Emiten Produk Barang Konsumsi Bersiap Ekspansi pada 2022

Para emiten yang bergerak di sektor barang konsumen sudah menyiapkan ancang-ancang untuk ekspansi pada 2022 menyambut pemulihan daya beli masyarakat pascapandemi.

Dwi Nicken Tari

14 Des 2021 - 18.29
A-
A+
Emiten Produk Barang Konsumsi Bersiap Ekspansi pada 2022

Lini produk PT Jaya Swarasa Agung Tbk. atau Tays Bakers./Istimewa

Bisnis, JAKARTA — Pemulihan daya beli pascapandemi tahun depan menjadi tumpuan harapan bagi sejumlah emiten sektor barang konsumsi yang selama ini bisnisnya tertekan akibat pandemi. Beberapa emiten bahkan sudah mempersiapkan rencana ekspansi untuk mengejar ketertinggalan kinerja tahun depan.

Adapun, di sepanjang 2021 ini kinerja perusahaan barang konsumen masih tertekanan kondisi pandemi dan pembatasan sosial. Belum lagi, kenaikan harga bahan baku memperkeruh suasana yang memukul kinerja dari sisi margin keuntungan.

Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis, mayoritas emiten barang konsumen membukukan penurunan laba hingga dobel digit hingga akhir kuartal III/2021.

PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 16,04 persen secara tahunan (year-on-year/YoY) menjadi Rp6,60 triliun dari sebelumnya Rp7,87 triliun. Sementara itu, pendapatan turun 7,47 persen menjadi Rp30,02 triliun.

PT Mayora Indah Tbk. (MYOR) membukukan penurunan laba bersih sebesar 37,17 persen menjadi Rp977,93 miliar per 30 September 2021 dari sebelumnya Rp1,55 triliun. Namun, penjualan bersih produsen permen Kopiko ini mengalami peningkatan sebesar 13,12 persen YoY menjadi Rp19,88 triliun dari sebelumnya Rp17,58 triliun.

Selanjutnya produsen permen Kino, PT Kino Indonesia Tbk. (KINO) membukukan penurunan laba bersih sebesar 56,34 persen menjadi Rp78,63 miliar dari sebelumnya Rp180,10 miliar. Penjualan KINO tercatat turun 5,75 persen menjadi Rp2,93 triliun dari sebelumnya Rp3,11 triliun.

Hanya produsen mi Indomie PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. yang mencatat kenaikan laba yaitu sebesar 25,40 persen menjadi Rp4,96 triliun sedangkan pendapatannya naik 25,74 persen menjadi Rp42,62 triliun.

Direktur Keuangan Kino Indonesia Budi Muljono optimistis kondisi pandemi akan lebih terkendali sehingga ekonomi bisa lebih bergeliat pada 2022.

Untuk mengoptimalkan kinerja, Budi mengatakan perseroan akan menyesuaikan strategi pada tahun depan dengan perkembangan di masyarakat dan pemulihan ekonomi.

“Fokus akan lebih tajam di segmen yang dapat men-generate penjualan dan kembali dicari masyarakat setelah sempat terpengaruh oleh pandemi,” kata Budi kepada Bisnis.

KINO pun menyediakan belanja modal atau capital expenditure senilai Rp350 miliar - Rp400 miliar untuk keperluan ekspansi pada 2022. Budi menyebut capex tersebut akan dialokasikan untuk penambahan kapasitas dan pembaruan mesin yang sudah berumur agar produksi perseroan tetap efisien.

Tak hanya KINO, emiten barang konsumen yang baru mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia yaitu PT Jaya Swarasa Agung Tbk. (TAYS) atau Tays Bakers juga akan memulai pembangunan pabrik baru pada Januari 2022 di Sumedang.

CEO Tays Bakers Alexander Anwar mengatakan pembangunan pabrik merupakan salah satu strategi ekspansi perseroan yang akan dijalankan dalam waktu dekat.

