Bisnis, JAKARTA — Sejumlah analis meyakini pasar saham Indonesia masih memiliki daya tarik yang sangat kuat hingga akhir tahun ini, meski pekan lalu mengalami kejatuhan yang cukup tajam. Secara fundamental, pasar Indonesia ditopang oleh kinerja emiten yang ciamik. Tekanan pun lebih banyak akibat faktor global ketimbang internal.
Sepanjang pekan kedua Mei 2022, atau tepat setelah berakhirnya libur Lebaran, pasar saham dalam negeri memang mengalami penurunan tajam sebagai imbas dari kebijakan pengetatan suku bunga bank sentral Amerika Serikat, the Fed.
The Fed menaikkan suku bunganya sebesar 50 bps menjadi 0,75 persen hingga 1,00 persen, langkah yang tidak pernah ditempuh dalam 22 tahun terakhir. Biasanya, kenaikan suku bunga acuan the Fed maksimal hanya 25 bps. Kenaikan 50 bps tentu memberikan sinyal yang sangat kuat terhadap gentingnya kondisi di AS.
Kenaikan tersebut terjadi di momentum libur Lebaran, sehingga pasar saham Indonesia tidak sempat segera meresponsnya. Akumulasi respons terhadap kebijakan tersebut bertumpuk di pekan kedua Mei 2022. Tingkat return dan rekor yang sempat dicapai IHSG pun terhapus dalam sekejap.