Impor Garam 3,03 Juta Ton, 4 Industri Jadi Penerima Prioritas

Kebutuhan garam nasional diproyeksikan mencapai 4,6 juta ton sepanjang tahun ini. Dengan serapan garam lokal ke industri ditarget 1,5 juta ton, pemerintah telah menyepakati alokasi impor garam industri sebesar 3,03 juta ton.

Reni Lestari

24 Sep 2021 - 18.16
A-
A+
Impor Garam 3,03 Juta Ton, 4 Industri Jadi Penerima Prioritas

Garam/istimewa

Bisnis, JAKARTA — Pemerintah memetakan empat sektor manufaktur prioritas yang berhak menerima alokasi impor garam industri sebanyak total 3,03 juta ton pada tahun ini.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menjabarkan keempat sektor tersebut a.l. chlor alkali plant (CAP), aneka pangan, farmasi dan kosmetik, serta pengeboran minyak.

Di luar empat sektor industri itu, tegasnya, pemerintah mengarahkan untuk menggunakan bahan baku garam dalam negeri.  

Agus mengelaborasi kebutuhan garam nasional diproyeksikan mencapai 4,6 juta ton sepanjang tahun ini. Dengan serapan garam lokal ke industri ditarget 1,5 juta ton, pemerintah telah menyepakati alokasi impor garam industri sebesar 3,03 juta ton.

Menurutnya, impor garam masih diandalkan untuk memenuhi kebutuhan industri karena sejumlah faktor, yakni kuantitas, kualitas, dan kontinuitas.

"Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, jumlah produksi garam lokal 2020 baru mencapai 1,3 juta ton. Dengan demikian, masih terdapat kesenjangan yang cukup besar dari kebutuhan garam nasional yang sudah mencapai 4,6 juta ton," terang Agus, Jumat (24/9/2021).

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasamita (kiri) didampingi Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono (kanan) dan Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian Muhammad Khayam (kedua kiri) melihat langsung proses produksi garam industri di Gresik, Jawa Timur, Kamis (8/10/2020). /Kemenperin

Tahun lalu, nilai impor garam mencapai US$97 juta, sedangkan nilai ekspor industri pengguna garam sebesar US$47,9 miliar.

Hal itu menunjukkan krusialnya bahan baku garam yang sesuai spesifikasi kebutuhan industri untuk menopang kinerja ekspor.

Dilihat dari kebutuhannya, industri CAP merupakan yang paling banyak membutuhkan garam industri yakni sebesar 2,42 juta ton, diikuti dengan aneka pangan 612.000 ton, pengeboran minyak 34.000 ton, dan farmasi dan kosmetik 5.501 ton.

Adapun, berdasarkan data dari Kementerian Koordinator Perekonomian realisasi serapan garam lokal per Maret 2021 mencapai 481.148 ton.

Wakil Ketua Bidang Kebijakan Publik & Hubungan Antar Lembaga Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Hermawan Prajudi mengatakan garam lokal kualitasnya sangat bervariasi dengan tingkat kemurnian yang berbeda-beda.

Hal itu menjadi faktor utama yang mempengaruhi serapan ke industri.

Di industri makanan dan minuman, misalnya, garam yang dibutuhkan adalah yang kandungan NaCl-nya minimum 97%.

"Kualitasnya harus terjamin, ketersediaan stok, kemudian [harganya] cukup kompetitif. Sampai saat ini isu tersebut masih belum dipenuhi dari garam lokal," katanya. 

TIRU AUSTRALIA

Direktur Jasa Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan Miftahul Huda mengatakan kementeriannya tengah menggodok replikasi model produksi garam Shark Bay di Australia.

Area produksi garam tersebut mengalihfungsikan teluk menjadi kolam air asin dengan membangun bendungan.

Dengan total luas lahan 13.000 hektare yang terdiri atas kolam evaporasi 7.000 hektare dan fasilitas pabrik 6.000 hektare, teluk tersebut menghasilkan 1,3 juta ton garam per tahun.

Miftahul mengatakan Indonesia yang memiliki banyak teluk dengan kualitas air laut yang baik, dapat mereplikasi model pengolahan tersebut.

"[Model] Shark Bay ini kami akan godok, akan jadi bagian dari terobosan kami," ujar Miftahul.    

Dia mengatakan saat ini pemerintah masih dalam proses penjajakan kajian untuk implementasi model tersebut.

Namun, dia mengatakan jika nantinya direplikasi, akan ada peningkatan produksi hingga empat kali lipat dari 100 ton per hektare menjadi 400 ton per hektare.

Selain itu, diproyeksikan juga akan akan peningkatan kualitas kandungan NaCl dari 90% menjadi 97%. Biaya produksi juga bisa ditekan dari Rp472 per kg menjadi Rp250 per kg.

"Target kami paling tidak untuk memenuhi kebutuhan garam aneka pangan 650.000—700.000 ton. Kalau ini bisa kami lakukan, kepercayaan diri petambak akan lebih baik dan cara berpikirnya menjadi pengusaha garam," jelasnya.

Sementara itu, Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi menggagas produksi garam tanpa lahan dengan memanfaatkan air buangan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

Pekerja tampak beraktivitas di sentra produksi PT Garam (Persero) /Dok. PT Garam 

Asisten Deputi Hilirisasi Sumber Daya Maritim Kemenko Maritim dan Investasi Amalyos Chan mengatakan proyek percobaan dan perencanaannya sudah selesai sehingga bisa diimplementasikan lebih luas dalam waktu dekat.

"Kami cukup optimistis ini akan bisa memberikan solusi kebutuhan garam industri yang beberapa tahun ke depan akan terus berkembang," katanya.

Sekadar catatan, kebutuhan garam nasional sepanjang tahun ini diproyeksikan mencapai 4,6 juta ton dengan 84% digunakan oleh industri manufaktur. Sisanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, komersial, serta peternakan dan perkebunan.

Adapun, serapan garam lokal ke industri ditarget sebesar 1,5 juta ton tahun ini, dengan 1,2 juta ton berasal dari industri lokal pengolahan garam, dan 300.000 ton dari industri kecil menengah (IKM). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.