Hegemoni Tekfin dalam Pendanaan Startup Berlanjut 2022

Teknologi finansial terbukti menjadi sektor startup yang sangat diminati oleh para investor sepanjang 2021. Tren tersebut akan kembali berlanjut pada 2022.

Redaksi

3 Jan 2022 - 12.00
A-
A+
Hegemoni Tekfin dalam Pendanaan Startup Berlanjut 2022

Poster promo platform pembayaran digital OVO terpampang di salah satu gerai fesyen pusat perbelanjaan di Bandung, Jawa Barat, Kamis (28/2/2019)./Bisnis-Rachman

Bisnis, JAKARTA — Dominasi startup bidang teknologi finansial dalam hal pendanaan maupun ekosistem kolaborasi diproyeksikan terus berlanjut pada 2022, lantaran para investor masih beranggapan sektor ini memiliki peluang pertumbuhan yang paling menjanjikan. 

Bendahara Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (Amvesindo) Edward Ismawan Chamdani menyebut teknologi finansial (tekfin) terbukti menjadi sektor startup yang sangat diminati oleh para investor sepanjang 2021.

"Fintech memiliki pertumbuhan dan kematangan yang lebih cepat dan menjanjikan. Secara ukuran, paling siap melantai di bursa," ujarnya, Senin (3/1/2022).

Menurutnya, para pemodal ventura yang mendominasi pendanaan ke startup tekfin pada 2021 akan tetap menjadi yang terdepan pada tahun ini. Akan tetapi, para pemodal baru diyakini mulai bermunculan dalam putaran pendanaan tekfin pada 2022. 

Mengutip riset yang dilakukan DS Inovate, selama kuartal IIII/2021, jumlah transaksi di sektor tekfin mencapai 105 transaksi dengan melibatkan 14 modal ventura dan 13 angel investor. East Ventures memimpin jumlah 25 transaksi, diikuti oleh AC Ventures dengan 13 transaksi.

Dalam laporan tersebut dijelaskan, putaran pendanaan tekfin selama Desember 2020November 2021 mencapai 53 transaksi dengan total nilai US$1,23 miliar. 

Kredivo, Xendit, dan Ajaib adalah startup dalam periode tersebut yang berhasil mengumpulkan lebih dari US$100 juta dalam satu putaran.

Kredivo, secara total, mengumpulkan US$226 juta untuk pendanaan utang dan putaran pra-IPO. Xendit mengumpulkan US$214,6 juta untuk putaran Seri B dan C, sementara Ajaib mengumpulkan US$243 juta untuk putaran Seri A dan B.

Sementara itu, tercatat dalam riset DS Inovate 17 transaksi di sektor fintech dirahasiakan, sedangkan pada 2021 terdapat 11 pendanaan seri A, 16 seri Seed, 12 pendanaan seri B. Amartha, Cermati, dan Xendit berhasil menaikkan putaran Seri C mereka tahun ini.


Di sisi lain, para pakar ekonomi digital menilai tekfin yang bergerak di bidang kredit/pinjaman (lending) dan sistem pembayaran (paymentmenjadi yang paling berkembang dan memiliki ekosistem yang matang.

Peneliti ekonomi digital Institut for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menyebut ada dua sektor tekfin yang pada 2021 menorehkan perkembangannya mencolok, yaitu subsektor dompet digital dan uang digital, serta peer-to-peer lending (P2P lending). 

"Keduanya tetap tumbuh dan matang, selain keduanya, sektor lain masih tumbuh walaupun tidak besar nilainya," ujarnya.

Dia sepakat pencapaian gemilang pada sektor-sektor tersebut akan kembali terulang pada 2022. "Ditambah dengan bank digital juga akan tumbuh lebih pesat," ucapnya.

Dikutip dari laporan DS Inovate terkait perjalanan fintech pada 2021, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat uang bulanan yang disalurkan lending fintech mencapai Rp14,21 triliun pada September 2021.

Secara tren, riset tersebut menyatakan penyaluran fintech terus tumbuh sepanjang tahun lalu. Peningkatan penyaluran mencapai 111 persen, yaitu Rp128 miliar dibandingkan September 2020.

Lending fintech menyalurkan pinjaman bulanan pada Juli 2021 kepada 27 juta entitas peminjam (borrower). Mayoritas peminjam berasal dari wilayah Jawa yaitu 21,16 juta orang.

Lending fintech memberikan sektor produktif Rp7,56 triliun atau 49,73 persen dari total penyaluran kredit bulanan Juli 2021. 

Perinciannya, sektor nonusaha lainnya Rp3,41 triliun, perdagangan besar dan eceran Rp1,73 triliun, dan Rp478 triliun serta 0,20 miliar untuk rumah tangga.

Dari sisi pemberi pinjaman, jumlahnya mencapai 8,70 juta entitas dengan nilai Rp15,70 triliun. Selama ini mereka dikerjasamakan oleh lembaga pemberi pinjaman (superlender) yang disumbangkan oleh 51 lembaga jasa keuangan konvensional sebesar Rp1,64 triliun.

Selain itu, dalam riset tersebut juga dijelaskan, hingga Agustus 2021, jumlah transaksi uang digital telah mencapai Rp25 triliun. Angka ini meningkat 41 persen dari Rp17 triliun pada Agustus 2020.


