Dilema Ledakan Gagal Bayar THR

Pemerintah tidak semestinya menggeneralisir perusahaan yang gagal membayar THR. Sebaliknya, jika sasaran pemerintah adalah mendorong konsumsi, subsidi menjadi satu-satunya jalan untuk membantu 30% perusahaan di Tanah Air yang tercatat kesulitan mencairkan tunjangan Idulfitri kepada pekerjanya.

13 Mei 2021 - 01.08
A-
A+
Dilema Ledakan Gagal Bayar THR

Sejumlah pekerja pabrik rokok menghitung uang Tunjangan Hari Raya (THR) Lebaran saat pembagian di Kudus, Jawa Tengah, Selasa (21/5/2019)./ANTARA-Yusuf Nugroho

Bisnis, JAKARTA — Makin banyaknya perusahaan yang tak sanggup membayar tunjangan hari raya (THR) tahun ini membuat pemerintah kebakaran jenggot. Namun, alih-alih segera mencari solusi, langkah insidental yang ditempuh adalah merembuk sanksi bagi pelaku usaha.

Untuk diketahui, hari ini—Kamis (13/5/2021)—Kementerian Ketenagakerjaan berencana menghelat rapat koordinasi dengan seluruh kepala dinas ketenagakerjaan dan tim Posko THR.

Rapat yang digelar tepat pada hari-H Idulfitri 2021 itu diagendakan membahas tindak lanjut pemerintah terkait dengan membeludaknya pengaduan pembayaran THR.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan rapat koordinasi tersebut juga akan membahas pengenaan sanksi bagi perusahaan yang melanggar ketentuan Permenaker No. 6/2016 dan SE No. 6/2021 tentang Pelaksanaan Pembayaran THR Keagamaan 2021.

“Sesuai dengan aturan, perusahaan yang melanggar akan dikenakan sanksi untuk membayar 5% dari jumlah akumulatif THR yang mesti dibayarkan dan tetap wajib melunasi THR yang merupakan hak pekerja,” tegas Ida, Rabu (12/5/2021).

Berdasarkan data Kemenaker periode 20 April—12 Mei 2021, terdapat 2.897 laporan yang terdiri atas 692 konsultasi dan 2.205 pengaduan THR keagamaan. Setelah dilakukan verifikasi dan validasi, pemerintah memperoleh 977 data aduan.

Mengutip laporan terakhir Kemenaker, diketahui baru 182 laporan yang telah ditindaklanjuti serta diselesaikan.

Ida menjelaskan konsultasi mengenai THR menyangkut sejumlah permasalahan, di antaranya THR bagi pekerja yang mengundurkan diri, THR bagi pekerja yang selesai kontrak, dirumahkan, mengalami penyesuaian upah, dan THR bagi pekerja yang berstatus hubungan kemitraan sepeti ojek online.

Sementara itu, rekapitulasi pengaduan terdiri atas pembayaran THR secara dicicil, pembayaran THR hanya 50%, pembayaran tidak penuh akibat pemotongan gaji, THR tidak dibayarkan satu bulan gaji, dan tidak dibayar karena Covid-19.

Atas data-data tersebut, kata Ida, pemerintah melalui Kemenaker melakukan verifikasi dan validasi data serta berkoordinasi dengan pemerintah daerah, instansi terkait, kenurunkan pengawas, dan merekomendasikan sanksi.

SUBSIDI

Langkah pemerintah mempertegas hukuman bagi perusahaan yang gagal bayar THR ibarat simalakama di tengah tuntutan tinggi untuk memacu konsumsi masyarakat pada momentum Lebaran tahun ini serta kondisi arus kas banyak perusahaan yang masih seret.

Menanggapi sikap Kemenaker, kalangan pengusaha pun memohon agar pemerintah dapat memahami kemampuan membayar THR dari pelaku industri yang masih kesulitan mengatur arus kas di tengah pandemi.

Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional sekaligus Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Adi Machfudz mengatakan, alih-alih mengedepankan sanksi, pemerintah seharusnya memberikan subsidi bagi perusahaan yang tidak memiliki kemampuan membayar THR secara penuh sehingga beban yang ditanggung bisa terbagi.

