Bisnis, JAKARTA — Kementerian Perindustrian mendesak pengetatan pengawasan implementasi domestic market obligation atau DMO batu bara, seiring dengan tersendatnya pasokan komoditas tambang tersebut ke industri semen.
Gangguan suplai batu bara ke industri semen menyebabkan penurunan volume produksi dan ekspor pada bulan lalu. Kementerian Perindustrian mencatat produksi pada November 2021 turun menjadi 11,45 juta ton dari bulan sebelumnya 14,67 juta ton.
Direktur Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Non Logam Kementerian Perindustrian Ignatius Warsito mengatakan pengawasan DMO batu bara harus diperketat.
(BACA JUGA: Kinerja Industri Semen Terusik Gangguan Pasok Batu Bara)
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sebelumnya telah menetapkan DMO sebesar 25 persen untuk industri dan pembangkit listrik dalam negeri.
Namun, menurutnya, masih ada saja pemasok batu bara yang tidak memenuhi kewajibannya dan memprioritaskan ekspor dengan harga tinggi sehingga jauh lebih menguntungkan.
Warsito mengatakan tersendatnya pasokan batu bara ke industri semen merupakan dampak dari permintaan yang naik tajam di pasar internasional sehingga harga melambung tinggi dan pasokan banyak mengalir ke pasar ekspor.
"Pokok permasalahannya adalah pengawasan yang harus dilakukan lebih ketat dan penindakan yang lebih tegas serta sanksi yang lebih berat sehingga dapat menimbulkan efek jera bagi pemasok batu bara yang tidak memenuhi kewajibannya," kata Warsito saat dihubungi, Rabu (22/12/2021).
Dia mengatakan Kementerian Perindustrian telah melakukan koordinasi dengan Kementerian ESDM melalui beberapa kali pertemuan membahas permasalahan tersebut.
Menurutnya, apabila produsen batu bara dapat memenuhi seluruh kewajibannya dengan baik maka industri akan dapat beroperasi secara normal.
Sementara itu, kewenangan pembinaan, pengawasan, dan penindakan produsen batu bara berada di Kementerian ESDM.
Selain kepastian pasokan melalui DMO, yang juga harus ditingkatkan pengawasannya yakni penetapan harga khusus untuk industri semen dan pupuk.
Melalui Keputusan Menteri ESDM No.206/2021 tentang, harga jual maksimum batu bara untuk dua industri tersebut ditetapkan sebesar US$90 per metrik ton yang berlaku selama lima bulan sampai dengan 31 Maret 2022.
"Perlu dilakukan pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan tersebut agar maksud dan tujuannya dapat tercapai dengan baik dan memberikan dampak yang signifikan bagi industri semen," ujarnya.
UTILISASI FLUKTUATIF
Sejalan dengan data Asosiasi Semen Indonesia (ASI), Kementerian Perindustrian juga mencatat penurunan produksi semen dan klinker pada November 2021.
Warsito mengatakan pada bulan lalu terjadi penurunan 22 persen secara month to month (MtM) terhadap produksi semen dan klinker. Total produksi semen dan klinker pada November tercatat 11,45 juta ton, turun dari bulan sebelumnya 14,67 juta ton.
Penurunan juga terjadi pada volume ekspor sebesar 505,420 ton dibandingkan dengan Oktober 2021 1,06 juta ton. Dengan demikian, ada penurunan 53 persen pada volume ekspor secara MtM.
Warsito mengakui bahwa persoalan pasokan batu bara merupakan biang keladi pemangkasan volume produksi semen di penghujung tahun ini.
"Penurunan produksi juga berimbas pada penurunan ekspor karena saat kebutuhan batu bara tidak mencukupi untuk berproduksi dengan normal, maka produsen semen akan memprioritaskan produksinya untuk pemenuhan kebutuhan semen dalam negeri terlebih dahulu," jelasnya.
Dia mengatakan utilisasi produksi semen terus berfluktuasi. Namun, Kemenperin mencatat adanya tren pertumbuhan meski belum mencapai titik optimal seperti yang diharapkan.
Dia mengatakan selama ini ekspor merupakan salah satu upaya produsen semen untuk meningkatkan utilisasi pabrik. Apabila ekspor terhambat maka utilisasi akan menurun.
Menurut catatan ASI, konsumsi semen domestik turun 2,1 persen menjadi 5,94 juta ton pada November 2021.
Namun, konsumsi secara kumulatif Januari—November mengalami pertumbuhan 4,7 persen menjadi 59,43 juta ton. Adapun volume ekspor tercatat di angka 505.000 ton, turun dari rata-rata bulanan di atas 1 juta ton.
Ketua Umum ASI Widodo Santoso mengatakan selain kendala pasokan batu bara yang tersendat, penurunan produksi kemungkinan juga disebabkan musibah banjir, longsor, dan gempa di beberapa kawasan di Indonesia.
Pada perkembangan lain di ranah korporasi, produsen semen bermerek Tiga Roda, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (INTP), mencatatkan penjualan lebih dari 15 juta ton sampai dengan November 2021.
Direktur dan Corporate Secretary Indocement Tunggal Prakarsa Oey Marcos mengatakan capaian tersebut naik 3 persen dibandingkan dengan periode yang sama 2020. Adapun, penjualan pada bulan lalu saja mencapai 1,6 juta ton atau kurang lebih sama dengan capaian Oktober 2021.
"Sejauh ini penjualan kami belum terdampak oleh faktor cuaca dan banjir, penjualan masih relatif baik," kata Oey.
Sepanjang tahun ini, perseroan menargetkan pertumbuhan penjualan 4-5 persen dari capaian 16,5 juta ton pada 2020.
Adapun, mengutip laporan keuangan perusahaan pada kuartal III/2021, penjualan semen dan klinker domestik tumbuh 4,9 persen menjadi 12,7 juta ton. Sedangkan volume penjualan ekspor melonjak 288 persen menjadi 333.000 ton.
"Untuk proyeksi tahun depan kami masih dalam tahapan finalisasi," imbuhnya.