Dekode Misteri Surplus Jagung di Tengah Anomali Harga Pakan

Harga pakan ternak terus menanjak, berbanding terbalik dengan klaim pemerintah perihal surplus jagung sebanyak lebih dari 2 juta ton di dalam negeri. Permasalahannya, di mana keberadaan stok tersebut? Adakah spekulan yang bermain di balik karut marut industri peternakan dewasa ini?

Stepanus I Nyoman A. Wahyudi

20 Sep 2021 - 21.01
A-
A+
Dekode Misteri Surplus Jagung di Tengah Anomali Harga Pakan

Pekerja mengemas jagung impor yang akan didistribusikan ke peternak di Gudang Bulog, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (24/1/2019)./ANTARA-Zabur Karuru

Bisnis, JAKARTA — Di tengah pusaran polemik pakan ternak yang terus berlanjut, dugaan adanya spekulan penimbun stok jagung pipil menyeruak. Hal itu terindikasi dari lonjakan harga secara konstan, padahal Indonesia diklaim mempunyai surplus pasokan lebih dari 2 juta ton.

Terkait dengan dugaan tersebut, Presiden Joko Widodo dikabarkan telah menginstruksikan Kepala Polri Listyo Sigit Prabowo untuk menyelidiki potensi adanya mafia penimbun jagung yang menyebabkan harga pakan ayam di antara peternak daerah melambung tinggi. 

Ihwal tersebut diungkapkan oleh Ketua Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN) Herry Dermawan, yang terlibat dalam pertemuan antara peternak dengan Kepala Negara pada pekan lalu, tepatnya Rabu (14/9/2021).

Herry menyebut ada kejanggalan ketika ketersediaan jagung pakan di dalam negeri diklaim surplus 2 juta ton, tetapi harga di peternak mencapai Rp6.200/kg atau naik signifikan dari harga acuan yang ditentukan Kementerian Perdagangan di level Rp4.500/kg.

“Ada sesuatu yang tidak benar tolong dibikinkan tim investigasi, barangkali ada yang menimbun,” kata Herry mengulangi permintaannya kepada Jokowi saat itu, seperti diceritakan kepada Bisnis, Senin (20/9/2021) malam. 

Jokowi, kata Herry, menilai positif usulan pembentukkan tim investigasi tersebut. Presiden bahkan mengaku sudah mendegar lama perihal dugaan adanya oknum penimbun pakan ternak itu. 

“Jawaban Pak Jokowi, ‘Kalau inoformasi itu [adanya spekulan pakan] saya sudah pernah dengar-dengar, saya akan tugaskan Pak Kapolri untuk menindaklanjuti ini’,” tuturnya menirukan ucapan RI-1.  

Berdasarkan catatan GOPAN, per September 2021, harga day-old chick (DOC) atau anak ayam berada di rentang Rp6.500 hingga Rp7.000 per ekor.

Harga pakan berada di kisaran Rp7.950/kg—Rp8.100/kg. Sementara itu, biaya pokok produksi peternak di kisaran Rp19.000/kg—Rp19.500/kg. Namun, harga jual dua pekan terakhir di posisi Rp16.500/kg—Rp18.000/kg.

Sementara itu, Herry juga meminta pemerintah mengimpor jagung untuk menstabilkan harga pakan ternak yang melambung tinggi selama satu triwulan ke belakang. Menurutnya, usulan tersebut disambut baik oleh Kepala Negara.

“Kalau memang barangnya [jagung pakan] tidak ada, kita tidak usah malu untuk impor. Kita usulkan impor terbuka atau tertutup. Artinya, ketika masa panen kita tidak boleh impor,” kata Herry. 

UNGKAP STOK

Di tempat terpisah, Wakil Menteri Pertanian Harvick Hasnul Qolbi tak menampik memang terdapat surplus stok jagung pakan di dalam negeri sebanyak 2,37 juta ton hingga pekan kedua September.

Akan tetapi, dia menjelaskan masalah lonjakan harga pakan yang terjadi saat ini lebih disebabkan oleh ketimpangan atau defisit stok yang terjadi di sejumlah daerah.

“Stok beras diperkirakan mencapai 7,62 juta ton, jagung 2,37 juta ton, cabai besar 16.000 ton, cabai rawit 17.000 ton, bawang merah 35 ribu ton dan komoditas lainnya dalam kondisi surplus dan aman,” kata Harvick saat rapat kerja bersama dengan Komisi IV DPR RI, Jakarta, Senin (20/9/2021). 

Sayangnya, dia tidak mendetailkan jagung yang dimaksud merupakan kelompok jagung pipil untuk pakan atau jagung untuk konsumsi manusia. 

Harvick hanya mengutarakan sebagian komoditas strategis—termasuk jagung—mengalami defisit di sejumlah provinsi. Berdasarkan catatan Kementan, defisit komoditas jagung dialami di Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau dan DKI Jakarta. 

“Dalam rangka menjamin ketersediaan pangan di seluruh provinsi Kementerian Pertanian membantu stimulus transportasi pengiriman produk pertanian dari wilayah surplus ke wilayah defisit,” kata dia. 

