Keseriusan pemerintah dalam mengembangkan investasi energi baru terbarukan atau EBT tidak kendur. Segala upaya dilakukan pemerintah agar target bauran EBT sebesar 23% pada 2025 dapat tercapai.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, pencapaian target bauran EBT khususnya dari ketenagalistrikan hingga Juni 2022 mencapai 12,8%. PT PLN (Persero) dalam hal ini terus mengejar pengembangan energi hijau dengan tetap mengedepankan supply and demand tenaga listrik.
Selain itu, PLN juga terus menjaga ketersedian sumber EBT setempat, keandalan, keberlanjutan pasokan listrik, dan keekonomian proyek energi hijau.
Berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021—2030, pengembangan pembangkit EBT dengan kapasitas 20,9 GW disokong dari bioenergi sebesar 590 MW dan program co-firing sebesar 1,8 GW.
Program co-firing dikenal sebagai aktivitas substitusi penggunaan batu bara dengan biomassa. Aktivitas ini dilakukan dengan tetap menjaga parameter pembangkit yang disyaratkan melalui presentasi uji coba program co-firing.
Kendati upaya pemerintah dalam mengembangkan EBT sangat tinggi, konflik Rusia dan Ukraina sedikit banyak memengaruhi kebijakan banyak negara, khususnya Eropa. Beberapa negara di Benua Biru kembali menyalakan pembangkit listrik tenaga uap dengan bahan bakar batu bara setelah pasokan gas dari Rusia dihentikan.
Indonesia sendiri seyogianya dapat memanfaatkan momentum tersebut untuk mengejar ketertinggalan. Pasalnya, pengembangan EBT dari sektor ketenagalistrikan masih jauh dibandingkan dengan negara-negara lain.
Tantangan yang membayang di depan mata adalah investasi di sektor EBT yang sangat tinggi dan regulasi yang kerap berubah. Dari sisi kelistrikan, biaya pokok penyediaan (BPP) pembangkitan mencapai 85% dari BPP lokal membuat pengembangan EBT makin tersendat.
Selain itu, para pelaku usaha di sektor kelistrikan merasa adanya diskriminasi karena masih diberlakukan skema bangun, miliki, operasikan, dan alihkan atau build, own, operate, transfer (BOOT) untuk pembangkit EBT.
Serangkaian tantangan yang belum terselesaikan inilah yang membuat pengadaan energi di Indonesia masih fokus pada energi murah ketimbang energi bersih.
Tantangan sekaligus harapan yang menerpa pengembangan bisnis EBT membuat pemerintah langsung merespons dengan melakukan serangkaian pembenahan yang masih terus berjalan hingga saat ini.
Hal yang dilakukan salah satunya adalah mendorong minat investor untuk menanamkan modal di sektor EBT. Maklum investasi di sektor energi hijau sangat tinggi.
Harian ini menilai gencarnya kampanye isu penyelamatan lingkungan, dan pentingnya menjaga planet bumi dapat dijadikan peluang bagi pemerintah untuk mendorong kesadaran masyarakat tentang energi hijau.
Mulai meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap energi hijau membuat industri dituntut untuk bertransformasi cepat. Proses transisi yang dilakukan oleh BUMN energi menjadi contoh pengembangan EBT berada dalam jalur yang tepat.
Transisi dilakukan perseroan dengan perhitungan yang cermat agar keseimbangan antara bisnis inti dan kebutuhan terhadap energi hijau terus terjaga, pada akhirnya bermuara pada upaya mencapai bauran energi sesuai dengan target.