Hari Listrik Nasional : Gulita Malam di Ujung Desa Plaosan

Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan pada 1945. Pada tahun itu pula dibentuklah Djawatan Listrik. Namun, setelah 77 tahun berlalu, belum semua warga bisa menikmati pijar lampu listrik, termasuk di desa Plaosan, Krucil, Probolinggo.

Fatkhul Maskur

26 Okt 2022 - 23.43
A-
A+
Hari Listrik Nasional : Gulita Malam di Ujung Desa Plaosan

Desa Plaosan, Krucil, Probolinggo, berada di lereng Gunung Argapura. - Tampak laut pantura.

Bisnis, PROBOLINGGO - Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan pada 1945. Pada tahun itu pula dibentuklah Djawatan Listrik. Namun, setelah 77 tahun berlalu, belum semua warga bisa menikmati pijar lampu listrik, termasuk di ujung desa Plaosan, Krucil, Probolinggo.

Plaosan terbilang desa terpencil di kaki Gunung Sang Hyang Argopuro. Meski masuk peta, Google belum bisa mengukur jarak. Sorry, we could not calculate directions from "Juanda International Airport" to "Plaosan, Krucil, Probolinggo Regency, East Java".

Dari Paiton ke Plaosan ternyata membutuhkan waktu sekitar 2,5 jam, setelah singgah sejenak di rest area Betek, Krucil. Dari tempat ini menuju Plaosan mesti berganti sarana transportasi dari mobil penumpang 4x2 ke kendaraan petualang all-whell drive (4x4).

Medan jalannya terbilang ekstrim. Selain berkelok-kelok, sempit, juga penuh dengan tanjakan curam. Belum lagi kondisi jalannya yang sebagian besar masih berupa makadam (bebatuan). "Ini adalah dusun terakhir di lereng Gunung Argopuro," kata Tosan, Kepala Desa Plaosan, Krucil, Rabu (26/10/2022). "Kalau naik lagi, kiri kanan tinggal hutan pohon."

Terletak di ketinggian +/- 600 mdpl, Desa Plaosan berbatasan dengan Desa Pandanlaras di sebelah selatan. Di sebelah barat, utara, dan timur adalah wilayah Kecamatan Gading. Wilayah Plaosan dihuni oleh sebanyak 3.366 juta penduduk, yang tercakup dalam 925 kepala keluarga (KK).

Berdasarkan data Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Plaosan memiliki angka Indeks Desa Membangun 0,5065. Artinya, berstatus Desa Tertinggal (Pra-Madya), yakni kasta keempat setelah Desa Sangat Maju (Sembada), Desa Maju (Pra-Sembada), Desa Berkembang (Madya). Kasta terendahnya adalah Desa Sangat Tertinggal (Pratama). 

Desa Madya memiliki IDM antara 0,4907 dan 0,5990. Desa Tertinggal adalah desa yang belum atau kurang optimal dalam mengelola potensi sumber daya sosial, ekonomi, dan ekologi yang dimilikinya, dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat desa, kualitas hidup manusia, serta mengalami kemiskinan dalam berbagai bentuknya. 

Sebagian besar warga Plaosan bermata pencaharian sebagai petani, berladang, dan berkebun. Komoditasnya beragam, mulai dari sayuran, palawija seperti jagung, hingga kopi. Selain itu, sebagian warganya juga beternak.

"Aktivitas hanya siang hari, kalau malam gelap," kata Tosan. Hingga saat ini, Plaosan belum terjamah jaringan setrum PLN. Warga berupaya menghadirkan listrik secara mandiri dengan kincir air sederhana namun hasilnya pun masih sangat terbatas. 

Tegangannya kerap naik turun, tidak stabil. Jadi, seringkali malah merusak peralatan elektronik. Misalnya, ketika sedang musim hujan dan banyak petir. Secara keseluruhan ada sekitar 25 pembangkit listrik kincir air. 

Satu kincir umumnya dibangun oleh 30 KK. Iuran awalnya masing-masing Rp3 jutaan. "Lumayan besar juga biayanya untuk membangun kincir pembangkit listrik," kata Tosan. Oleh karena itu pula, tidak semua warga sampai saat ini mendapatkan listrik. "Ada sekitar 25 KK."


