Hari Gini Birokrasi Masih Berbelit-belit, Bikin Presiden Kesal

Melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Sabtu (20/11/2021), Presiden Joko Widodo atau Jokowi menumpahkan kekesalannya terkait investasi sektor energi menuju transisi energi terbarukan.

Rayful Mudassir & Zufrizal

20 Nov 2021 - 15.29
A-
A+
Hari Gini Birokrasi Masih Berbelit-belit, Bikin Presiden Kesal

Petugas memeriksa panel surya di PLTS Gili Trawangan/ Bisnis - David E. Issetiabudi

Bisnis, JAKARTA — Birokrasi yang berbelit-belit tampaknya belum lepas dari mental pejabat di instansi pemerintahan dan badan usaha milik negara. Hal ini berdampak pada rendahnya minat investor untuk menanamkan modalnya.

Ikhwal birokrasi yang masih berbelit-belit ini disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo ketika memberi pengarahan langsung kepada seluruh direksi dan jajaran komisaris PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) bersama sejumlah kementerian terkait di Istana Bogor, Selasa (16/11/2021).

Melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Sabtu (20/11/2021), Presiden Joko Widodo atau Jokowi menumpahkan kekesalannya terkait investasi sektor energi menuju transisi energi terbarukan.

Kepala Negara mengatakan bahwa cukup banyak calon investor yang ingin menanamkan modal ke Pertamina maupun PLN. Namun, birokrasi untuk mengundang investasi masih ruwet sehingga mengundurkan minat calon pemodal.

"Saya kadang-kadang pengen marah untuk sesuatu yang saya tahu, tapi kok sulit banget dilakukan. Sesuatu yang gampang, tapi kok sulit dilakukan. Kok enggak jalan-jalan," katanya.

Jokowi meminta agar jajarannya untuk menyelesaikan perkara tersebut karena transisi energi menuju netral karbon 2060 yang dicanangkan pemerintah memerlukan investasi dengan nilai tidak sedikit.

PLN, misalnya, memerlukan dana jumbo sekitar US$500 miliar setara Rp7.000 triliun. Dalam rencana umum penyediaan tenaga listrik (RUPTL) 2021—2030 saja, PLN memperkirakan kebutuhan investasi dalam 9 tahun ke depan mencapai Rp72,4 triliun per tahun. Artinya, kebutuhan dana hingga 9 tahun ke depan lebih kurang Rp651,6 triliun.

Sementara itu, pemerintah menargetkan investasi migas untuk mendukung transisi energi mencapai US$187 miliar atau setara Rp2.600 triliun pada 2030. Investasi itu diperlukan untuk mencapai produksi 1 juta barel minyak serta 12 miliar kubik gas.

"Posisi [kondisi] ini yang harus terus diperbaiki dengan profesionalisme yang bapak ibu miliki," kata Jokowi.

RASIO ELEKTRIFIKASI

Sementara itu, pemerintah terus fokus dalam menggenjot pemerataan akses listrik yang ramah lingkungan ke seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Hal ini dapat ditunjukkan melalui pencapaian rasio elektrifikasi sebesar 99,40 persen pada triwulan III/2021 dibarengi dengan pertumbuhan kapasitas pembangkit listrik energi baru dan terbarukan (EBT) yang cukup menjanjikan.

"Pada triwulan ketiga tahun ini, rasio elektrifikasi telah naik 0,3 persen menjadi 99,40 persen. Kami targetkan seluruh wilayah dan rumah tangga di Indonesia akan terlistriki 100 persen pada tahun depan," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi seperti dikutip melalui laman Kementerian ESDM, Jumat (19/11/2021).

 

Data Kementerian ESDM menunjukkan bahwa hanya Provinsi Nusa Tenggara Timur yang angka rasio elektrifikasinya di bawah 90 persen, bahkan Bali sudah memiliki rasio elektrifikasi 100%. "Percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan akan jadi salah satu prioritas kami sejalan dengan peningkatan mutu pelayanan," jelasnya.

