Didominasi Tenor Jangka Panjang, Utang Luar Negeri Diklaim Aman

Sebanyak 88,5% total ULN memiliki tenor jangka panjang atau lebih dari satu tahun. Dari sisi indikator, total ULN per Agustus 37,2% terhadap produk domestik bruto. UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara menyebutkan batas aman rasio utang 60% terhadap PDB.

Dany Saputra

15 Okt 2021 - 16.43
A-
A+
Didominasi Tenor Jangka Panjang, Utang Luar Negeri Diklaim Aman

Karyawan berjalan di dalam area kantor Bank Indonesia. BI, Jumat (15/10/2021), menyebutkan posisi utang luar negeri per Agustus 2021 sebesar US$423,5 miliar, tumbuh 2,7% secara tahunan./Bisnis

Bisnis, JAKARTA – Kendati terus meningkat, posisi utang luar negeri dinilai masih aman karena masa jatuh tempo sebagian besar utang yang masih panjang.

Bank Indonesia, Jumat (15/10/2021), menyebutkan posisi utang luar negeri per Agustus US$423,5 miliar, tumbuh 2,7% secara tahunan. Menurut bank sentral, 88,5% total ULN memiliki tenor jangka panjang atau lebih dari satu tahun.

Dari sisi indikator, total ULN per Agustus 37,2% terhadap produk domestik bruto. UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara menyebutkan batas aman rasio utang 60% terhadap PDB.

Secara terperinci, utang pemerintah tercatat US$207,5 miliar atau naik 3,7% yoy, bank sentral US$9,2 miliar (melesat 228,6%), dan swasta US$206,8 miliar (turun 1,2% yoy).

Perkembangan utang pemerintah disebabkan oleh arus modal investor asing yang masuk ke pasar surat berharga negara (SBN) seiring dengan perkembangan sentimen positif kinerja pengelolaan SBN domestik. BI menyebut ULN pemerintah aman karena 99,9% bertenor jangka panjang.

"Pemerintah terus berkomitmen mengelola ULN Pemerintah secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel untuk mendukung belanja prioritas," kata Kepala Grup Departemen Komunikasi BI Muhamad Nur.  

Meskipun ULN bank sentral melejit, BI menyatakan peningkatan itu tidak menimbulkan tambahan beban bunga utang. Peningkatan ini, tutur BI, berasal dari alokasi Special Drawing Rights (SDR) yang didistribusikan oleh International Monetary Fund (IMF) pada Agustus 2021 kepada seluruh negara anggota, termasuk Indonesia, secara proporsional dan sesuai kuota masing-masing.

"Alokasi SDR dari IMF ini pada dasarnya merupakan kategori khusus dan tidak dikategorikan sebagai pinjaman karena tidak menimbulkan tambahan beban bunga utang dan kewajiban yang akan jatuh tempo ke depan," tutur Muhamad.

Negara anggota yang menerima alokasi SDR akan mendapatkan tambahan likuiditas dalam bentuk cadangan devisa dan sekaligus menambah kewajiban jangka panjangnya dalam jumlah yang sama.

Sementara itu, penurunan ULN swasta timbul karena kontraksi pertumbuhan ULN lembaga keuangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Sri Mas Sari

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.