"Tidak semua perusahaan mampu, kecuali perusahaan besar yang sudah mencadangkan dana untuk THR. Untuk yang tidak mampu, seharusnya ada ruang untuk negosiasi. Pengusaha minta ke pemerintah untuk hadir. Tidak hanya wacana, apalagi hanya berdalih dengan stimulus" jelasnya.

Pemerintah, menurutnya, bisa menyubsidi 30% sisa kewajiban pembayaran THR oleh perusahaan.

Intervensi konkret tersebut dinilai sebagai langkah yang paling tepat untuk dilakukan pemerintah saat ini mengingat cukup banyak perusahaan yang harus mengambil langkah realistis dalam hal pembayaran THR tahun ini.

Dia mengatakan saat ini terdapat sebanyak 20%—30% perusahaan yang tidak mampu membayarkan THR mengikuti regulasi yang berlaku. Terutama perusahaan yang bergerak di sektor pariwisata dan transportasi.

Pekerja menunjukkan uang Tunjangan Hari Raya (THR) Lebaran yang diterimanya di pabrik rokok PT Djarum, Kudus, Jawa Tengah, Selasa (12/5/2020). /ANTARA FOTO-Yusuf Nugroho

Tak hanya kalangan pengusaha, kalangan pekerja pun menyarankan agar pemerintah mengalokasikan sebagian dana program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk menyubsidi  pembayaran THR pekerja bagi perusahaan yang tidak mampu.

Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar menilai pemerintah dapat mengalokasikan sebagian dari dana PEN yang memiliki jumlah total Rp699,43 triliun.

Hal tersebut dinilai memungkinkan mengingat penyerapan PEN juga tidak pernah maksimal.

"Jika dana PEN dialokasikan untuk membantu perusahaan membayar THR melalui pinjaman tanpa bunga, maka selain memenuhi pekerja, tujuan dari anggaran tersebut juga akan tercapai," ujarnya.

Timboel mengatakan pengalokasian sekitar Rp1,6 triliun atau sekitar 0,2% dari total Rp699,43 triliun sudah mencukupi untuk menalangi pembayaran THR keagamaan oleh perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki kemampuan membayar penuh.

Dana talangan tersebut, sambungnya, dapat disalurkan melalui pinjaman tanpa bunga. Langkah tersebut dinilai penting lantaran seiring dengan tujuan pemerintah meningkatkan konsumsi melalui, salah satunya, THR keagamaan. Terutama untuk pekerja kelas menengah ke bawah.

Selain itu, pemerintah diminta memberikan sanksi tegas terhadap perusahaan yang mampu tetapi tidak mau membayarkan THR keagamaan. 

"Misalnya, dengan melakukan pemblokiran rekening senilai kewajiban yang harus dibayar ke pekerja bagi perusahaan yang mampu tapi tidak mau membayar THR," jelas Timboel.

Dari kaca mata pakar, ekonom Universitas Indonesia (UI) sekaligus Direktur Eksekutif Next Policy Fithra Faisal Hastiadi sepakatn subsidi menjadi satu-satunya jalan untuk membantu 30% perusahaan di sektor pariwisata dan transportasi membayarkan THR tahun ini.

Kendatipun angka Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia ekspansif di level 54,6, tidak bisa dipungkiri ada dampak yang masih terasa di sektor-sektor tertentu.

“Jadi, tidak bisa digeneralisir. Industri yang bergerak di sektor terdampak paling besar mungkin bisa disubsidi untuk pembayaran THR,” ujar Fithra.

Pemerintah, sambungnya, harus melakukan pemetaan berdasarkan kemampuan perusahaan secara detil. Hal tersebut diperlukan untuk mengantisipasi agar masalah THR tidak menghambat momentum pertumbuhan industri.

Menurutnya, meskipun THR tidak serta merta memberikan kontribusi signifikan terhadap daya konsumsi masyarakat, hal tersebut setidaknya mampu menjaga level kesejahteraan 40% masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah. (Rahmad Fauzan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.