Fakta Krisis Energi di Jerman: Cuaca Dingin, Gas Kian Menipis

Sejumlah kota di Jerman bahkan telah memadamkan lampu layanan publik, mematikan air mancur, dan terpaksa menggunakan air dingin di kolam renang dan gedung olahraga saat negara itu mengurangi konsumsi energi dalam menghadapi ancaman krisis gas dari Rusia.

Ibeth Nurbaiti

1 Okt 2022 - 22.30
A-
A+
Fakta Krisis Energi di Jerman: Cuaca Dingin, Gas Kian Menipis

Suasana di pelabuhan dan turbin angin Hamburg, Jerman. Jerman selama ini sangat bergantung pada impor gas Rusia dibandingkan dengan negara-negara Eropa lainnya./neweurope.eu

Bisnis, JAKARTA — Krisis energi yang terjadi di Jerman sejak serangan Rusia ke Ukraina kian memprihatinkan. Cuaca dingin dan menipisnya pasokan gas dari Negeri Beruang Merah itu menjadi fakta yang memaksa Jerman harus melakukan penghematan besar-besaran. 

Hanover di barat laut Jerman pada Rabu (27/7/2022), menjadi kota besar pertama yang mengumumkan langkah-langkah penghematan energi, termasuk mematikan air panas di kamar mandi di gedung-gedung dan pusat rekreasi.

Baca juga: Krisis Energi, Jerman Siapkan Subsidi 200 Miliar Euro

Sejumlah kota di Jerman bahkan telah memadamkan lampu layanan publik, mematikan air mancur, dan terpaksa menggunakan air dingin di kolam renang dan gedung olahraga saat negara itu mengurangi konsumsi energi dalam menghadapi ancaman krisis gas dari Rusia.

Gedung-gedung di Ibu Kota negara bagian Lower Saxony diketahui hanya akan dipanaskan mulai 1 Oktober hingga 31 Maret pada suhu kamar tidak lebih dari 20 derajat C (68 derajat F), dan melarang penggunaan unit AC bergerak serta kipas pemanas. Namun, peternakan, sekolah, panti jompo, dan rumah sakit dikecualikan dari tindakan penghematan.

Baca juga: Tatkala Kilau Batu Bara Indonesia Kian Memukau Dunia

Tak bisa dimungkiri, Jerman selama ini sangat bergantung pada impor gas Rusia dibandingkan dengan negara-negara Eropa lainnya. Jerman menggunakan sebagian besar impor gasnya untuk memanaskan rumah dan memberi daya pada industri besarnya.


Namun, sejak perang pecah dan Uni Eropa memutuskan sanksi kepada Moskow, Rusia malah membalasnya dengan menyetop aliran melalui Nord Stream 2, pipa gas yang mengalirkan sumber energi itu sampai ke Jerman.

Dengan cuaca yang kian dingin, dapat dipastikan kebutuhan gas sebagai sumber energi akan lebih besar lagi. Namun, Menteri Perekonomian Robert Habeck mengatakan dengan situasi yang makin kritis maka penggunaan gas perlu tetap dikurangi. 

Regulator sektor energi Jerman bahkan mendesak konsumen untuk mengurangi penggunaan gas setidaknya hingga 20 persen, meskipun cuaca kian dingin menjelang musim dingin, untuk mengantisipasi terjadinya kekurangan gas.

Baca juga: Tatkala PLN Kelebihan Suplai Listrik, Siapa Untung Siapa Buntung

Sebelumnya, Jerman yang merupakan negara pengusung energi hijau terang-terangan membeli batu bara dari Indonesia untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar pembangkitnya. Negeri Hitler ini secara resmi juga telah mengumumkan kebijakan untuk kembali menggunakan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara demi mengamankan pasokan setrum negara itu, setelah Rusia memangkas aliran gasnya ke negara Eropa.

Klaus Ernst selaku ketua komite parlemen untuk perlindungan iklim dan energi, sempat mengatakan bahwa keputusan untuk menyalakan kembali pembangkit listrik tenaga batu bara merupakan bencana kebijakan iklim.

Sebelum konflik Ukraina pecah, Jerman berencana untuk menghapus batu bara secara bertahap pada 2030 karena emisi karbonnya lebih tinggi ketimbang gas. Namun, gagasan itu seakan sirna ketika pasokan gas dari Rusia kian menipis.


Untuk diketahui, fasilitas penyimpanan gas Jerman saat ini hanya terisi sepertiga saat perang pecah. Fasilitas penyimpanan gas Jerman bahkan hanya terisi hingga sekitar 63 persen dari total kapasitas, di tengah upaya penghematan dan mendapatkan pasokan dari tempat lain.

Namun, Jerman menyiapkan dana stabilisasi hingga 200 miliar euro atau sekitar US$196 miliar untuk menghadapi krisis energi yang terjadi.

Di sisi lain, Rusia terus menekan pasokan energi ke Eropa selama berbulan-bulan dalam upayanya memberikan tekanan maksimum pada sekutu Ukraina. Eropa telah merespons dengan menimbun lebih banyak cadangan dan mencari pasokan alternatif.

Baca juga: Ironi di Negeri Kaya Sumber Energi, Surplus Gas tetapi Impor

Untuk saat ini, Eropa kemungkinan besar harus bertahan pada musim dingin tanpa aliran gas yang signifikan. Adapun, pasokan gas Rusia ke Eropa saat ini hanya 9 persen dari total permintaan, turun dari sekitar 40 persen sebelum perang.

Ini bukan pertama kalinya ada dugaan permainan kotor di sektor energi sejak perang Rusia-Ukraina pecah. Para pemimpin Eropa menuduh Moskow menjadikan aliran energi sebagai senjata dan menggunakan masalah pemeliharaan dan perbaikan sebagai dalih untuk menghentikan pasokan.

Pekan lalu, Rusia mengatakan telah menggagalkan serangan terhadap kompleks minyak dan gas yang memasok Eropa. (John Andhi Oktaveri/Alifian Asmaaysi/Aprianto Cahyo Nugroho)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Ibeth Nurbaiti

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.