Fakta Mal Legendaris Jakarta Sepi, Riwayatmu Kini

Banyaknya pusat perbelanjaan atau mal di Jakarta menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi para pengelolanya untuk menarik kunjungan masyarakat maupun tenant penghuni mal. Jika dilihat kondisi saat ini, untuk mal premium dan menengah atas sangat ramai dikunjungi, sebaliknya mal menengah bawah sepi.

Yanita Petriella

9 Jan 2023 - 22.12
A-
A+
Fakta Mal Legendaris Jakarta Sepi, Riwayatmu Kini

Salah satu gambaran kondisi mal di Jakarta, /dok Bisnis.

Bisnis, JAKARTA – Banyaknya pusat perbelanjaan atau mal di Jakarta menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi para pengelolanya untuk menarik kunjungan masyarakat maupun tenant penghuni mal. Berdasarkan data Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) DKI Jakarta, total mal yang ada di area Jakarta mencapai 96 mal dengan rincian Jakarta Selatan menjadi wilayah terbanyak dengan 29 mal, kemudian Jakarta Pusat 21 mal, Jakarta Utara sebanyak 18 mal, Jakarta Barat sebanyak 16 mal, serta Jakarta Timur dengan 12 mal.   

Jika dilihat kondisi saat ini, untuk mal premium dan menengah ke atas seperti Grand Indonesia, Senayan City, Central Park, Pondok Indah Mal, Kota Kasablanka sangat ramai dikunjungi. Namun lain halnya jika beralih ke mal menengah ke bawah seperti Mal Blok M, Plaza Semanggi, Ratu Plaza, ITC, dan lainnya yang sepi pengunjung. 

Berdasarkan pantauan Bisnis, terdapat 4 pusat mal legendaris yang kini tampak lengang tanpa pengunjung dan minim tenant yang membuka lapak bisnisnya. Ketiga mal tersebut yaitu Plaza Semanggi di Setiabudi, Jakarta Selatan, Ratu Plaza di Sudirman, Jakarta Pusat, Mall Blok M di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dan Glodok City di Pancoran, Jakarta Barat. 

Plaza Semanggi merupakan pusat perbelanjaan yang memiliki 8 lantai utama. Meski berada di sentral Ibu Kota, mal itu kini tak begitu ramai pengunjung maupun penyewa. Dahulu, mal Plaza Semanggi sangat ramai dikunjungi. Dalam satu lantai, ruko yang buka sekitar 6-7 gerai dari puluhan. Salah satu staf dari tenant penjual baju dan perabotan mengatakan mal tersebut masih sepi sejak Indonesia dilanda Covid-19.

“Dari pandemi ini masih sepi. Hari biasa, hari libur sama saja kaya gini,” kata Ira (38), saat ditemui di Plaza Semanggi, Minggu (8/1/2023).

Meski demikian, Ira meyakini pusat perbelanjaan tersebut akan kembali ramai karena masih ada beberapa pengunjung yang datang. Dia juga berharap pencabutan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dapat menarik lebih banyak pengunjung ke mal tersebut.

Dari segi omzet, dia tak bisa menyebutkan pasti penurunan sejak pandemi. Namun, dagangannya masih bisa laku di kisaran Rp400.000 hingga Rp650.000 per hari. Eskalator di mal ini tidak beroperasi, namun masih ada lift yang difungsikan untuk pengunjung. Toilet pun hanya beberapa yang dibuka, sebagian toilet di beberapa lantai tertulis 'sedang dalam perbaikan'.

Bergeser ke pusat perbelanjaan Ratu Plaza yang lokasinya sangat strategis karena tepat berada di depan stasiun Mass Rapid Transit (MRT) Istora Mandiri. Meski dekat dengan transportasi umum, kondisi mal tersebut pun masih sama dengan Plaza Semanggi. Dari 5 lantai utama, ada beberapa gerai yang masih buka misalnya iBox, Asus, IT Galeri dan berbagai restoran cepat saji. Berdasarkan salah satu petugas keamanan, sepinya pengunjung telah terjadi sejak 2020.

“Ini dari pandemi saja, tahun 2020 ya. Banyaknya paling ya makan, belanja paling elektronik itu kaya iBox atau servis HP di atas,” ungkap petugas tersebut.


Di sisi lain, salah seorang penyewa gerai yang membuka lapak servis elektronik mengatakan alasannya bertahan sebab masih ada pelanggan setia yang sudah berlangganan cukup lama. Dia meyakini kondisi mal tersebut akan kembali seperti semula setelah PPKM dicabut.

Salah satu mal legendaris di Jakarta yaitu Mal Blok M yang dulunya sempat populer sebagai tempat tongkrongan anak muda, kini nampak sepi pengunjung. Berdasarkan pantauan Bisnis, mal di bawah tanah tersebut terlihat sepi, hanya ada 8 gerai yang buka dari deretan kios.