Guna menggenjot infrastruktur kelistrikan, pemerintah menargetkan adanya penambahan kapasitas pembangkit tenaga listrik EBT mencapai 20.923 MW hingga 2030 nanti. Salah satu capaian positif adalah adanya peningkatan kapasitas pembangkit listrik berbasis energi bersih tersebut.

"Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, penambahan kapasitas pembangkit EBT sebesar 1.469 MW dengan kenaikan rata-rata sebesar 4 persen per tahunnya," kata Agung.

Agung menjelaskan bahwa tambahan kapasitas pembangkit listrik EBT pada periode Januari hingga September 2021 adalah sebesar 386 megawatt. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan pembangkit EBT melalui surya maupun air. "Makanya kami tengah fokus mendorong pemanfaatan PLTS [pembangkit listrik tenaga surya], salah satunya melalui PLTS atap."

Secara terperinci tambahan 386 MW ini antara lain berasal dari PLTA Poso Peaker Second Expansion sebesar 130 MW, 12 unit PLTM 71,26 MW, 2 unit PLTP 55 MW, PLT bioenergi 19,5 MW, dan PLTS atap 17,88 MW.

Melalui grafik pertumbuhan ini, pemerintah pun tetap optimis bisa mencapai target bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025. Salah satu upaya yang ditempuh pemerintah adalah meningkatkan porsi RUPTL PLN 2021—2030 yang lebih hijau, yaitu 51,60 persen.

DUKUNGAN PEMERINTAH

Pada bagian lain, PLN mendapat dukungan pemerintah dalam mempercepat transisi energi demi mencapai target Indonesia net zero emission atau netral karbon pada 2060.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa pemerintah sudah berkomitmen menerapkan transisi ke energi hijau. Untuk itu, Kementerian Keuangan tengah menyiapkan kebijakan dan instrumen untuk mendukungnya.

"Kalau mau menuju net zero emission 2060 ini tidak bisa tiba-tiba langsung net zero. Kita sekarang harus mulai menandai sektor mana, kegiatan apa, yang menangkap CO2," katanya dalam keterangan resmi PLN, Jumat (19/11/2021).

Sri menyebut bahwa proses transisi energi ini memerlukan strategi yang cukup kompleks. Mulai dari instrumen, regulasi, kebijakan sampai dengan waktu yang harus tepat. Selain itu, Menkeu mengingatkan agar PLN perlu menjaga neraca keuangannya.

"Karena PLN itu neraca di belakangnya ya, APBN. Jadi, kita juga akan jaga neracanya PLN supaya tetap sehat dalam masa transisi yang sangat krusial ini," terangnya.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pun menilai daya saing ekonomi utama Indonesia berada di sektor energi.

"Terlebih Indonesia memiliki sumber energi baru terbarukan yang jumlah dan jenisnya sangat banyak," ujarnya.

Dalam sisi transisi energi, pemerintah sedang menyiapkan sebuah paket untuk memensiunkan PLTU. Pemerintah sadar ketika energi yang digunakan PLN sudah ramah lingkungan dan pasokan listriknya lebih andal, maka secara tidak langsung akan mendukung sektor industri di Indonesia.

"Apalagi untuk industri tekstil, lebih baik leave it to the PLN, jangan membangun sendiri, karena itu akan menjadi lebih mahal," tegasnya.

Direktur Utama PLN Zulfikli Zaini menyatakan dukungannya untuk mencapai net zero emission pada 2060. PLN juga sudah menjalin kerja sama dengan Asian Development Bank (ADB) dalam hal pembiayaan murah untuk mengembangkan pembangkit EBT pada masa depan.

"Kalau kita ingin early retirement, kita perlu dana murah dan kami sudah bekerja sama dengan ADB untuk kemungkinan itu. Di samping itu juga kita akan membutuhkan dukungan terkait dengan tambahan subsidi apabila ada early retirement," katanya.

Saat ini pembangkit dengan energi terbarukan PLN sudah beroperasi mencapai 7.936 MW.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Zufrizal

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.