Dilematis Harga Batu Bara yang Mengancam Pasokan Domestik

Adapun harga pasar domestik untuk batu bara telah ditetapkan US$70 per metrik ton untuk bahan bakar listrik umum. Sementara itu, harga di pasar global berada di kisaran US$150 per metrik ton.

Rayful Mudassir

16 Nov 2021 - 16.24
A-
A+
Dilematis Harga Batu Bara yang Mengancam Pasokan Domestik

Pekerja beraktivitas di area pertambangan batu bara PT Adaro Indonesia, di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, Selasa (17/10/2017). Integrasi bisnis Adaro melalui anak-anak perusahaannya telah meningkatkan efisiensi dan menjaga neraca keuangan Adaro tetap solid. JIBI/Bisnis/Nurul Hidayat

Bisnis, JAKARTA — Masih tingginya disparitas harga batu bara domestik dan ekspor, disinyalir menjadi salah satu penyebab tidak terpenuhinya kebutuhan di dalam negeri.

Ketua Umum Asosiasi Pemasok Batubara dan Energi Indonesia (Aspebindo) Anggawira mengatakan dengan adanya disparitas harga ekspor dan domestik, membuat penambang lebih tertarik melakukan ekspor.

Adapun harga pasar domestik untuk batu bara telah ditetapkan US$70 per metrik ton untuk bahan bakar listrik umum. Sementara itu, harga di pasar global berada di kisaran US$150 per metrik ton.

“Soal harga, disparitas. Banyak [penambang] melarikan [mengalihkan batu bara] ke luar [ekspor],” katanya kepada Bisnis, Senin (15/11/2021).

Di sisi lain, dia menyebutkan bahwa pemasok batu bara untuk PT PLN (Persero) yang didominasi oleh pemasok kecil membuat suplai batu bara ke perusahaan setrum pelat merah itu menjadi tersendat.

“Semestinya PLN menargetkan perusahaan pemilik perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara [PKP2B], sehingga bisa digenjot lagi, agar DMO-nya tercapai,” tuturnya.

Hal itu juga diungkapkan oleh Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin yang menerangkan bahwa selama ini PLN melakukan kontrak batu bara paling besar dengan izin usaha pertambangan operasi produksi khusus (IUP OPK) angkut jual sebesar 38%, sedangkan perusahaan pemasok pemegang PKP2B hanya 31%.

Kondisi ini menunjukkan bahwa sebagian kontrak batu bara yang dilakukan PLN bukan dengan perusahaan tambang, tetapi dengan didominasi oleh IUP OPK angkut jual.

“Ini yang sering menjadi kendala ketika PLN memerlukan penambahan pasokan. Kami mengamati kontrak dengan pemegang IUP OPK angkut jual ini, berpotensi memberikan ketidakpastian pasokan khususnya pada saat harga batu bara sedang tinggi karena mereka tidak memiliki kewajiban DMO,” tuturnya.

Kementerian ESDM mencatat realisasi produksi batu bara hingga Oktober 2021 mencapai 512 juta ton atau 82% dari target tahun ini 625 juta ton. Kemudian, DMO berdasarkan data kementerian telah mencapai 110 juta ton atau 80% dari target 137 juta ton.

Kementerian ESDM telah menargetkan hingga akhir tahun, sekitar 98% dari 137 juta ton kewajiban DMO dapat terpenuhi. Selain itu, ekspor batu bara hingga Oktober 2021 telah mencapai 367 juta ton atau 75% dari rencana 487,5 juta ton.

Namun, angka DMO kementerian tidak senada dengan keterangan PT PLN (Persero). Dari catatan PLN, realisasi DMO yang diterima pihaknya maupun melalui IPP mencapai 93,2 juta ton dari target 137,2 juta ton pada Oktober 2021.

Di sisi lain, PT Adaro Energy Tbk. menegaskan bahwa perusahaan telah memiliki kontrak dengan para pelanggan dan akan memenuhi kebutuhan sesuai dengan kontrak hingga Desember 2021.

"Kami mematuhi peraturan ketentuan DMO serta memenuhi kebutuhan dan pasokan batu bara untuk dalam negeri merupakan prioritas kami," kata Head of Coorporate Communication Adaro Energy, Ferbiati Nadira kepada Bisnis, Senin (15/11/2021).

Adaro menargetkan produksi baru bara sesuai dengan rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB) 2021 mencapai 44,4 juta ton. Adapun ketentuan DMO sesuai dengan peraturan pemerintah adalah 25%. Artinya, perusahan pertambangan itu wajib memenuhi ketentuan DMO 11,1 juta ton batu bara.

Namun, berdasarkan keterangan PLN, Adaro baru merealisasikan pasokan untuk domestik sebesar 7,5 juta ton.

Sebelumnya, Direktur Utama PT PLN (Persero) Zulkifli Zaini menerangkan bahwa realisasi pemenuhan kebutuhan batu bara untuk ketenagalistrikan mencapai 93,2 juta metrik ton hingga Oktober 2021.

Angka ini terbagi untuk kebutuhan PLTU milik PLN sebesar 55,5 juta ton dan kebutuhan PLTU independent power producer (IPP) sebesar 37,6 juta metrik ton. Sementara itu, kebutuhan pasokan batu bara untuk ketenagalistrikan mencapai 137,2 juta ton hingga akhir 2021.

“Masih terdapat gap atas realisasi pemenuhan batu bara dengan kewajiban pemenuhan batu bara dalam negeri,” katanya saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI di Gedung Parlemen, Senin (15/11/2021).

Dari target dan realisasi pasokan batu bara tersebut, kewajiban DMO masih berada di kisaran 67,8% hingga Oktober. Pemenuhan pasokan terancam tidak terpenuhi seiring dengan perkiraan cuaca buruk yang terjadi selama November hingga Januari 2022.

Secara detail, realisasi tersebut didominasi oleh pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) sebanyak 41,7 juta dari kewajiban 66, juta metrik ton.

Kemudian pemegang izin usaha pertambangan operasi produksi (IUP OP) baru memenuhi 22,9 juta ton DMO dari kewajiban 52,07 juta ton. Selanjutnya, IUP operasi produksi khusus baru telah mencapai DMO 10,6 juta. Lainnya, IUPK OP baru memenuhi realisasi 4,3 juta ton baru bara dari target 4,3 juta ton.

Sebaliknya, IUP penanaman modal asing baru merealisasi pasokan batu bara DMO 2 juta ton dari kewajiban 7,5 juta ton. Dari kontrak yang ada, hanya kontrak BUMN melalui PT Bukit Asam Tbk. yang telah melewati target DMO 6 juta ton mencapai 11,4 juta ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Ibeth Nurbaiti*

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.