Lalu Glodok City yang merupakan salah satu pusat perbelanjaan elektronik legendaris di Jakarta Barat yang berdiri sejak 1970-an. Kini, Glodok City sepi seakan tak mampu bertahan di tengah gempuran pusat perbelanjaan baru dan maraknya toko online. Pandemi kian memperparah kondisi mal ini. Jumlah gerai yang tutup kian bertambah terutama di bagian lantai dua ke atas. 

Bangunan dipenuhi dengan kios-kios tutup, yang ditempeli dengan pengumuman ‘Dijual/Disewakan’ terpasang. Selain itu, beberapa kios yang ditempeli kertas pengumuman bertuliskan ‘Ditutup Sementara’ dari PD Pasar jaya. Sebagian pemilik toko di Glodok City pindah ke rumah dan beralih ke jualan online dan ada pula yang pindah ke tempat yang lebih strategis. Fenomena mal yang sepi penyewa dan pengunjung di pusat kota Jakarta bukan semata-mata imbas dari pandemi. Namun, ada sejumlah faktor lainnya yang memicu fenomena tersebut.

Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengatakan pusat perbelanjaan di era digitalisasi ini harus memberikan fungsi lain, lebih dari sekadar tempat belanja bagi masyarakat. Untuk mengembalikan kejayaannya, mal harus menambah fungsi sebagai tempat berinteraksi. 

“Pusat Perbelanjaan harus dapat menyediakan dan memberikan journey atau experience kepada para pelanggannya. Bukan lagi hanya sekadar menyediakan ataupun memberikan sarana belanja saja,” ujarnya kepada Bisnis. 

Menurutnya, kini mal harus dapat memiliki dan menyediakan tempat ataupun fasilitas untuk pelanggan melakukan interaksi sosial dengan sesamanya.  Artinya, selain belanja, mal diarahkan untuk menjadi pemenuhan kebutuhan masyarakat akan interaksi sosial. Dalam hal ini, mal perlu menyediakan fasilitas tempat yang dapat menyatukan atau mempertemukan antar individu.

Dia menilai fungsi lain mal bisa berubah-ubah sesuai perkembangan zaman. Namun, pada dasarnya fungsi lain tersebut merupakan fasilitas yang menjadi tempat bagi pengunjung untuk berinteraksi. 

Mal menyediakan dua fasilitas dengan memanfaatkan konsep gedung dan tenancy mix atau variasi toko yang lengkap. Tempat atau fasilitas untuk berinteraksi dapat dalam dua bentuk, yaitu konsep gedung dan tenancy mix atau dengan kata lain variasi toko yang lengkap, seperti misalnya restoran-restoran keluarga, arena bermain anak, kafe, atau kedai kopi dan lain-lain. 

Sementara itu, konsep gedung yang dimaksud yaitu gedung yang memiliki fasilitas publik, seperti taman dan plaza yang nyaman. Dengan demikian, area itu akan menjadi tempat yang bagus untuk pengunjung berinteraksi sosial.

“Masyarakat Indonesia memiliki budaya yang senang berkumpul baik bersama keluarga, sanak saudara, teman, kolega, komunitas dan lain sebagainya. Maka, pusat perbelanjaan harus memiliki fasilitas untuk kebutuhan tersebut baik dalam bentuk konsep gedung maupun tenancy mix (bauran penyewa),” tuturnya. 

Baca Juga: Ketika Pesona Jakarta Tak Lagi Mampu Pikat Pengembang Bangun Mal

Lebih lanjut, dia mewanti-wanti bagi mal yang terus menerus hanya mengedepankan fungsi mal sebagai tempat belanja saja, maka tantangannya akan langsung berhadapan dengan e-commerce.

Meski sebagian mal masih menunjukkan trafik pengunjung yang rendah, namun banyak juga mal yang mampu dan telah berhasil meningkatkan kunjungan hingga 100 persen dengan memberikan fungsi lain dari mal sehingga diminati dan banyak dikunjungi oleh masyarakat.

Pihaknya pun terus berupaya memberikan evaluasi, pandangan, serta masukan kepada anggota pengelola ritel. Hal ini untuk mendorong para anggota agar dapat beradaptasi dan merespons berbagai perubahan yang terjadi dalam dunia industri ritel secara umum, terkhusus untuk pusat perbelanjaan.

“Namun tentunya tidak semua Pusat Perbelanjaan memiliki kemampuan untuk secepatnya melakukan perubahan, termasuk tentunya juga dalam hal pembiayaan,” katanya. 

Menurut Alphonzus, saat ini tantangan lebih berat dan sulit akan dialami oleh pusat perbelanjaan dengan kategori strata title yang praktis, di mana semua unit toko telah dijual kepada para pemilik toko. 

Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indoensia (PSPI), Panangian Simanungkalit, mengatakan ada berbagai faktor penyebab yang melebur sehingga menimbulkan efek berkepanjangan terhadap operasional.

