Ekspor Batik Moncer, Refleksi Ketahanan IKM Selama Pandemi

Industri batik mendapat prioritas pengembangan karena dinilai mempunyai daya ungkit besar dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional.

Reni Lestari

6 Okt 2021 - 15.25
A-
A+
Ekspor Batik Moncer, Refleksi Ketahanan IKM Selama Pandemi

Seorang pengunjung mengamati batik yang dipajang di lobi hotel Grandhika Pemuda Semarang dalam rangkaian acara Batik Corner. /Foto: Istimewa

Bisnis, JAKARTA — Ekspor batik Indonesia per kuartal I/2021 dilaporkan mencapai US$157,8 juta, ditopang oleh produksi industri kecil dan menengah yang menyerap sekitar 200.000 perajin dari 47.000 unit usaha.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan sepanjang tahun lalu ekspor industri batik dari 101 sentra mencapai US$533 juta atau sekitar Rp7,60 triliun.

Menurutnya, industri batik mendapat prioritas pengembangan karena dinilai mempunyai daya ungkit besar dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional.

"Industri batik kita mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional dan produknya telah diminati pasar global," kata Agus pada acara bertajuk Puncak Peringatan Hari Batik Nasional 2021, Rabu (6/10/2021).

Pada peringatan Hari Batik Nasional 2021, Kemenperin menggelar sejumlah acara yang meliputi diskusi virtual bertajuk ngobrol pagi penuh Inspirasi, lokakarya batik bagi penyandang disabilitas, seminar nasional industri kerajinan dan batik 2021, serta inkubasi bisnis melalui program Innovating Jogja 2021.

Rangkaian acara tersebut diharapkan dapat mendukung upaya pemulihan industri kreatif. Agus pun berharap, pembinaan kepada para pelaku IKM batik terus dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan.

Sebab, dengan jumlahnya yang besar dan merata di seluruh penjuru tanah air, industri batik bisa menjadi penggerak perekonomian daerah dan berpotensi menjadi pengungkit industri kecil dan menengah lainnya.

Sebelumnya, pemerintah menilai industri kerajinan dan batik merupakan salah satu sektor yang mampu beradaptasi dan berinovasi di tengah pandemi Covid-19 sehingga dapat bertahan, bahkan mendukung pemulihan ekonomi nasional (PEN) khususnya di sektor IKM.

Dalam kaitan itu, Kemenperin pun mendorong para pelaku IKM batik  agar terus dapat membuat produk sesuai preferensi pasar dan cepat melakukan diversifikasi produk. Tujuannya adalah untuk memacu keberlangsungan usaha mereka di tengah dampak pandemi.

“Industri kerajinan dan batik yang merupakan bagian dari industri kreatif dan didominasi oleh sektor IKM, mendapat prioritas pengembangan oleh Kementerian Perindustrian, karena dinilai mempunyai daya ungkit besar dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Agus.

Agus mengemukakan di tengah masa sulit seperti saat ini, industri kerajinan dan batik di dalam negeri juga terus berupaya memunculkan kreativitas dan inovasi dalam rangka meningkatkan kinerja usahanya.

Menurutnya, tumbuhnya kinerja sektor industri tersebut karena tetap menjaga kualitas produknya dan peningkatan volume produksi.

Untuk itu melalui Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB) Yogyakarta, Kemenperin kembali melaksanakan kegiatan Inkubasi Bisnis Teknologi Innovating Jogja Tahun 2021.

Kegiatan Innovating Jogja ini bertujuan untuk pengembangan sektor industri kerajinan dan batik agar lebih berdaya saing, dengan memanfaatkan teknologi inovasi yang berasal dari masyarakat atau memanfaatkan teknologi yang dimiliki oleh BBKB Yogyakarta.

Selaras dengan perubahan fokus BSKJI, yang dahulu bernama Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI), pelaksanaan kegiatan Innovating Jogja tahun 2021 menitik beratkan pada optimalisasi pemanfaatan teknologi pada proses bisnis para tenant.

Kepala BBKB Yogyakarta Titik Purwati Widowati mengemukakan bahwa program Innovating Jogja yang sudah berjalan sejak 2016 ini dinilai mampu menghasilkan industri baru yang kompetitif di bidang kerajinan dan batik di wilayah Yogyakarta dan beberapa daerah lainnya.

“Bahkan, beberapa tenant lulusan Innovating Jogja sudah berhasil melakukan ekspor,” ungkapnya. 

Adapun,  tahun lalu kinerja ekspor industri pakaian jadi mencapai US$7,04 miliar. Industri fesyen yang juga sangat erat hubungannya dengan sektor industri tekstil pun berhasil memberikan kontribusi sebesar 6,76% pada PDB industri pengolahan nonmigas 2020.

Sementara itu, secara total sejak 2016 hingga 2020, Innovating Jogja telah membimbing sebanyak 113 calon dalam kegiatan bootcamp, dan 20 di antaranya berhasil lolos sebagai tenant inkubator teknologi bisnis.

“Kami merasa berbangga dalam pelaksanaan Innovating Jogja di tahun sebelumnya telah melahirkan industri-industri kerajinan yang masih bisa survive dan berkembang sampai dengan sekarang seperti Wastraloka, Janedan, Alra, Tizania Jumputan, Djadi Batik, Ramundi Diby Leather, Smart batik, dan Arane,” kata Titik.

Menurut Titik, sejumlah merek tersebut juga telah mencapai omzet lebih dari Rp500 juta per tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.