Fokus Semester II/2021, Garuda Garap Bisnis yang Masih Bertumbuh

Garuda akan mengoptimalkan potensi pangsa pasar charter, baik untuk layanan penumpang maupun kargo.

Anitana Widya Puspa

31 Agt 2021 - 18.21
A-
A+
Fokus Semester II/2021, Garuda Garap Bisnis yang Masih Bertumbuh

Pesawat Garuda Indonesia berada di terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Senin (26/11/2018)./JIBI-Paulus Tandi Bone

Bisnis, JAKARTA – PT Garuda Indonesia Tbk. akan makin serius menggarap bisnis yang masih bertumbuh menyusul penurunan pendapatan perseroan sepanjang paruh pertama tahun ini.

Garuda membukukan pendapatan usaha US$696,8 juta pada semester I/2021 atau turun 24% secara tahunan. Secara terperinci, pendapatan penerbangan berjadwal menyumbang US$556,5 juta, penerbangan tidak berjadwal US$41,6 juta, dan pendapatan lainnya US$98,6 juta. 

Pendapatan penerbangan tidak berjadwal melesat 93,2% secara tahunan. Volume angkutan kargo juga meloncat 37,5% year on year menjadi 152,3 juta ton.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan maskapai akan mengoptimalkan potensi pangsa pasar charter, baik untuk layanan penumpang maupun kargo.

"Di tengah masih belum pulihnya kinerja bisnis penerbangan nasional, langkah strategis guna meningkatkan pendapatan usaha, di antaranya melalui optimalisasi ancillary revenue, di mana perseroan secara aktif menjalin kemitraan dengan berbagai pihak eksternal dalam rangka memaksimalkan potensi pendapatan di luar bisnis utama," jelasnya, Selasa (31/8/2021).

Maskapai pelat merah itu akan meningkatkan pengangkutan penumpang, baik melalui kemitraan bersama sektor ritel, industrial, maupun kolaborasi strategis bersama ekosistem penunjang sektor logistik nasional.

Mengenai penurunan pendapatan paruh pertama tahun ini, Irfan tak memungkiri pemberlakuan pembatasan mobilitas masyarakat seiring lonjakan kasus Covid-19 telah berdampak signifikan terhadap keberlangsungan usaha jasa transportasi udara, termasuk Garuda Indonesia yang mengandalkan mobilitas masyarakat.

"Penurunan pendapatan usaha tersebut tidak terlepas dari trafik penumpang yang menurun signifikan, imbas kebijakan pembatasan mobilitas masyarakat di tengah karena  kasus Covid-19 di Indonesia," jelasnya.

Perseroan kemudian melakukan konsolidasi operasi dan mendorong efisiensi untuk menjaga keberlangsungan usaha dan mengakselerasikan perbaikan kinerja usaha.

Alhasil, beban usaha pada semester I/2021 turun 15,9% dari realisasi periode sama tahun lalu, yakni dari US$1,6 miliar menjadi US$1,3 miliar. 

Penurunan beban usaha a.l. ditempuh dengan renegosiasi sewa pesawat dan restrukturisasi jaringan penerbangan melalui penyesuaian frekuensi rute-rute penerbangan. 

Selain mengoptimalkan bisnis yang masih berpeluang lebar, Garuda tengah merampungkan rencana restrukturisasi menyeluruh meskipun pada saat yang sama BUMN penerbangan itu sedang menjalani proses sidang penundaan pembayaran kewajiban utang (PKPU) yang diajukan PT My Indo Airlines di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Irfan menyebutkan rencana restrukturisasi itu meliputi pengelolaan kewajiban usaha terhadap kreditur, tata kelola organisasi, dan pengembangan model bisnis yang adaptif terhadap tantangan kinerja usaha ke depannya.

"Proses tersebut saat ini telah dimatangkan. Kami melihat fase restrukturisasi ini menjadi langkah krusial yang perlu ditempuh guna menjadikan Garuda Indonesia entitas bisnis yang lebih sehat dan bisa menjawab tantangan kinerja usaha," ujarnya.

Emiten berkode saham GIAA itu sebelumnya mengemukakan konsep baru the New Garuda Indonesia yang mengandung filosofi Garuda akan lebih sederhana, tetapi tetap menguntungkan.

Sederhana berarti jumlah pesawat yang dioperasikan bakal jauh berkurang yang berdampak pada pengurangan rute. Dalam dokumen keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia pada Juni 2021, Garuda menyatakan hanya mengoperasikan 53 pesawat, berkurang drastis dari total pesawat prapandemi sebanyak 142 yang 136 diantaranya berstatus sewa dan 6 pesawat dimiliki sendiri. Garuda nantinya akan fokus di rute domestik dan kargo.

Namun, pengamat penerbangan Alvin Lie punya pandangan pesimistis. Dia meragukan kemampuan bertahan Garuda dalam jangka panjang di tengah pangsa pasar yang makin tergerus dan tarif yang tidak kompetitif.

Dia memberi contoh tarif rute Jakarta-Semarang Garuda Indonesia yang dibanderol lebih dari Rp1 juta. Di sisi lain, tarif Lion Air dan Batik Air untuk rute yang sama berkisar Rp380.000-Rp410.000.

"Dengan harga dan jadwal seperti ini, bagaimana Garuda bisa bersaing bertahan?” ujarnya.

Dirut Irfan mengakui pangsa pasar penerbangan domestik Garuda selama 2020 turun menjadi 35,3% dibandingkan dengan pada 2019 yang mencapai 43,4%. Itu terjadi karena pasar penumpang domestik didominasi oleh maskapai penerbangan bertarif murah atau low cost carrier (LCC).

“Jadi, kami memang menyaksikan bahwa ada peningkatan pangsa pasar LCC sepanjang 2020,” ujarnya.

Namun, Garuda bersikukuh tetap mempertahankan branding sebagai maskapai layanan penuh (full service airline).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.