Bank, dan yang paling penting dengan sektor swasta juga, untuk membawa uang ini masuk,” lanjutnya. 

Banga juga menjelaskan serangkaian hal yang pihaknya telah coba, termasuk pendekatan terhadap kemitraan. 

Dalam kesepakatan G20 pun, negara-negara yang terhimpun telah menyusun kerangka kerja sama untuk memilik sistem kecukupan modal di bank yang cocok, apakah itu equity loan ratio, atau dengan hybrid capital dan portfolio guarantees serta pendanaan dari concessional capital.  

“Agar negara-negara dapat menggunakan sumber daya pada masalah yang tepat. Semua itu adalah bagian dari apa yang kami lakukan,” sebutnya. 

Dari dalam negeri, pemerintah Indonesia sendiri memperkirakan kebutuhan investasi lebih dari US$1 triliun untuk beralih menuju net zero emission (NZE) sampai dengan 2060. Sementara dunia membutuhkan US$1 triliun per tahun. 

Baca Juga : Menyelisik Misi Pertamina di Balik Wacana Penghapusan Pertalite  

Transisi Asean

Adapun, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan dibutuhkan pembiayaan yang berkelanjutan dan inovatif untuk mendorong kawasan Asean bertranformasi ke energi hijau dan energi baru terbarukan. 

Hal ini disampaikan Jokowi dalam pidatonya di pembukaan Forum Asean Indo-Pasifik atau Asean Indo-Pacific Forum (AIPF) pada 5—6 September 2023, di Hotel Mulia, Jakarta, Selasa (5/9/2023). 

Presiden mengatakan bahwa Asean membutuhkan US$29,4 triliun untuk transisi energi dan dibutuhkan skema pembiayaan yang inovatif melalui kemitraan yang saling menguntungkan dan berkelanjutan. 

Tak hanya di bidang energi, Kepala Negara juga menyoroti suntikan biaya yang dibutuhkan untuk melakukan lompatan terhadap transformasi digital dan ekonomi kreatif (ekraf).

Apalagi, ekonomi digital di Asean pada 2030 diperkirakan tumbuh hingga US$1 triliun, sehingga adopsi inovasi digital perlu diperkuat untuk mendukung ekonomi kreatif dan sektor UMKM. 

Baca Juga : Jokowi Semringah, Berbagi Proyek di KTT Asean 

“Saya mengapresiasi dukungan dan kontribusi Negara Asean dan mitra Asean sehingga telah terkumpul 93 proyek kerja sama senilai US$38,2 miliar dan 73 proyek potensial senilai US$17,8 miliar,” ujar Jokowi.

Presiden Ke-7 RI itu menilai dari kontribusi yang terkumpul mencerminkan komitmen setiap anggota kawasan Asia Tenggara untuk membangun Indo-pasifik secara damai, stabil dan makmur.

“Oleh sebab itu, Asean Indo-Pacific Forum hadir untuk mengubah rivalitas menjadi kerja sama yang bermanfaat serta membangun kebiasaan koperatif dengan win win formula tanpa satu pun merasa dikucilkan,” tuturnya.

Sekadar informasi, melengkapi KTT ke-43 Asean, diselenggarakan Forum Asean Indo-Pasifik atau Asean Indo-Pacific Forum (AIPF) pada 5—6 September 2023, di Hotel Mulia, Jakarta.

Adapun, Forum Asean Indo-Pasifik atau Asean Indo-Pacific Forum (AIPF) kali ini mengusung tajuk ‘Implementasi Asean Outlook on the Indo-Pacific'. AIPF termasuk acara unggulan di KTT kali ini. AIPF bertujuan menghubungkan sektor swasta dan publik di Kawasan Indo-Pasifik Asean untuk kerja sama yang lebih kuat. 

Forum ini akan menjadi platform bagi negara-negara anggota Asean dan mitra eksternal Asean. Mereka diharapkan terlibat dalam diskusi konstruktif yang menghasilkan proyek-proyek nyata yang pada akhirnya meningkatkan kolaborasi di kawasan Indo-Pasifik. 

Dalam AIPF 2023, terdapat tiga subtema, yaitu infrastruktur hijau dan rantai pasok yang tangguh, pembayaran berkelanjutan yang inovatif, serta transformasi digital inklusif dan ekonomi kreatif. 

Forum menampilkan pembicaraan para pemimpin, obrolan api unggun, diskusi panel, pameran proyek, dan sesi business matching. Peserta forum adalah para eksekutif dan pemimpin sektor publik dan swasta dari negara anggota Asean dan negara mitra.

