Diet Ekstrem, Jalan Pintas yang Membahayakan

Menjalani metode diet sebaiknya tetap memerhatikan aspek kesehatan secara utuh agar tidak terjebak dalam pola diet ekstrem yang pada banyak kasus justru menimbulkan defisiensi gizi yang berbahaya bagi kesehatan.

6 Mei 2021 - 23.50
A-
A+
Diet Ekstrem, Jalan Pintas yang Membahayakan

ilustrasi diet/bisnis.com

Bisnis, JAKARTA — Diet ekstrem menjadi salah satu jalan pintas yang kerap dipilih banyak orang untuk menurunkan berat badannya.

Namun, menjalani metode diet sebaiknya tetap memerhatikan aspek kesehatan secara utuh agar tidak terjebak dalam pola diet ekstrem yang pada banyak kasus justru menimbulkan defisiensi gizi yang berbahaya bagi kesehatan.

Dunia kesehatan dihebohkan dengan munculnya pola diet ekstrem yang menimbulkan perdebatan dan kritik dari para ahli gizi.

Kontroversi terbaru datang dari Tya Ariestya, model, aktris, dan pembawa acara yang belakangan rajin membagikan pengalamannya menurunkan berat badan hingga 22 kilogram. Belum lama ini, dia pun merilis buku berjudul The Journey of #FitTyaAriestya berisi kisah program dietnya tersebut.

Dalam satu video YouTube miliknya, Tya menyebut ada tiga langkah dietnya, yakni konsisten jalan kaki 45 menit sehari, disiplin waktu makan, dan mengatur pola makan. Sekilas tak ada yang salah. Namun, Tya menyebut dietnya tidak merekomendasikan konsumsi sayur terlalu banyak karena bisa menghambat penurunan berat badan.

Ahli Gizi Hafizhatunnisa memberikan beberapa catatan setelah membaca buku tersebut. Pertama, informasi yang menyebut sayuran menghambat penurunan berat badan adalah keliru. Kedua, diet ala Tya yang bebas memakai garam, tidak sesuai dengan anjuran pembatasan natrium 1 sendok teh garam sehari.

Ketiga, pola diet defisit energi yang hanya 500 kalori sehari pun tidak benar. Umumnya, rerata wanita dewasa membutuhkan 2.000 kalori/hari, dan jika kekurangan kalori bisa menimbulkan berbagai masalah kesehatan.

Ketua Indonesia Sport Nutritionist Association (ISNA) dan Konsultan Gizi Rita Ramayulis menjelaskan, diet ekstrem yang mengeliminasi satu kelompok makanan berisiko menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Seperti sayuran yang mengandung gizi dan serat berfungsi vital bagi metabolisme tubuh.

Menurutnya, serat akan menentukan dan mengeliminasi zat racun yang masuk ke tubuh, memberikan rasa kenyang, memberi respons insulin lebih baik.

Sejumlah risiko mengintai jika kekurangan sayur antara lain meningkatnya gangguan pada usus besar yang bisa memicu kanker kolon/usus besar. Selain itu, kadar kolesterol juga tidak terkontrol, dan bisa melemahkan antibodi.

“[Dampaknya] mungkin tidak dirasakan langsung, tapi baru akan terasa beberapa waktu ke depan. Ada efek membahayakan yang bisa terjadi,” tegasnya.

Kebutuhan serat yang disubstitusi dengan konsumsi buah dalam jumlah besar justru bisa menimbulkan masalah baru, yakni tingginya fruktosa yang berdampak pada respons insulin yang berlebihan.

Kondisi ini bisa memacu inflamasi atau peradangan sehingga melemahkan imunitas. Jika terus menerus bisa memicu hiperglikemia dan risiko diabetes melitus.

DEFISIT ENERGI

Terkait dengan diet ekstrem, defisit energi juga bisa berbahaya bagi organ-organ di dalam tubuh. Kekurangan asupan kalori akan menyebabkan organ seperti ginjal bekerja lebih keras untuk mempertahankan suhu basal. Hati juga dipaksa bekerja ekstra memecah cadangan yang dimiliki.

Selain itu, otot yang menyimpan energi juga terpaksa mengeluarkannya untuk memenuhi kebutuhan. Semua itu bisa membuat metabolisme tubuh menjadi kacau.

Risiko terburuknya, lanjut Rita, massa otot menurun yang berimplikasi pada ketidakmampuan otot melakukan reaksi kimia, malanutrisi, hingga gagal ginjal. Kondisi otot mungkin bisa dipulihkan dengan latihan, tapi kerusakan pada ginjal dan hati itu sulit.

Dia pun merujuk pada kasus di klinik tempatnya bekerja, banyak pasien malanutrisi, konstipasi, dan gangguan ginjal terjadi karena diet ekstrem di masa lampau.

Rita menambahkan, secara prinsip diet sehat adalah diet yang mendefisitkan energi dengan tidak membebani organ tubuh lainnya. Caranya yaitu dengan mendefisitkan zat makanan yang mengandung kalori yakni gula.

Jadi, dietnya mengeliminasi seluruh makanan dan minuman mengandung gula, yang dapat mendefisitkan energi di atas 100 kalori.

Selanjutnya, mengurangi karbohidrat dan menambah sayur dan protein rendah lemak. Hal itu, tetap memberi rasa kenyang tapi kalori lebih rendah.

Lalu mengurangi lemak jenuh seperti dari makanan yang digoreng. Semua tu, bisa menurunkan berat badan dengan tidak menimbulkan risiko penyakit. “Pokoknya, diet tidak boleh mengabaikan faktor kesehatan lainnya,” tegas Rita. (Syaiful Millah)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.