Tosan, Kepala Desa Plaosan, Krucil, Probolinggo, tengah berbincang dengan sejumlah jurnalis dan tim CRS PT Paiton Energy. - Foto Bisnis Indonesia

RUMAH BELAJAR ENERGI

Untuk meningkatkan akses energi listrik bagi warga masyarakat, PT Paiton Energy (PE) – PT Paiton Operation & Maintenance Indonesia (POMI) menghadirkan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) yang merupakan bagian dari program Rumah Belajar Energi. 

Melalui program Rumah Belajar Energi yang dilakukan sejak 2018, PLTMH juga menjadi sarana pembelajaran terkait dengan energi terbarukan. Saat ini ada dua PLTMH yang dibangun, yakni di Desa Plaosan, dan Desa Guyangan. Keduanya di wilayah kecamatan Krucil.

PLTMH di Desa Plaosan berkapasitas 7 kW. Berlokasi di Air Terjun Kali Pedati, PLTMH ini telah dioperasikan dengan jumlah penerima manfaat langsung sebanyak 14 KK. Setiap kepala keluarga mendapatkan daya sekitar 500 watt.

Adapun PLTMH di Guyangan diperkirakan segera dapat beroperasi penuh dalam waktu dekat ini. Fasilitas yang terletak di air terjun Jaran Goyang Desa Guyangan ini berkapasitas 10 kW.

“PLTMH merupakan teknologi untuk memanfaatkan debit air yang ada di sekitar kita untuk diubah menjadi energi listrik," kata Bambang Jiwantoro, Head of External Communication Paiton Energy–POMI pada acara Journalist Trip, Rabu (26/10/2022).

Berbeda dengan pembangkit kincir yang dikembangkan secara swadaya masyarakat, kedua PLTMH yang dibangun oleh PE–POMI lebih sempurna karena telah dilengkapi teknologi yang membuat tegangan stabil serta meteran listrik untuk mengetahui konsumsi daya listrik warga.

Sebagai Rumah Belajar Energi, program ini berfokus pada upaya menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk konservasi energi melalui perlindungan mata air dan pelestarian lingkungan.

Akses terhadap listrik diharapkan tidak hanya dimanfaatkan untuk penerang malam, tetapi juga bisa mendorong masyarakat lebih produktif, semakin baik tingkat kesehatannya, dan bertambah sejahtera.


Bambang Jiwantoro, Head of External Relations PT Paiton Energy, di lokasi PLTMH Desa Plaosan, Rabu (27/10/2022). - Foto Bisnis Indonesia


POTENSI PLTMH

Masalahnya, belum semua warga masyarakat atau wilayah di Indonesia mendapatkan akses listrik, meski tingkat elektrifikasi menunjukkan telah peningkatan. Hingga akhir semester pertama 2022, rasio elekttrifikasi Indonesia diklaim sekitar 99,56%, adapun rasio desa berlistrik mencapai 99,73%.

Sementara itu, potensi pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Indonesia diproyeksikan mencapai 70.670 MW, sementara pembangkit listrik mini/mikro hidro diproyeksikan sebesar 770 MW. Namun, dari potensi tersebut, baru sekitar 6% yang telah dikembangkan. 

Padahal, ini adalah aset yang harus dimanfaatkan oleh sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ini juga merupakan kesempatan bagi pemerintah untuk mengejar pencapaian target bauran energi (EBT). Penggunaan EBT adalah solusi untuk mencegah efek terburuk dari kenaikan suhu.

Pemerintah menargetkan pencapaian bauran energi nasional dari EBT sebesar 23% pada 2025. Pada 2021, bauran energi EBT hanya 11,5%, jauh di bawah target tahunan yakni mencapai 15,5%. Percepatan eletrifikasi EBT untuk pembangkit listrik memang menghadapi masalah, terutama pembangkit skala kecil seperti lokasi yang terpencil dan intermitensi (stabilitas daya). 

Warga Plaosan di Lereng Gunung Sang Hyang Argapura, juga di banyak wilayah terpencil lainnya, telah berupaya mengusir gulita malam dengan kincir pembangkit listrik secara swadaya. Namun, mereka menghadapi kendala. Oleh karena itu, semestinya pemerintah hadir memberikan solusi. 

Agar Indonesia benar-benar merdeka. 

Selamat merayakan Hari Listrik Nasional ke-77 Tahun..

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Fatkhul Maskur

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.