IMG ke PBG Tak Mulus, Proyek Properti Terancam Mandek

Pemerintgah telah mengalihkan ketentuan properti dari Izin Mendirikan Bangunan (IMB) menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Namjun, kebijakan itu justru mengancam keberlanjutan berbagai proyek properti, karena hampir semua daerah tak siap dengan perda.

Yanita Petriella & M. Syahran W. Lubis

10 Jan 2022 - 18.00
A-
A+
IMG ke PBG Tak Mulus, Proyek Properti Terancam Mandek

Ilustrasi pembangunan perumahan di Tangerang, Banten./Istimewa

Bisnis, JAKARTA – Kalangan pengembang kembali meminta meminta pemerintah memperjelas penerapan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) sebagai pengganti Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Menurut Ketua Umum DPP Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengatakan penerapan kebijakan PBG sebagai pengganti IMB membuat pengembang tak bisa merealisasikan pembangunan.

Salah satunya penyebabnya adalah banyak daerah yang belum mengeluarkan peraturan daerah terkait dengan PBG dan masih berpatokan pada IMB.

“Meski telah berlaku dan disahkan oleh pemerintah pusat, hampir semua daerah belum mengeluarkan perda terkait PBG, melainkan masih menggunakan istilah IMB. Perizinan kita belum satu pun perda yang mengatur PBG sesuai dengan Undang-Undang Cipta Kerja yang menegaskan bahwa IMB diganti dengan PBG,” ungkapnya dalam Market Review IDX Channel pada Senin (10/1/2022).

Menurut Totok, sulitnya penerapan PBG di lapangan akan menghambat para pengembang perumahan untuk menambah stok perumahannya. Untuk menyelesaikan hambatan tersebut, kata dia, semua instansi pemerintah perlu duduk bersama mencarikan solusi.


"Kami sudah sepakat dengan beberapa instansi untuk bersama-sama merapatkan diri supaya ada contoh perda PBG. Kalau sudah ada konsep perda PBG, ini akan memudahkan daerah membuat perdanya. Sementara itu, membuat perda butuh waktu juga,” tuturnya.

Selain itu, Totok juga menyoroti banyaknya daerah yang belum siap menerapkan sistem Online Single Submission (OSS).

Dia berharap setiap kebijakan baru atau perubahan aturan perlu koordinasi dan sosialisasi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat, agar penerapannya di lapangan sesuai dengan yang diharapkan.

Dengan koordinasi, menurut lelaki asal Surabaya, Jawa Timur, itu, hambatan tersebut perlu segera dituntaskan pemerintah agar berbagai upaya Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) berjalan lancar.

“Perlu ada person in charge yang ditugaskan pemerintah untuk mengawal semua hambatan di industri perumahan ini. Bukan seperti sekarang, justru saling lempar tangan,” kata Totok.

PROGRAM SEJUTA RUMAH

Keluhan serupa sebelumnya dilontarkan Junaidi Abdillah, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi).

Dia mengungkapkan mulai terjadi kemandekan pasokan pembangunan rumah, termasuk Program Sejuta Rumah, akibat peralihan dari IMB menjadi PBG yang ternyata belum dapat berjalan di berbagai daerah.

Junaidi mengaku saat ini kebanyakan anggota asosiasi yang dipimpinnya mulai gelisah karena ada ganjalan terkait dengan pembangunan rumah subsidi dan juga rumah nonsubsidi. Dia menegaskan akan ada kondisi stagnasi, bahkan sudah terjadi kemandekan pasokan pembangunan rumah.

“Ini sudah terjadi dan bisa saja akan mandek atau macet tak ada pembangunan karena ada salah satu aturan dari UUCK yaitu peralihan dari IMB menjadi PBG, ternyata belum bisa berjalan,” paparnya.

Menurutnya, PBG ini amanat UUCK dan otomatis IMB itu gugur, sayangnya pemerintah daerah belum siap dan tidak sejalan dengan pusat. “Perdanya belum ada. Hasilnya, banyak anggota kami yang proyeknya tertunda.”

Junaidi menjelaskan bahwa untuk membuat perda itu butuh waktu dan jika PBG belum dapat dilakukan, produksi unit rumah atau pasokan akan terhambat.

Dia menambahkan kalau itu berlanjut, kondisi perekonomian yang sudah membaik dan berjalan kondusif di tengah pandemi akan sia-sia. Dia mengingatkan bisnis properti menggerakkan perekonomian dan memiliki efek domino yang mendorong sektor lain untuk bergerak.

Dia mengaku anggota Apersi kini banyak yang kebingungan. Untuk itu, Apersi berharap kepada lintas kementerian seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLH), Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Basan Pertanahan Nasional (BPN), Kementerian Investasi/Badan koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang mengurusi soal ini segera menyelesaikannya

“Pengembang butuh kepastian bisnis. Menurut saya, bukan hanya pengembang yang bisnisnya terganggu, perbankan pun akan terganggu realisasi KPR-nya,” kata Junaidi.

Sementara itu, Darsono, Direktur PT Marga Giri Sentosa yang sedang memasarkan perumahan Duta Harmoni di Tangerang, Banten, mengakui untuk proyek yang sedang berjalan sebelum terbitnya PBG ini tak terlalu berpengaruh. “Tapi yang berpengaruh untuk proyek baru, izin bangun rumahnya. Izin lokasi tetap bisa, tapi percuma saja karena PBG belum bisa direalisasikan.”

Menurut Darsono, kebanyakan di setiap daerah belum ada perda soal PBG. “Ini peralihan dari IMB dan ini kan ujungnya pendapatan untuk daerah masing-masing. Jadi, peralihan ini ternyata tidak mudah, di tingkat daerah belum siap,” jelasnya.

Alhasil, saat ini perusahaannya masih menunggu waktu kapan kondisi PBG ini bisa dijalankan. Darsono berharap ada kejelasan, dan kepastian. Dia pun menggarisbawahi bahwa berbisnis butuh kepastian dan musuhnya hanya satu yaitu waktu.

“Tentunya setiap perusahaan punya rencana bisnis, apalagi untuk tahun depan. Kalau seperti ini kita repot, karena banyak waktu terbuang,” kata Darsono.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: M. Syahran W. Lubis

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.