Pabrik yang akan dibangun TAYS ini akan menambah kapasitas produksi produk TRICKS baked potato crisps yang merupakan produk andalan TAYS.

Saat ini, kapasitas pabrik untuk kategori biscuit & cracker milik TAYS sudah hampir mencapai 100 persen sebesar 6.900 ton per tahun. Dengan pembangunan pabrik baru, maka kapasitas akan meningkat menjadi 200 persen - 250 persen menjadi sekitar 17.000 ton per tahun.

Tambahan kapasitas produksi TAYS disebut sejalan dengan optimisme gairah industri makanan ringan pada 2022. Alexander menunjukkan bahwa daya beli masyarakat bakal lebih baik pada 2022 dengan target pertumbuhan pendapatan sebesar 40 persen.

“Kami memproyeksikan total pendapatan pada akhir tahun ini bisa naik hingga 10 persen dibandingkan tahun lalu, dengan margin laba bersih di atas 6 persen per tahun,” kata Alex.

REKOMENDASI NETRAL

Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Mimi Halimin merekomendasikan netral saham-saham barang konsumen untuk 2022. Dia mengatakan kondisi pandemi yang terkendali saat ini dapat meningkatkan indeks keyakinan konsumen.

Namun demikian, Mimi melihat pertumbuhan Upah Minimum Regional (UMR) yang kecil pada 2022 dapat membatasi pemulihan daya beli masyarakat.

“Dari pandangan kami, potensi normalisasi pendapatan dan realisasi anggaran program pemulihan ekonomi nasional bakal menyediakan ruang untuk mengerek daya beli,” tulis Mimi dalam risetnya.

Selanjutnya, pemulihan kinerja akan terjadi dalam skenario berbeda-beda di masing-masing perusahaan barang konsumen.

Mimi menunjukkan pemulihan kinerja di Unilever misalnya, bakal lebih terbatas dibandingkan perusahaan barang konsumen lain. Pasalnya, UNVR masih akan terbebani oleh persaingan yang ketat di pasar produk Home and Personal Care (HPC).

Selanjutnya kenaikan harga komoditas juga masih menjadi tantangan bagi margin perusahaan barang konsumen.

Secara umum, pemulihan ekonomi pada 2022 berpeluang kembali mengangkat kinerja perusahaan barang konsumen. Mimi pun merekomendasikan saham ICBP, INDF, dan KLBF untuk dicermati dari sektor ini.

Senior Portfolio Manager Equity Manulife Aset Manajemen Samuel Kesuma memperkirakan industri barang konsumen khususnya produsen makanan ringan bisa rebound pada tahun depan. Permintaan untuk produk jajanan ringan tampaknya akan kembali karena aktivitas di luar ruang terus dibuka perlahan.

Perlu diingat, lanjut Samuel, bahwa tantangan dari sisi daya beli masyarakat ketika harga komoditas tinggi bakal tetap menjadi tantangan bagi para emiten barang konsumen. Adapun, daya beli masyarakat dengan pendapatan rendah diperkirakan belum akan kembali dengan cepat pada tahun depan.

Hal itu pun akan membawa dilema bagi emiten ketika ingin menaikkan harga produk demi menjaga margin. Samuel berpendapat pilihan yang dapat diambil emiten selain menaikkan harga adalah dengan menyesuaikan volume produk.

“Tekanan ada di margin keuntungan dan ini semua bisa sangat terbantu tahun depan apabila harga komoditas ternormalisasi, kondisi ekonomi kian pulih, dan daya beli masyarakat naik lagi,” papar Samuel.

Adapun,  Manulife Aset Manajemen dengan total dana kelolaan atau asset under management senilai Rp112,1 triliun, yang mana Rp61,7 triliun berada dalam produk reksa dana per September 2021, belum mengoleksi saham-saham emiten consumer dan memasang posisi wait and see.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Emanuel Berkah Caesario

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.