Bisnis, JAKARTA — Memasuki bulan Juni 2022, pasar reksa dana Indonesia masih berada dalam bayang-bayang perkembangan sentimen global, terutama kondisi ekonomi Amerika Serikat dan kebijakan bank sentralnya. Investor pun masih harus berhati-hati dalam menentukan pilihan produk.
Potensi pemulihan industri reksa dana pada Juni 2022 sejatinya cukup terbuka, terutama mengingat tekanannya selama ini lebih banyak disebabkan oleh faktor eksternal. Kondisi ini tidak terlepas dari faktor naiknya suku bunga acuan bank sentral AS, Federal Reserve atau the Fed, sebesar 50 bps pada awal Mei 2022.
Ini adalah tingkat kenaikan tertinggi sejak tahun 2000, sehingga menyebabkan gejolak yang cukup signifikan di pasar keuangan global, termasuk di pasar surat utang dan pasar saham Indonesia. Kenaikan suku bunga the Fed ini erat hubungannya dengan rekor inflasi yang dicapai perseroan pada awal tahun ini.
Salah satu efeknya adalah pada naiknya tingkat imbal hasil atau yield surat berharga negara (SBN) Indonesia, sejalan dengan naiknya yield US Treasury, yang adalah surat utang pemerintah AS. Sebagaimana diketahui, naiknya yield surat utang sama dengan penurunan harga instrumen tersebut.