Adapun, kawasan Asean memiliki modal cukup untuk menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dunia. Penyebabnya, Produk domestik bruto (PDB) kolektif Asean pada 2021 mencapai US$3,3 triliun.

Angka sebesar itu menjadikan Asean sebagai kawasan ekonomi terbesar kelima di dunia. Dengan jumlah penduduk lebih dari 660 juta jiwa, Asean dinilai berpotensi besar menjadi mitra kerja sama.

Baca Juga : Butuh US$29,4 Triliun Dorong Transisi Energi di Asean 

Upaya Kolaboratif

Kolaborasi antara lembaga pemerintah, sektor swasta, organisasi multilateral, dan masyarakat sipil dinilai penting untuk mempercepat transisi energi yang adil dan terjangkau di kawasan Asean ataupun kawasan lainnya.

Chief Sustainability Officer Standard Chartered Bank Marisa Drew mengatakan, instuisi keuangan memegang peranan penting dalam mengerahkan modal dari sektor swasta dan menciptakan solusi keuangan bagi negara-negara berkembang, termasuk ASEAN.

“Kami percaya tidak ada satu bank manapun yang bisa membantu proses transisi menuju net zero dengan sendiri, dan karena itu memerlukan upaya kolaboratif," katanya.

Marisa mencontohkan keterlibatan Standard Chartered dalam inisiatif Just Energy Transition Partnership (JETP), yang mendorong adanya upaya bersama di tingkat global demi tercapainya dekarbonisasi. Sebagai salah satu partisipan JETP, Standard Chartered berkontribusi dalam bentuk komitmen penyediaan modal, berbagi ide dan praktik terbaik, serta berinovasi untuk menghadirkan sumber-sumber alternatif pembiayaan baru. 

Selain JETP, Standard Chartered juga turut berperan dalam terobosan lainnya dalam upaya peningkatan pembiayaan hijau. Marisa menambah, “kami adalah pemegang saham dan salah satu pendiri Climate Impact X, sebuah terobosan besar dalam menciptakan perdagangan karbon yang berfokus pada Asia di mana kita dapat membeli dan menjual  carbon credit secara transparan untuk membantu mendanai transisi net zero.” Climate Impact X merupakan salah satu pelopor kehadiran bursa karbon di Asean yang dapat  menjadi percontohan bagi banyak negara Asean lainnya. 

Baca Juga : Duet Mitbana & Intiland (DILD) Bangun Kawasan Hunian Konsep 

Di sesi yang sama, Managing Director of the Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ) Yuki Yasui menyebut pihaknya memiliki punya empat strategi pembiayaan untuk mendukung dekarbonisasi ekonomi riil. Pertama, yaitu mendukung proyek-proyek ramah lingkungan dan perusahaan-perusahaan ramah lingkungan.

Kedua, pembiayaan terhadap perusahaan yang memiliki komitmen pencapaian emisi nol karbon. Ketiga, mendanai transisi perusahaan-perusahaan yang saat ini sedang berupaya melakukan dekarbonisasi. Terakhir, mendukung pensiun dini aset perusahaan yang tidak ramah lingkungan.

"Dan agar lembaga-lembaga keuangan benar-benar mau membiayai keempat kelompok pembiayaan ini, yang kita miliki adalah kerangka kerja umum yang dapat digunakan oleh lembaga-lembaga keuangan dalam implementasinya dan seperti sebuah rencana aksi," ujarnya.

President of Kasikornbank Thailand Pipit Aneaknithi mengaku, sepakat bahwa upaya mencapai target iklim ini perlu dilakukan bersama-sama. Menurut dia, masalah iklim tidak hanya menjadi masalah regional semata, tetapi perlu penanganan selaras secara global. 

"Saya rasa ada beberapa hal yang ingin saya tegaskan kembali, yaitu bahwa hal ini berlaku secara regional, namun jangan lupakan keselarasan dengan global karena kita semua sedang bergerak menuju visi bersama yang global. Bukan hanya visi bersama regional saja. Ini adalah upaya global," kata dia.

Dengan berbagai upaya yang dilakukan oleh pihak swasta tentunya diharapkan dapat mendukung penanganan secara keseluruhan dalam mengatasi masalah iklim. Dalam mewujudkan hal tersebut harus dilakukan melalui kemitraan dan kolaborasi antar semua stakeholder.(Akbar Evandio, Annasa Rizki Kamalina)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Rinaldi Azka
Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.