Berdasarkan data Kementerian Pertanian di Komisi IV DPR RI, total stok jagung hingga pekan kedua September 2021 mencapai 2,61 juta ton.

Perinciannya, 744.250 ton berada di pengepul, 95.506 ton berada di grosir, 423.473 ton berada di agen, 29 ton berada di distributor, 288.305 ton ada di pedagang eceran. 

Sementara itu, industri pengolahan tercatat menampung 20.962 ton jagung, usaha lainnya menampung 276.300 ton, pemerintah dan lembaga nirlaba menyimpan 30.136 ton, rumah tangga memiliki persediaan 14.214 jagung.

Adapun, stok di Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) dikatakan mencapai 722.252 ton. 

Walau demikian, Ketua Komisi Bidang Pertanian DPR RI Sudin mempertanyakan kesahihan data ketersediaan jagung milik Kementan tersebut. Menurutnya, anomali harga pakan tidak merefleksikan akurasi data otoritas pertanian.

“Data produksi jagung itu masih kacau. Kalau barangnya banyak yakinlah harganya turun. Kalau barangnya tidak ada, pasti harga naik. Ini kan [hukum ekonomi] penawaran dan permintaan pasti,” katanya, Senin (20/9/2021). 

Sudin pun menyangsikan klaim ketersediaan jagung seperti yang dilaporkan Kementan. Dia mengeklaim pemerintah belakangan meminjam persediaan jagung milik GPMT sebesar 1.000 ton untuk pakan di Blitar, Kendal dan Lampung. 

“Kalau surplus 2 juta ton, di mana barangnya? Impor gandum saja sudah berapa ton. Jangan dihitung bibit yang diberikan kepada masyarakat, tetapi produksinya yang dari masyarakat. Kalau pinjam, sama saja bohong,” kata dia. 

Peternak memanen telur ayam di peternakan kawasan Pakansari, Bogor, Jawa Barat, Kamis (13/2/2020)./ANTARA FOTO-Yulius Satria Wijaya

TREN PENURUNAN

Saat dimintai konfirmasi oleh Bisnis, GPMT mengaku ada tren penurunan pasokan jagung untuk pakan ternak seiring dengan peningkatan harga komoditas strategis itu selama satu triwulan terakhir. 

Di sisi lain, permintaan jagung untuk pakan itu stabil di posisi 650.000—700.000 ton per bulan untuk wilayah Blitar, Kendal dan Lampung. 

Ketua Umum GPMT Desianto B. Utomo menerangkan rentang ketersediaan jagung itu turut mengalami penyusutan yang signifikan.

Biasanya, ketersediaan jagung di sejumlah perusahaan produsen pakan ternak bisa mencapai 60 hingga 61 hari pada pertengahan tahun lalu. Saat ini, rentang ketersediaan jagung hanya mencapai 44 sampai 49 hari. 

“Pemakaian setiap harinya itu lebih banyak dari pada yang bisa kita beli lagi jadi tidak bisa menambah umur stok. Katakanlah pemasukkanya 10 ton tetapi permintaanya 12 ton setiap hari,” kata Desianto ketika dihubungi, Senin (20/9/2021). 

Saat ini, dia membeberkan, ketersediaan jagung untuk pakan ternak di sejumlah perusahaan sekitar 800.000 ton. Hanya saja, dia memproyeksikan, ketersediaan jagung itu bakal turun di posisi 700.000 ton bulan depan. 

“[Pada kenyataaannya] panen masih lama. Takutnya nanti setiap hari pemakaian lebih banyak dari pada pemasukkan jagung baru, stok di pabrik berkurang karena pembelian baru tidak kontinu atau lebih kecil dari pemakaiannya,” kata dia. 

Dari perspektif pakar agrikultura, Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia Bayu Krisnamurthi mensinyalir pemerintah tidak memiliki persediaan jagung untuk pakan ternak yang mengakibatkan harga di tengah pasar mengalami kenaikan signifikan sejak satu triwulan lalu.

“Hukum ekonominya begitu, kalau barang kurang harga naik. Atau, jika terjadi harga naik maka artinya barang kurang,” kata Bayu melalui pesan tertulis, Senin (20/9/2021). 

Ihwal klaim surplus jagung pada pekan kedua bulan ini, Bayu meminta pemerintah untuk membuka secara gamblang perincian aspek teknis ketersediaan berlebih itu.

Penyebabnya, klaim surplus itu dinilai tidak mengambarkan secara spesifik jenis jagung untuk pakan tersebut. 

“Jadi jumlah produksi atau surplus itu perlu dijelaskan, jenis jagung yang mana? Karena jagung konsumsi tidak bisa dipakai untuk pakan ternak,” kata dia. 

Di sisi lain, dia menambahkan, informasi terkait dengan letak ketersediaan jagung itu perlu untuk disampaikan kepada publik. Sebab, informasi itu berkaitan dengan kesiapan logistik dan biaya pemasokan jagung hingga sampai ke peternak.

“Kalau jagungnya ada di Dompu, dan peternak ada di Blitar kan harus dikumpulkan dahulu, diangkut, ngangkutnya pakai truk atau pakai kapal, dan sebagainya,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.