Gagal Bayar Masih Bayangi Kinerja Industri Pembiayaan

Nasabah yang mengalami gagal bayar masih membayangi kinerja industri pembiayaan. Simak penjelasannya.

Aziz Rahardyan

31 Agt 2021 - 22.31
A-
A+
Gagal Bayar Masih Bayangi Kinerja Industri Pembiayaan

Nasabah yang mengalami gagal bayar masih membayangi kinerja industri pembiayaan. (Bisnis/Himawan L. Nugraha)

Bisnis, JAKARTA— Dampak tekanan ekonomi dari pandemi Covid-19 ternyata masih terasa pada kemampuan bayar nasabah yang berpotensi menghambat kinerja industri pembiayaan.

Direktur Utama PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Biro Kredit, Yohanes Arts Abimanyu mengatakan lembaga keuangan sebaiknya bersikap lebih konservatif dalam menyalurkan pembiayaan. Alasannya, persentase debitur berisiko tinggi masih dominan sehingga perlu diwaspadai. Bahkan, trennya masih menanjak sehingga patut menjadi perhatian pelaku industri.

"Kalau kami lihat terjadi pergeseran yang signifikan karena pada awal pandemi kategori high risk dan very high risk berada di level 45,5 persen, sementara pada bulan Juni 2021 hingga saat ini, kedua kategori tersebut berada pada level 69,9 persen," jelasnya kepada Bisnis, Selasa (31/8/2021).

Yohanes menuturkan kehati-hatian pelaku industri pembiayaan masih diperlukan karena titik pergeseran peringkat risiko terjadi pada Desember 2020. Potret jumlah debitur berisiko rendah dan menengah digantikan oleh debitur berisiko tinggi dan sangat tinggi.

Artinya, dia menyebut dampak pandemi Covid-19 masih signifikan terhadap nasabah. Oleh karena itu, dia menyarankan lembaga keuangan, termasuk pelaku industri pembiayaan mengelola risikonya di tengah upaya ekspansi pembiayaan.

"Pemantauan secara rutin atas kualitas portfolio dan kemampuan pembayaran utang debitur masih diperlukan," tuturnya.

Namun demikian, Yohanes melihat geliat portofolio pelaku industri pembiayaan yang menjadi anggota tampak masih menunjukkan nilai yang stabil dengan Rp293 triliun per semester I/2021, yang artinya penyaluran kredit sudah mulai berjalan kembali.

"Setelah sebelumnya turun, tren peningkatan mulai terlihat sejak April 2021. Kami melihat bahwa insentif pajak penjualan atas barang mewah ditanggung pemerintah [diskon 100 persen PPnBM] berdampak efektif terhadap penjualan mobil dan permintaan pembiayaan," ungkapnya.

Menurutnya, apabila penyebaran Covid-19 mulai terkendali, level pembatasan sosial (PPKM) turun, dan kondisi perekonomian membaik, aktivitas penyaluran kredit yang tergambar lewat permintaan laporan perkreditan akan membaik pada kuartal III/2021. 

Tekanan ekonomi yang muncul akibat PPKM diakui menekan daya beli masyarakat. Hal itu bakal berimbas pada hambatan pembayaran cicilan, pelunasan hingga permohonan pembiayaan baru.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksi sampai dengan akhir tahun 2021, pertumbuhan piutang pembiayaan diproyeksikan masih akan mengalami kontraksi sekitar 1 sampai 5 persen.

"Secara umum, ini lebih baik dibanding tahun 2020 yang penurunannya mencapai 18,23 persen [secara tahunan]," jelas Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2B OJK, Bambang W. Budiawan, Rabu (4/8/2021).

Berdasarkan statistik OJK, nilai outstanding bruto dari seluruh objek pembiayaan yang dibiayai leasing kini hanya mencapai Rp386,68 triliun per Juni 2021 atau turun 10,42 secara tahunan dari Rp431,67 triliun. Kendati terlihat perbaikan, membalikkan kinerja menjadi target yang sulit dicapai tahun ini.

"Dengan mempertimbangkan perkembangan sampai Juni 2021 yang menunjukkan arah rebound, di mana penurunan tercatat hanya sebesar 11,06 persen, tantangan untuk mencapai target tersebut memang masih cukup berat.”

Beberapa hal yang menurut OJK sanggup menolong kinerja piutang industri pembiayaan ini, di antaranya pelaksanaan program vaksinasi Covid-19 berjalan efektif sesuai jadwal dan coverage yang direncanakan, serta tidak adanya lagi varian virus Covid-19 yang baru.

Selain itu, penyebaran pandemi Covid 19 terkendali dengan baik dan kegiatan perekonomian mulai berjalan normal. Harapannya, tiga hal ini akan berpengaruh ke permintaan dari sektor riil yang kembali menuju normal.

Terakhir, realisasi Program Pemulihan Ekonomi Nasional yang dicanangkan Pemerintah diharapkan dapat berjalan dengan baik sehingga efektif memperbaiki daya beli masyarakat.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengamini bahwa piutang pembiayaan industri yang turun di kisaran 1 persen saja sudah merupakan prestasi dan target paling optimistis.

Optimisme tersebut terbesar berasal dari animo masyarakat yang masih besar untuk mengganti kendaraannya di era new normal ini, baik di segmen kendaraan baru maupun bekas.

Selain itu, potensi ada dari kredit barang-barang elektronik dan barang konsumsi lain-lain nonelektronik, yang masih dari objek pembiayaan barang konsumtif. Terakhir, masih adanya prospek cerah buat perbaikan piutang kredit modal kerja, terutama jangka pendek kepada mitra bisnis perusahaan leasing. 

"Nilai outstanding yang masih stagnan sampai pertengahan tahun, supply yang terbatas untuk penyaluran mobil baru, ditambah kembali berlakunya PPKM di semester II/2021. Ini jelas berpengaruh.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Duwi Setiya Ariyant*

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.