DOMINASI EKOSISTEM

Koordinator Pusat Inovasi dan Inkubator Bisnis Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Dianta Sebayang menyebut sepanjang 2021 dompet dan uang digital mendominasi pertumbuhan startup sektor tekfin. 

Menurut Dianta, dompet dan uang digital dapat tumbuh pesat pada 2021 karena berhasil menjadikan produknya sebagai bagian dari kebiasaan atau keseharian masyarakat.

Pernyataan Dianta itu didukung oleh riset yang dilakukan DS Innovate. Menurut survei tersebut, ada lima kategori tekfin yang sering digunakan oleh konsumen pada 2021. 

Lima entitas tersebut adalah uang digital 53,7 persen, paylater 33,9 persen, P2P lending personal 24 persen, investasi 21,9 persen, dan P2P business lending (19,1 persen).

Riset tersebut menjelaskan penggunaan pinjaman dan investasi daring meningkat pesat, terutama di masa pandemi Covid-19. 

Konsumen cenderung menahan anggaran dan mencari opsi untuk mendapatkan modal/tunai, menurut DS Innovate Fintech Report 2021, dikutip Senin (3/1/2021/2).

Dari segi persepsi, menurut survei, sebagian besar responden mengakui fintech sebagai layanan pinjaman daring (15,1 persen), kemudahan bertransaksi (13,3 persen), dan keuangan digital (12,9 persen). 

Hanya 7,3 persen responden yang disurvei melihat produk tekfin sebagai layanan keuangan darimg.

Rivalitas antara Ovo, GoPay, dan ShopeePay terus berlanjut di tengah lonjakan adopsi digital. 

Survei tersebut melaporkan Ovo (58,9 persen) sebagai uang dan dompet digital yang paling banyak digunakan, diikuti oleh GoPay dengan selisih tipis sebesar 58,4 persen, dan ShopeePay sebesar 56,4 persen.

Rata-rata penggunaan tertinggi sekitar 23 hingga 4—6 kali per bulan, mengingat uang digital sering digunakan untuk berbagai jenis transaksi, yaitu transfer uang, topup, e-commerce, dan investasi.

Riset tersebut mencatat, uang digital menempati urutan pertama dengan hampir 40 persen sebagai produk tekfin yang paling banyak digunakan dalam satu tahun terakhir.

Selain itu, produk tekfin yang diharapkan mampu mendominasi pada 2022 adalah  investasi (26 persen), uang digigal (20,7 persen), dan pinjaman produktif P2P (12,1 persen).

Dari sisi korporasi, Ovo mencatatkan banyak kolaborasi dengan berbagai entitas pada 2021 sebagai upaya mengembangkan layanan.

Head Of Corporate Communications Ovo (PT Visionet Internasional) Harumi Supit menyebut sepanjang 2021, perusahaan terus berkembang sebagai solusi pembayaran dan layanan keuangan digital bagi masyarakat serta mitra UMKM.

"Ini didukung oleh pendekatan ekosistem terbuka [open ecosystem] yang dianut Ovo, yang sejak awal terbuka untuk berkolaborasi dengan semua entitas," ujarnya.

Harumi mengatakan, 2021 merupakan tahun kolaborasi bagi Ovo. Layanan dompet digital tersebut menggandeng beragam mitra seperti Indomaret, Mandiri Agen, Mitra Bukalapak, LOTTE Mart dan PT Pos Indonesia untuk memperluas akses kemudahan top-up  offline bagi masyarakat Indonesia.

Selain itu Ovo juga menjalin kerjasama dengan JD.ID dan Bukalapak, dan dengan demikian, Ovo kini hadir sebagai opsi pembayaran di seluruh unikorn dagang-el Indonesia.

Dia menjelaskan pengguna Ovo tidak hanya dapat menggunakan Ovo untuk melakukan pembayaran nirtunai belanja, tetapi juga pembayaran tagihan pajak dan biaya pendidikan, menyalurkan donasi, hingga pengajuan pinjaman. 

Peluncuran beberapa layanan asuransi dan investasi pada 2021 kian melengkapi akses layanan keuangan yang aman dan terjangkau melalui aplikasi Ovo.

Harumi mengatakan Ovo mampu mencatat peningkatan transaksi merchant online sebesar 76 persen di semester pertama 2021 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. 

Sementara itu, studi Core Indonesia mencatat 82 persen UMKM menyatakan terbantu oleh ekosistem Ovo yang luas.

Menurut riset yang dikeluarkan DS Inovate pada Desember 2021, sektor pembayaran telah menghasilkan nilai transaksi yang cukup fantastis dalam beberapa tahun terakhir.

Lebih spesifiknya, data Bank Indonesia menunjukkan, hingga Agustus 2021, jumlah transaksi uang digital atau dompet digital telah mencapai Rp25 triliun. Angka ini meningkat 41 persen dari Rp17 triliun pada Agustus 2020.

Riset tersebut mengatakan, pandemi mempercepat adopsi digital untuk seluruh industri, termasuk Ovo. Misalnya, di awal pandemi, pengguna baru Ovo meningkat 276 persen. (Thovan Sugandi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike Dita Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.