Dua Instrumen Segera Meluncur, BI Siap Jaga Stabilitas Rupiah

Bank Indonesia (BI) akan menerbitkan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) dalam merespons ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi saat ini.

Maria Elena

8 Nov 2023 - 15.59
A-
A+
Dua Instrumen Segera Meluncur, BI Siap Jaga Stabilitas Rupiah

Ilustrasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS./BISNIS-BIO

Bisnis, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) akan menerbitkan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) dalam merespons ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi saat ini.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Edi Susianto Bank Indonesia (BI) menyampaikan bahwa penerbitan kedua instrumen tersebut sebagai upaya untuk mendorong pendalaman pasar keuangan dan menghadirkan instrumen jangka pendek yang menarik bagi investor.

Menurutnya, upaya tersebut diperlukan seiring dengan meningkatnya tekanan di pasar keuangan domestik. Saat ini, imbuhnya, terjadi fenomena risk premia, di mana tingkat imbal hasil surat utang negara mengalami peningkatan dalam merespons volatilitas global. 

Kenaikan yield surat utang negara, terutama yield US Treasury yang naik ke level tertinggi, menyebabkan gejolak di pasar surat berharga banyak negara. Akibatnya, investor beralih ke aset yang lebih likuid dan berjangka pendek. Kondisi ini pun memicu tekanan nilai tukar mata uang banyak negara, termasuk rupiah. 

Edi menilai dampak dari volatilitas global yang besar di pasar keuangan domestik, juga dipicu salah satunya oleh pasar uang domestik yang masih dangkal. 

“Yang terjadi saat ini di instrumen pasar uang atau money market di valas belum ada instrumen yang tradeable, yang ada instrumen penempatan, jadi bank-bank yang punya valas ditempatkan sebagian ke BI, tidak ada yang bisa diperjualbelikan,” katanya dalam acara Taklimat Media, Rabu (8/11/2023).

Edi menjelaskan SVBI dan SUVBI merupakan instrumen moneter yang pro-market, yang diharapkan dapat menarik inflow sehingga mendorong penguatan dan stabilitas pasar keuangan domestik.

SVBI dan SUVBI rencananya mulai diimplementasikan pada 21 November 2023. SVBI akan diterbitkan dengan tenor 1, 3, 6, 9, dan 12 bulan. Sementara itu, SUVBI diterbitkan dengan tenor 1, 3, dan 6 bulan, dengan setelmen T+2.

Mekanismenya, penerbitan SVBI dilakukan melalui lelang dengan bank umum yang menjadi peserta operasi pasar terbuka (OPT) konvensional dan valas. 

Selanjutnya, SVBI daan SUVBI dapat dipindahtangankan atau ditransaksikan di pasar sekunder, dan dapat dimiliki oleh non bank, baik residen maupun nonresiden.

Bisnis mencatat, rupiah pada perdagangan Rabu (8/11/2023) dibuka menguat 38 poin atau 0,24% menuju level Rp15.598 per dolar AS, saat  indeks dolar AS menguat tipis 0,07% ke 105,61.

Mata uang di kawasan Asia juga dibuka menguat, misalnya Ringgit Malaysia sebesar 0,06%, diikuti baht Thailand naik 0,07%, dan peso Filipina menguat 0,14%. Won Korea juga menguat 0,29% dan yuan China naik 0,12%.

Adapun, dalam memitigasi dampak pelemahan nilai tukar, BI telah melakukan intervensi di pasar valas, tercermin dari posisi cadangan devisa Indonesia yang turun menjadi US$133,1 miliar pada akhir Oktober 2023.

Selain penggunaan untuk intervensi valas, penurunan cadangan devisa pada periode tersebut juga dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Meski demikian, BI menyatakan bahwa posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,1 bulan impor atau 5,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. 

BI juga menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

"Diterbitkannya SVBI dan SUVBI pun diharapkan dapat meningkatkan likuiditas valas sehingga dapat mendukung upaya stabilisasi nilai tukar rupiah," ucapnya. 

Baca Juga : Efektifnya Intervensi BI ke Rupiah 

FAKTOR TEKANAN

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky mengatakan bahwa sejumlah risiko, di antaranya perlambatan permintaan global, kebijakan moneter higher-for-longer bank sentral utama di dunia, telah mendorong arus modal keluar dari berbagai negara berkembang, termasuk Indonesia.

Kondisi ini pun berimbas terhadap tekanan dan depresiasi pada nilai tukar rupiah. Situasi ini, di sisi lain, kata Riefky berpotensi melemahkan pertumbuhan sektor manufaktur pada sisa 2023 mengingat ekspor Indonesia sangat bergantung pada harga komoditas global dan profil impor Indonesia yang didominasi oleh bahan baku dan barang modal. 

Tingginya imported inflation juga dapat berdampak pada meningkatnya ongkos produksi dalam negeri dan menekan performa sektor manufaktur.

“Menjaga stabilitas tingkat kepercayaan konsumen, tingkat harga, dan nilai tukar menjadi kunci utama untuk meredam dampak negatif pada performa sektoral dalam negeri,” kata Riefky, Jumat (3/11/2023).

Di sisi neraca keuangan dan modal, Riefky mengatakan meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan global akibat berbagai peristiwa telah memberikan tekanan kepada investor di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. 

Ekspektasi kebijakan higher for longer the Fed dan terjadinya ketegangan geopolitik di Timur Tengah telah memicu investor beralih dari aset-aset berisiko ke aset-aset yang lebih aman.

Baca Juga : Dosis Stimulus Ekonomi Mesti Ditambah 

Tercatat, terjadi arus modal keluar dari pasar keuangan domestik sebesar US$4,44 miliar pada awal Agustus 2023 hingga pertengahan Oktober 2023. Akibatnya, nilai tukar rupiah terdepresiasi hingga berkisar Rp15.800 per 19 Oktober 2023. 

Meski demikian, nilai tukar rupiah masih lebih baik dibandingkan sebagian besar negara berkembang lainnya, menempati peringkat kedua setelah Lira Brasil.

Untuk mengatasi tekanan eksternal, Riefky mengatakan, BI telah melakukan langkah-langkah pro-stabilitas, tercermin dari penurunan jumlah cadangan devisa menjadi US$134,9 miliar pada September 2023. Penurunan ini merupakan penurunan terbesar kedua pada cadangan devisa sepanjang tahun 2023. 

Dia menilai, posisi cadangan devisa saat ini pun masih mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. 

BI pun secara mengejutkan menaikkan suku bunga kebijakan sebesar 25 bps menjadi 6,00% pada Oktober 2023 untuk menjaga selisih imbal hasil (yield spread) yang menarik antara obligasi pemerintah Indonesia dan AS di tengah meningkatnya ketidakpastian keuangan global. 

Riefky menambahkan, BI diperkirakan akan mempertahankan kebijakan pro-stabilitasnya hingga sisa tahun ini, sambil mempertahankan inflasi yang relatif sudah terkendali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Rinaldi Azka
Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.