“Ya, memang itu biasa terjadi pada beberapa pusat perbelanjaan tertentu yang sudah lama beroperasi. Penyebabnya kompleks,” ucapnya. 

Menurutnya, penyebab suatu mal ditinggalkan oleh pengunjung beberapa di antaranya karena kehadiran pesaing mal yang baru hadir maupun yang memiliki daya tarik lebih kuat. Lokasi di sekitar pusat perbelanjaan juga jadi pertimbangan. Sebab, ada kecenderungan di mana pengunjung menghindari kemacetan di sekitar lokasi belanja. Tak hanya itu, pengadaan acara di mal juga cukup berpengaruh dalam menarik minat pengunjung.

Terlebih, kehadiran Covid-19 pun sedikit banyak membuat para penyewa mulai keluar dari pusat perbelanjaan. Apalagi, jika tarif tetap tinggi walaupun pengunjung semakin sepi.

“Jadi, solusinya lebih pada sikap pemilik mal. Bagaimana caranya membuat mal itu kembali ramai dikunjungi oleh konsumen,” tutur Panangian. 

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai ada pergeseran kebiasaan orang yang ingin datang ke mal. Dia menilai belanja bukan lagi jadi prioritas pengunjung. “Mal lebih ramai dijadikan sebagai sentra kuliner dibandingkan pembelian barang-barang mewah atau branded,” ujarnya.

Terlebih, saat ini alternatif berbelanja semakin banyak, misalnya lewat e-commerce dan media sosial. Hal ini membuat masyarakat tak lagi memprioritaskan berbelanja barang mewah saat datang ke mal. Sejumlah mal pun semakin ditinggalkan pengunjung meskipun pernah menjadi destinasi favorit bagi masyarakat di sekitar Jabodetabek. 

Oleh karena itu, kejayaan mal tersebut akan semakin sulit diraih apabila tidak ada pembaruan konsep dari pengelola meskipun pandemi Covid-19 berakhir. Pasalnya, saat ini tak sedikit mal yang sudah mulai pulih. 

“Mereka sulit capai kejayaannya lagi, kecuali melakukan perombakan konsep menjadi sentra kuliner. Mungkin masih bisa menjaga pendapatan dari sewa tenant,” kata Bhima. 

Baca Juga: Potret Miris Pusat Perbelanjaan Menengah Bawah Tengah Mati Suri

Dihubungi terpisah, Presiden Direktur PT Pakuwon Jati Tbk Alexander Stefanus Ridwan menuturkan untuk menarik kunjungan ke mal, para pengelola mal perlu menjala tenant. Selain itu, para pengelola mal juga harus mengetahui tren belanja masyarakat sehingga berdampak pada penambahan maupun pembaharuan tenant yang sedang popular di kalangan masyarakat. Hal itu dapat menggaet jumlah kunjungan masyarakat ke mal. 

“Tren masyarakat kemana sih, ini harus update tenant baru yang popular dan sangat diinginkan, tenant yang bagus,” tuturnya. 

Selain itu, juga perlu dilakukan kerjasama dan hubungan baik dengan tenant untuk menjaga tenant tetap berada di pusat perbelanjaan. Pasalnya, selama covid-19 melanda, banyak mal yang memiliki manajemen yang kaku yang tak ada komunikasi dengan tenant sehingga menyebabkan kabur. 

“Saya di Pakuwon, waktu covid-19 kemarin berunding dengan tenant bagaimana mencari jalan keluar waktu Covid-19. Yang benar-benar enggak tahan hanya sedikit sekali dan orang percaya bahwa pada waktu kondisi baik saja tetapi ekonomi buruk pun developer bantu. Covid ini mulai hilang mal tetap ramai. Di Kokas ini antrean tenant baru panjang banget. Yang penting saling komunikasi dan saling pengertian dengan tenant,” terang Stefanus. 

Adapun saat ini kondisi pusat perbelanjaan perlahan mulai kembali pulih. Hal ini ditandai dengan tenant-tenant baru mulai bermunculan. 

Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah berpendapat perlunya kerjasama baik antara tenant dan para pemilik mal. Hal ini dikarenakan agar para tenant pun betah membuka usahanya di mal. 

“Kondisi tenant itu tergantung pemilik mal, kalau pemilik malnya sangat bijaksana, tenant bisa kerja sama buka toko,” ujarnya. 

Kondisi saat ini dimana penanganan pandemi Covid-19 sangat baik sehingga status PPKM dicabut membuat tenant melakukan ekspansi penambahan toko maupun karyawan. 

“Para tenant baru dan tenant lama per tahun ini 2023 sudah ada keberanian, PPKM dicabut, mereka ekspansi, toko, dan karyawan. Tingkat trafik mal Nataru (Natal dan Tahun Baru) kemarin sudah mulai membaik, F&B bisa meningkat pesat,” kata Budiharjo. (Afifah Rahmah Nurdifa/Yanita Petriella)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Yanita Petriella

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.